Politik Sandera ala Firli

PERNYATAAN Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri pada Selasa (14/11) lalu benar-benar membuat publik mengelus dada.

“Tiga minggu lalu saya menandatangani surat perintah penangkapan dan pencarian terhadap HM (Harun Masiku),” ungkap Firli.

Aneh tapi nyata, tapi begitulah adanya. Harun Masiku yang telah menjadi buron KPK sejak 29 Januari 2020 lalu, baru mau dicari pada akhir Oktober 2023, hampir empat tahun berselang.

Harun yang merupakan politikus PDIP merupakan buron atas kasus dugaan suap mantan anggota Komisi Pemilihan Lumrah (KPU) RI Wahyu Loyalwan. Ia ditetapkan sebagai tersangka atas kasus tersebut sejak 2020, tetapi hingga saat ini tak kunjung ditangkap.

Entah apa yang dilakukan KPK selama tiga tahun lebih sehingga baru mengeluarkan surat penangkapan dan pencarian Harun. Kesabaran masyarakat yang sudah tipis kembali diuji KPK.

Diduga kuat, pernyataan Firli itu erat kaitannya dengan kasus dugaan pemerasan yang tengah menjeratnya dan kini tengah ditangani Polda Metro Jaya. Kasusnya pun sudah naik status, dari penyelidikan ke penyidikan. Dua rumah yang kerap disinggahi Firli juga sudah digeledah polisi.

Cek Artikel:  Debat dengan Intelek Sehat

Sudah dua kali Firli tak memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik Polda. Apabila panggilan ketiga tak dipenuhi, KUHAP memerintahkan dihadirkan dengan paksa. Alangkah memalukannya jika ketua lembaga antirasuah sampai dijemput paksa oleh polisi. Kewibawaan KPK menjadi pertaruhannya.

Mudah ditebak, sebagaimana disampaikan Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, pernyataan Firli sudah meneken surat penangkapan dan pencarian Harun Masiku sebagai upaya pengalihan isu atas dugaan pemerasannya terhadap mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo. Ditangkapnya Harun akan menjadi barter oleh Firli untuk menjaga namanya agar tetap bersih.

Tak perlu koar-koar pun, sejatinya sudah menjadi tugas lembaga yang dipimpin Firli untuk menangkap Harun karena sudah berstatus tersangka sejak 2020. Apabila Harun dapat ditangkap, itu pun bukan menjadi sebuah prestasi karena yang ditangkap bukan orang yang berkuasa, hanya seseorang yang kebetulan kaya raya sehingga bisa menyuap anggota KPU.

Karena itu, sebaiknya Firli setop beretorika dengan menyebut lembaganya telah banting tulang mencari Harun. Berita penangkapan, itu yang sesungguhnya ditunggu masyarakat.

Cek Artikel:  Mempertanyakan Urgensi DPA

Perihal dugaan pemerasan yang tengah membelitnya, itu urusan lain. Sebagai purnawirawan polisi berpangkat komisaris jenderal, Firli tentu paham bagaimana hukum berproses. Apabila merasa tak bersalah, tinggal penuhi panggilan polisi dan buktikan dirinya tak pernah memeras. Sederhana sekali.

Pengumuman telat rencana menangkap Harun Masiku dan dugaan pemerasan oleh Firli sungguh telah menguras energi negara ini. Belum lagi jika ditambah dengan sanksi dari Dewan Pengawas KPK pada 2020 lalu lantaran terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku. Firli mendapat teguran tertulis karena menerima fasilitas helikopter dari sebuah perusahaan swasta untuk keperluan ziarah ke makam keluarga.

Berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi pada Juni 2023, yang memperpanjang masa jabatan anggota KPK menjadi lima tahun, Firli masih menjabat sebagai Ketua KPK hingga Desember 2024. Tetap ada waktu setahun, sayang sekali jika lembaga yang merupakan amanat reformasi itu harus dipimpin oleh sosok yang sering menimbulkan kontroversi, bahkan pelanggar kode etik.

Cek Artikel:  Ramai-ramai Menjadi Amicus Curae

Masyarakat jangan terlalu sering disuguhi tontonan yang tak bermutu, bikin mual nantinya. Mundurnya Lili Pintauli Siregar pada 2022 lalu dari kursi pimpinan KPK dapat menjadi contoh yang baik bagi Firli untuk ditiru. Ketimbang bolak-balik mesti menjalani sidang etik Dewan Pengawas KPK karena perilakunya, Lili memilih mundur dari jabatan untuk menjaga kehormatannya dari rasa malu.

Firli mencoba menekan Polda Metro Jaya yang memeriksanya dalam kasus pemerasan dengan melemparkan pernyataan bahwa eks Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK yang kini menjadi Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto tak memproses aduan masyarakat ke lembaga antirasuah. Pengaduan itu terkait dugaan penyelewengan pengadaan sapi di Kementerian Pertanian pada 2021.

Sungguh sikap yang tak elok dari seorang punggawa pemberantasan korupsi dengan memainkan politik sandera. Hadapi saja pemeriksaan di Polda Metro Jaya secara jantan. Kalau Anda bersih, kenapa risih diperiksa Korps Bhayangkara. Sudahlah, Firli.

Mungkin Anda Menyukai