PRT, Paus, dan Pancasila

PRT, Paus, dan Pancasila
Ilustrasi MI(MI/Seno)

BANYAK tokoh politik kita telah bertemu Paus Fransiskus saat kunjungannya ke Indonesia 3-6 September 2024, termasuk Ketum PDIP Megawati dan Ketua DPR Puan Maharani. Tampak jelas mereka bersikap hormat dan takzim menyalami Paus yang mengajak dunia melindungi para pekerja termasuk PRT (pekerja rumah tangga). Layak jika pertemuan itu melahirkan harapan 10 juta PRT agar RUU PPRT dapat disahkan DPR periode ini.

Paus menyatakan mengagumi Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika yang telah berkontribusi pada adanya kebebasan beragama, tetapi Paus sebenarnya sudah melaksanakan kedua pilar tersebut untuk hal-hal yang luas. Paus mengajak mewujudkan keadilan sosial melalui pemihakan yang kuat kepada kelompok miskin, termasuk PRT, dan mengecam sistem ekonomi kapitalis yang lebih memihak para pemilik modal.

Keprihatinan mendalam Paus Fransiskus terhadap kemiskinan sebelumnya sudah dituangkan dalam ensiklik Evangelii Gaudium (2013). Ia menekankan bahwa sistem ekonomi saat ini sering kali menyebabkan ketidakadilan sosial dan ketimpangan yang ekstrem.

Baca juga : Koalisi Sipil untuk UU PPRT Akan Gelar Aksi di Depan DPR, Desak Pengesahan Bulan Ini

Paus Fransiskus secara terang-terangan mengkritik kapitalisme yang tidak terkendali, dengan keuntungan sering kali menjadi prioritas utama di atas kesejahteraan manusia. Menurutnya, sistem ekonomi yang hanya mengejar keuntungan tanpa memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan ialah bentuk penyembahan terhadap ‘uang’ sebagai ‘berhala’.

Ketimpangan ekonomi global sebagai akar banyak masalah sosial, termasuk kemiskinan yang sistemis sehingga jutaan orang hidup dalam kemiskinan ekstrem. Hal itu merupakan bentuk ketidakadilan yang tidak dapat diterima menurut prinsip perikemanusiaan dan keberlanjutan lingkungan.

Paus menyeru untuk membangun model ekonomi yang lebih manusiawi dan berkeadilan sosial, terutama dengan membela dan memberdayakan kaum miskin. Kebijakan ekonomi baru yang inklusif, dengan orang miskin dapat memiliki kesempatan yang adil untuk keluar dari kemiskinan, harus menjadi arah baru.

Cek Artikel:  Akuntabilitas Cerdas

Baca juga : 20 September, Perjuangan Terakhir Legislasi RUU PPRT di Periode 2019-2024

Panggilan untuk ekonomi yang lebih inklusif dan solidaritas diterjemahkan Paus sebagai ‘ekonomi yang melayani orang banyak’, dengan kesejahteraan bersama dan solidaritas menjadi prioritas. Ini termasuk menciptakan lapangan kerja yang layak, memberikan akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan, serta melindungi hak-hak buruh dan pekerja.

Ekonomi inklusif Paus mengingatkan agar kita mengenyahkan ‘budaya pengecualian’ atau’budaya pembuangan’, yaitu mereka yang miskin dan terpinggirkan dianggap tidak penting dan dilupakan sistem ekonomi. Paus mengingatkan bahwa setiap manusia, terutama yang miskin, memiliki martabat yang sama dan tidak boleh dikesampingkan.

 

Baca juga : Abaikan Kepentingan Perempuan, DPR Punya Catatan Jelek Legislasi termasuk RUU PPRT

Paus dan PRT

Paus secara konsisten memprihatinkan orang-orang miskin saat 2015 menyuarakan keprihatinan mendalam tentang lingkungan hidup dan perubahan iklim. Dalam ensiklik Laudato Si’, Paus menekankan bahwa eksploitasi lingkungan ialah bentuk ketidakadilan terhadap orang miskin dan generasi mendatang.

Bagi Paus, krisis lingkungan ialah wujud ketidakadilan sosial. Perubahan iklim memperburuk kemiskinan dan penderitaan di seluruh dunia sehingga perlindungan lingkungan juga harus sejalan dengan upaya melawan ketidakadilan.

Baca juga : Baleg DPR Desak RUU PPRT Segera Dibahas di Bamus

Dalam ensiklikanya Laudato Si’ pada 2015, meskipun berfokus pada perawatan lingkungan, Paus Fransiskus juga menyentuh isu-isu tenaga kerja dan eksploitasi pekerja, termasuk PRT. Ia menekankan bahwa pekerjaan harus menjadi alat untuk berkembang sebagai manusia, bukan eksploitasi, dan bahwa setiap pekerja berhak diperlakukan dengan bermartabat.

Paus Fransiskus secara konsisten menekankan martabat dan hak semua pekerja. Itu sangat relevan bagi situasi PRT yang sering menghadapi tantangan signifikan seperti upah rendah, jam kerja yang panjang, dan kurangnya perlindungan hukum. Ia menyeru dunia untuk mengadvokasi perlakuan yang adil dan menghormati pekerja rumah tangga, mengakui peran penting yang mereka mainkan dalam masyarakat.

Cek Artikel:  Kampus Indonesia sebagai Melting Pot Akademik Dunia, Mungkinkah

Ia sering berpidato menentang eksploitasi dan penyalahgunaan kekuasaan yang dialami banyak pekerja rumah tangga. Ia menyeru kepada para majikan dan masyarakat luas untuk memperlakukan PRT dengan adil dan hormat. Ia juga menyerukan perlindungan hukum yang lebih kuat dan kondisi kerja yang lebih baik bagi PRT. Bagi Paus, advokasi terhadap PRT selaras dengan perjuangan keadilan sosial dan hak-hak kaum miskin dan rentan.

Dalam kaitan itu, Paus Fransiskus juga telah menunjukkan dukungannya kepada organisasi dan gerakan yang mengadvokasi hak-hak PRT. Organisasi HAM dan serikat-serikat pekerja. Bahkan, partai-partai politik harus memperjuangkan hak-hak semua pekerja, termasuk PRT, dengan menghormati. Bahkan, negara dan masyarakat memiliki kewajiban moral untuk memastikan hak-hak pekerja ditegakkan.

 

Akibat bagi Indonesia

Kehadiran Paus Fransiskus membuka mata dan menggedor kesadaran kita untuk refleksi dan mengoreksi diri. Ia memang memuji Indonesia sebagai rumah bagi populasi muslim terbesar di dunia, juga menjadi rumah bagi agama-agama minoritas lainnya. Tetapi, tidak berhenti di situ, Pancasila dan kebinekaan harusnya juga menjamin keadilan sosial bagi seluruh penduduknya.

Ensiklik Paus Fransiskus Laudato Si’ tentang pengelolaan lingkungan memiliki relevansi global, termasuk di Indonesia. Kekayaan sumber daya alam dan tantangan lingkungan Indonesia membuat seruan Paus untuk merawat alam sangat relevan. Penekanannya, pada tanggung jawab moral untuk melindungi lingkungan semoga dapat beresonansi dengan penguatan gerakan dan perbaikan kebijakan lingkungan Indonesia sendiri.

Mantapan atas keadilan sosial terkait dengan situasi kemiskinan dan ketidaksetaraan ekonomi juga relevan bagi Indonesia. Ia mendorong pendekatan pembangunan yang lebih inklusif dan adil, menjadi tantangan kebijakan ekonomi di Indonesia pada masa mendatang.

Cek Artikel:  Balada Generasi Sandwich di Indonesia

Pendeknya, bukan saja soal rumah bersama bagi semua umat beragama, pemikiran progresif Paus Fransiskus tentang keadilan sosial, lingkungan, imigrasi, dan kemiskinan juga sangat relevan bagi keberlanjutan Indonesia. Ia menekankan pentingnya melindungi martabat manusia, solidaritas, dan kesejahteraan bersama.

Menghormatinya berarti mengadopsi nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam pembuatan kebijakan publik. Pemimpin Indonesia yang bertanggung jawab harus mempertimbangkan apakah keputusan mereka mencerminkan nilai-nilai ini, bahkan jika mereka tidak setuju secara politik.

Para pemimpin harusnya meneladani Paus dan mengambil tindakan ikut mendukung kelompok-kelompok yang rentan dan tertindas, seperti orang miskin, migran, dan kaum perempuan miskin. Pengesahan RUU PPRT penting sebagai bagian dari anjuran membangun sistem ekonomi yang pro terhadap kemanusiaan dan keadilan.

Dialog ialah cara paling tepat dalam mencari solusi kompromi yang melindungi hak-hak semua pihak. Misalnya, jika ada kekhawatiran tentang aspek-aspek spesifik dari RUU PPRT, pemimpin dapat bekerja sama dalam musyawarah sesuai proses legislasi.

Alat kelengkapan DPR berupa panja atau pansus harus dibentuk sehingga upaya mewujudkan keadilan sosial dapat terus berjalan sambil mempertimbangkan berbagai kepentingan elite. Upaya untuk melindungi PRT tidak boleh dihentikan sepihak oleh pimpinan, apalagi mereka sudah berjuang selama 20 tahun.

Sikap menghormati Paus bukan sebatas ucapan atau formalitas, melainkan juga terlihat dalam tindakan. Kita seharusnya bertindak konsisten dengan nilai-nilai yang diusung Paus, seperti menyelenggarakan dialog di DPR untuk mencari keadilan, terutama bagi para perempuan miskin.

Paus selalu mendorong refleksi moral, bukan instruksi politik yang kaku. Para pemimpin memang memiliki kebebasan untuk mengambil keputusan yang dianggap terbaik baginya, tetapi tetap memperhatikan aspek-aspek kemanusiaan seperti nilai-nilai Pancasila yang memihak PRT sebagaimana yang telah dipraktikkan Paus.

Mungkin Anda Menyukai