PSHK UII Safiri Putusan MK Penegasan Putusan Sebelumnya

PSHK UII Nilai Putusan MK Penegasan Putusan Sebelumnya
Gedung Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia,(MI/Agus Utantoro)

 

PUSAT Studi Hukum dan Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, menyorot dua putusan Mahkamah Konstitusi yang dinilai dapat menjadi titik balik pelaksanaan demokrasi di Indonesia khususnya dalam rangka Pemilihan Kepala Daerah.

“Pertama, syarat pencalonan kepala daerah dari jalur partai politik, terkait ambang batas (threshold), yakni Putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024 dan kedua, pemaknaan syarat usia pencalonan kepala daerah, yakni Putusan MK No. 70/PUU-XXII/2024,” kata Direktur PSHK FH UII Dian Kus Pratiwi di Yogyakarta, Rabu (21/8).

Baca juga : Masyarakat Sipil Ancam Biokot Pilkada jika DPR dan Pemerintah Abaikan Putusan MK

Ia mengungkapkan, pasca putusan MK tersebut sepertinya memicu polemik. Di satu sisi, katanya mendapat apresiasi publik, tetapi di sisi lain rentan dibajak oleh pembentuk undang-undang yang hendak merevisi UU Pilkada.

Cek Artikel:  PWNU Jakarta Minta Kampanye Pilkada tidak Dilakukan di Masjid

Terhadap hal itu, PSHK UII mengingatkan kepada publik bahwa putusan MK tentang ambang batas atau threshold pencalonan, MK tidak melakukan standar ganda. Tetapi dalam kasus ini MK hanya menegaskan kembali terhadap putusan sebelumnya yakni putusan nomor 5/PUU-V/2027 yang tidak ditaati oleh pembentuk undang undang.

“MK telah menyatakan pencalonan kepala daerah dari jalur partai politik yang hanya didasarkan pada syarat perolehan kursi DPRD saja adalah inkonstitusional,” katanya.

Baca juga : Masyarakat Sipil Ancam Biokot Pilkada jika DPR dan Pemerintah Abaikan Putusan MK

Menurut dia, MK konsisten dengan Putusan MK No. 5/PUU-V/2007, yang menyebutkan syarat pencalonan kepala daerah yang hanya didasarkan penghitungan perolehan kursi DPRD adalah inkonstitusional.

Cek Artikel:  Golkar Sebaiknya Keluar dari KIM Plus di Pilkada Banten

Kini, imbuhnya, syarat pencalonan paslon kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak lagi menggunakan dua alternatif syarat ambang batas berupa perolehan paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPRD atau 25% dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilu anggota DPRD yang bersangkutan, akan tetapi hanya didasarkan pada hasil perolehan suara sah dalam Pemilu DPRD.

Dikatakan, untuk keadilan yang proporsional, MK juga menyelaraskan syarat presentase treshold pencalonan Pilkada dengan syarat presentase dukungan calon perseorangan, sebab mempertahankan persentase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016 tentang Pilkada sama artinya dengan memberlakukan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi bagi semua partai politik peserta Pemilu.

Baca juga : DPR dan Pemerintah Sepakat Batas Usia Cagub Dihitung saat Pelantikan, Ikut Putusan MA

Cek Artikel:  Pilkada Kota Bogor, DPP PSI Dukung Sespri Cemburuana Jokowi

Peneliti PSHK UII Yuniar Riza Hakiki menambahkan langkah MK yang menyesuaikan treshold dalam pencalonan Pilkada, merupakan langkah yang sejalan dengan prinsip negara hukum yang demokratis dan prinsip kedaulatan rakyat.

Kehadiran calon yang variatif dalam Pilkada, ujarnya, merupakan langkah menuju demokrasi substansial karena rakyat akan berpotensi disuguhkan dengan banyak calon. Ia menyebutkan masyarakat dapat memilih yang terbaik di antara calon tersebut, bukan calon yang memonopoli pesta demokrasi melalui aksi borong partai.

Bagi partai politik, imbuhnya juga telah mendapat angin segar sehingga semestinya dapat mencalonkan kader terbaiknya berdasarkan kinerja, pengalaman, dan sosok yang dibutuhkan, bukan karena pertimbangkan pragmatis semata. (N-2)

 

Mungkin Anda Menyukai