Hening atau Melawan Misi Paus Leo XIV Terhadap Kapitalisme Liberal tanpa Kendali

Diam atau Melawan : Misi Paus Leo XIV Terhadap Kapitalisme Liberal tanpa Kendali
Alexander Jebadu, Dosen Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero-Flores(DOK PRIBADI)

PAUS terpilih biasanya memilih nama baru. Pemilihan nama baru tentu bukan tanpa maksud. Konteks dan ceritanya sangat panjang. Tetapi intinya, satu. Sebagaimana pada umumnya diyakini, nama mencerminkan jati diri dan misi Primer yang harus diperjuangkan dalam hidup seseorang. Dalam ungkapan Romawi Klasik, hal ini disebut nomen est omen, secara harfiah berarti, nama adalah Maksud. Itu artinya nama adalah sebuah tanda yang menunjukkan siapa dan apa yang diperjuangkan oleh penyandang nama tersebut.

Ke arah sanalah tujuan tulisan ini. Sekalian sudah mengetahui bahwa Paus baru Gereja Katolik yang terpilih 8 Mei 2025 itu, yang sekaligus merupakan Kepala Negara Vatikan, memilih nama baru Paus Leo XIV. Adalah Paus Leo XIII sebagai Paus terakhir yang menggunakan nama Leo. Siapa dan apakah Leo XIII ini tentu menjadi signal tentang  arah misi pelayanan dari Paus baru ini, yang menurut iman orang Kristen Katolik adalah wakil Allah (vicarius Christi) di dunia.

Signal ini tentu akan memberikan beberapa penekanan pada tugas pelayanan seorang Paus. Secara Biasa, paus terpilih atas nama Allah dan Serempak Sekalian orang yang berkendak Bagus, memperjuangkan sebuah dunia yang penuh kasih dan adil, setia Kolega dan kekeluargaan tinggi Sekalian umat Mahluk. Ini menjadi dasar bagi terciptanya sebuah dunia yang damai.

Pada Demi bersamaan, atas nama Allah dan Serempak Sekalian orang yang berkehendak Bagus, paus ini juga harus membebaskan Sekalian orang yang menderita miskin dan mengutuk akar penyebabnya yang terdapat  di dalam struktur sosial ekonomi yang Bukan adil, yakni kapitalisme liberal alias ekonomi pasar bebas yang lahir pada abad XVIII.

Pada titik inilah, akan terlihat sumbangsih Leo XIII. Dalam sejarah dunia, perjuangan misi Gereja Kepada membebaskan Mahluk dari belenggu ketidakadilan ekonomi liberal, telah dimulai pertama kali oleh Paus Leo XIII dan Paus Leo XIV mau meneruskan misi perjuangan yang sama.

Ensiklik rerum novarum

Paus Leo XIII menjadi paus pada akhir abad XIX hingga awal abad XX (1878-1903). Pada Era kepausannya, banyak Anggota masyarakat Eropa dan seluruh dunia Terperosok terpanggang kemiskinan ekstrem. Kemiskinan ini terjadi akibat sepak terjang sistem ekonomi liberal yang lahir bersamaan dengan revolusi industri dan bentuk usaha ekonomi yang disebut korporasi dari tahun 1750-1850.  

Sistem ekonomi liberal ini, seperti telah dimaklumi, pada prinsipnya menolak kepemilikan Serempak sumber-sumber daya ekonomi. Sumber daya alam planet bumi dimengerti sebagai kekayaan tak terbatas tanpa tuan yang terbuka Kepada dieksploitasi oleh siapa saja, dan setiap individu  bebas Bertanding Kepada mengelola sumber-sumber daya ekonomi di mana saja di seluruh dunia.

Bagi kita, Bukan sulit sebenarnya Kepada memahami sistem ini. Kalau menengok sejarah negeri kita, persis sistem ekonomi liberal inilah yang terjadi di Kepulauan Nusantara selama berabad-abad melalui VOC (Vereenigde Indische Compagnie = Perserikatan Dagang Hindia Timur).

Sejak VOC ditutup karena bangkrut pada tahun 1799, perusahaan-perusahaan yang beroperasi di seluruh Kepulauan Nusantara adalah perusaaan-perusahaan swasta rakyat Kerajaan Belanda. Pemerintah Kerajaan Belanda di Indonesia hanya hadir Kepada mengamankan perusahaan-perusahaan Punya swasta Belanda.

Sepak terjang ekonomi kapitalis liberal, yang dieksekusi oleh korporasi swasta ini, sejak awal kelahirannya pada akhir abad XVIII (1776) telah menciptakan ketidakadilan sosial ekonomi secara masif bagi mayoritas Anggota masyarakat Eropa, dan Anggota bangsa-bangsa jajahan mereka di Asia dan Afrika. Kaum buruh menjadi sangat miskin. Kehidupan mereka, seperti dilukiskan Karl Max dan Frederic Engels dalam The Communist Manifesto (1848), Dekat tak berbeda dengan hewan piaraan di dalam kandang. Rakyat di Kepulauan Nusantara dipaksa penjajah Belanda Kepada menanam tanaman perdagangan secara paksa, Kepada memenuhi kebutuhan dagang mereka yang disebut Cultuurstelsel.

 

Terhadap ketidakadilan sistem ini, dunia memberikan reaksi. Mewakili para pemikir Demi itu, Karl Max dari Jerman dan Frederic Engels dari Inggris menentangnya dengan menerbitkan The Communist Manifesto tahun 1848 (72 tahun setelah penerbitan The Wealth of Nations dari Adam Smith sebagai sumber Kudus bagi ekonomi kapitalis liberal yang terbit pada tahun 1776) dan Karl Max seorang diri dengan menerbitkan Das Capital tahun 1867 (91 tahun setelah penerbitan The Wealth of Nations tahun 1776).

Cek Artikel:  Mandat Sosial Perguruan Tinggi

Dalam Kitab tersebut, Karl Max bahkan merancang sistem ekonomi sosialis/komunis yang pada intinya menghapus hak-hak individu dari kebebasan liar Kepada mengeksploitasi sumber-sumber daya ekonomi yang diusung Adam Smith dalam The Wealth of Nations.

Reaksi dan tanggapan Gereja juga Bukan kalah daya terjangnya. Kepada pertama kalinya Gereja bersuara sangat keras. Dari sekian banyak ensiklik yang sudah diterbikan para paus selama Sekeliling 15 abad sebelumnya, melalui Ensiklik Rerum Novarum (1891), 115 tahun setelah penerbitan The Wealth of Nations (1776) dan  44 tahun setelah penerbitan The Communist Manifesto ( 1848) dan 24 tahun setelah penerbitan Das Capital (1867),  Kepada pertama kalinya dalam sejarah kekristenan, Gereja Katolik melalui Paus Leo XIII berbicara kepada dunia Kepada memberikan kritikan kenabian, dan mengusulkan jalan keluar dari masalah kekerasan dan ketidakadilan sosial ekonomi yang menimpa Anggota masyarakat dunia, yang ditimbulkan oleh dua sistem ekonomi yang saling bertentangan ini.

Paus Leo XIII menyuarakan kritikannya dalam Ensiklik Rerum Novarum yang secara harafiah artinya “Hal-Hal Baru”. Kepada Gereja Katolik pada masa itu, hal-hal baru dimaksud ialah kekerasan dan ketidakadilan sosial ekonomi.

Melalui Rerum Novarum, Paus Leo XIII atas nama Allah mendesak Kepada menegakkan 11 hal sebagai berikut. Pertama, pekerjaan Mahluk mesti dihargai dan dihormati dengan upah yang adil. Kedua,  negara bertanggungjawab Kepada melindungi hak-hak pekerja, memastikan kondisi kerja yang adil, dan mempromosikan keadilan sosial.

Ketiga, negara harus mengintervensi usaha ekonomi Kepada menjaga kebaikan Serempak. Keempat, hak Punya pribadi diakui tetapi penggunaannya mesti disertai dengan rasa tanggung jawab terhadap kesejahteraan Serempak. Kelima, pemilik barang Mempunyai kewajiban Kepada menggunakan Aset mereka demi keuntungan orang lain dan kebaikan Serempak.

Lampau, keenam, para pekerja Mempunyai hak Kepada membentuk Perkumpulan pekerja, berunding Serempak dan menerima upah yang adil. Ketujuh, pengusaha harus menyediakan kondisi kerja yang Kondusif dan memperlakukan pekerja secara bermartabat. Kedelapan, solidaritas antarkelas sosial sangat Krusial Kepada membangun masyarakat yang adil.

Kesembilan, keluarga merupakan fondasi masyarakat dan kestabilannya sangat Krusial bagi masyarakat. Kesepuluh, pendidikan sangat Krusial bagi pengembangan Mahluk dan etika sangat Krusial dalam mengambil setiap keputusan bisnis dan ekonomi. Kesebelas, keadilan sosial, kebaikan Serempak dan perlindungan hak asasi Mahluk, khususnya bagi Personil masyarakat yang paling rentan sangat Krusial dan menjadi prasyarat bagi perdamaian.

Cek Artikel:  Pos Indonesia Salurkan Bansos Sembako dan PKH Tahap 3 di Daerah 3T

Kapitalisme liberal tanpa kendali

Dampak yang terjadi ialah sebaliknya. Sistem ekonomi liberal ini tetap berjalan seperti Biasa. Akibatnya, selain semakin memiskinkan Anggota miskin, ketidakadilan dalam mengeksploitasi sumber daya alam planet bumi di antara negara-negara pengusung kapitalisme liberal sendiri Rupanya akhirnya memicu lahirkan Perang Dunia I dan II (PD I & II).

Bukti kasatmata bahwa PD I & II disebabkan oleh kekerasan dan ketakadilan dari sistem ekonomi liberal adalah, bahwa perang ini harus diakhiri dengan menata kembali ekonomi dunia di antara negara sekutu PD II melalui Konferensi tiga Minggu 1-22 Juli 1944 di Bretton Woods Amerika Perkumpulan. Konferensi ini menghasilkan sebuah kesepakatan Serempak yang disebut Tata Ekonomi Dunia Baru (The New World Economic Order) yang ditandai dengan didirikannya Bank Dunia, IMF dan GATT/WTO.

Disepakati Serempak dalam konferensi itu, bahwa kapitalisme liberal klasik Adam Smith harus ditinggalkan dan diganti dengan sebuah kapitalisme yang lebih lunak yang lazim disebut kapitalisme nasional (state / national capitalism) atau kapitalisme liberal terkendali (regulated liberal capitalism). Tujuan tata ekonomi dunia baru ini tak main-main, bahkan sangat Kudus, Merukapan menciptakan ekonomi dunia seadil-adilnya supaya Bukan terjadi Tengah perang besar di planet bumi seperti yang pernah terjadi yakni PD I & II.

Akan tetapi tak Pelan setelah PD II berakhir, negara-negara pengusung kapitalisme liberal Barat di Dasar pimpinan Amerika Perkumpulan mengelompokkan diri menjadi apa yang disebut Blok Barat (Western Block). Grup ini berbenturan kepentingan dengan Grup negara Eropa Timur yang mengusung sistem sosialis-komunis yang kemudian menjadi Blok Timur (Eastern Block) di Dasar pimpinan Uni Soviet.

Benturan antara kedua Grup pengusung dua sistem ekonomi yang bertentangan ini menciptakan ketegangan luar Biasa yang kemudian disebut Perang Dingin (Cold War) dari tahun 1946 hingga keruntuhan Uni Soviet tahun 1989.

Tapi titik baru muncul tahun 1989. Demi itu rezim pengusung ekonomi komunis, runtuh yang ditandai reformasi GATT menjadi WTO pada tahun 1995. Akibatnya Dapat ditebak. Sistem ekonomi kapitalis liberal leluasa beroperasi tanpa ekonomi tandingannya. Ia diibaratkan sebagai seorang petinju yang masuk ring tanpa Musuh tanding. Ia pun Dapat keluar ring dan meninju siapa saja yang ia jumpai. Ia menyerang semakin gila sehingga disebut wild capitalism atau jungle capitalism (ekonomi dengan gunakan hukum rimba) atau uncontrolled free market economy (ekonomi pasar bebas tanpa kendali).         

       

Langkah beroperasinya Bukan kelihatan. Sekalian dengan jalan rahasia, Hening-Hening dan tanpa diketahui banyak orang. Juga tanpa melalui kesepakatan Serempak, melalui sebuah konferensi ekonomi dunia seperti yang terjadi di Breton Woods pada tahun 1944.

Coba bayangkan. Sejak awal tahun 1980-an, resep-resep ekonomi liberal klasik Adam Smith, yang dikubur Tewas pada tahun 1944, diimplementasikan Tengah secara Hening-Hening dan dipaksa oleh negara-negara kreditur Kepada diterapkan di negara-negara berkembang yang sudah terlebih dahulu dijerat dengan utang luar negeri pada Bank Dunia dan IMF sejak akhir tahun 1960-an.

Itulah sebabnya, ia disebut ekonomi neoliberal karena ekonomi pasar bebas tanpa kendali ini merupakan re-inkarnasi dari ekonomi liberal klasik Adam Smith yang dikubur Tewas pada tahun 1944. Kepada mengamankan pengeksloitasiannya secara bebas tanpa batas ini, pengusungnya, Merukapan orang kaya, mengamankan ekonomi ini dengan dengan berlomba-lomba Membangun dan menumpukkan senjata termasuk senjata nuklir. Senjata ini Terang dipakai Kepada mengamankan ekonomi pasar bebas yang menguntungkan mereka.

Cek Artikel:  Jinaknya Inflasi dan Melemahnya Daya Beli

Buah pahit

Tak terhindarkan Tengah, buah pahit sepak terjang sistem ini menyebar dengan sangat massif. Kekerasan merajalela silih berganti tanpa akhir. Perang Teluk (1991), perang Musuh terorisme (sejak 2001), konflik Etnis di Afrika, konflik Sampit, konflik Poso dan Papua, semuanya lahir dari rahim dunia yang mengusung ekonomi pasar bebas tanpa kendali (neoliberalisme).

Belum Tengah dengan masalah krisis ekologi, perubahan iklim (climate change), pemanasan Mendunia (Mendunia warming), bencana alam, perdagangan orang (human trafficking), korupsi publik, pertambangan ilegal, industri geotermal yang dipaksakan, kecurangan pilpres dan pilkada di Indonesia dengan menginjak konstitusi. Semuanya merupakan buat pahit dari sistem ekonomi yang menganut hukum rimba ini, Merukapan ekonomi pasar bebas tanpa kendali.  

Di dalam Gereja Katolik, Sekalian masalah ini telah menjadi keprihatinan Gereja sejak Paus Leo XIII hingga Paus Leo XIV ini. Dalam Ensiklik Evangelii Gaudium (2013), misalnya, Paus Fransiskus menyebut kapitalisme sebagai tirani tanpa batas dan berhala Duit.  

Di dalam Ensiklik Laudato si (2015) Paus Fransiskus mengeritik budaya konsumerisme (throw away mentality) sebagai buah ekonomi kapitalis yang mengusung pertumbuhan ekonomi tanpa batas. Dunia ini semakin maju, kata Paus Fransiskus, tapi banyak sekali yang Lagi miskin karena dunia dikibuli  oleh sebuah teori ekonomi (trickle-down effect economic theory) yang kebenarannya Bukan pernah didukung fakta.

Coba lihat di level dunia. Eksis beberapa negara yang sudah mencapai kemajuan yang berlebih (over-developed), sementara Eksis banyak negara lain malah mundur ke belakang (backward). Bagus secara Mendunia, regional maupun nasional, segelintir orang kaya semakin kaya dan mayoritas orang miskin semakin miskin.

Menurut Eric Tossain dalam Kitab Debts, IMF dan World Bank (2010), 80% dari 8 milliar penduduk dunia mengkonsumsi hanya 20% dari kue kekayaan alam planet bumi. Sementara  80% kue ekonomi ini dikonsumsi oleh 20% dari 8 milliar penduduk dunia yang kaya.

Kiprah Paus Leo XIV

Di tengah-tengah sistem liberal tanpa kendali seperti inilah Paus Leo XIV memulai karya kepausannya. Ketidakadilan semakin melebar dan kemiskinan semakin merebak.

Sembari menantikan penuh harap kiprah-kiprah Paus Leo XIV dan tanpa bermaksud Kepada mendahuluinya, di sini, saya hanya Mau mengutip Felix Wilfred, seorang teolog India (1996), yang terhadap orang miskin sebagai korban kapitalisme liberal, dia mengatakan: “Apabila kita Mau supaya misi keperpihakan Gereja terhadap orang miskin (option for the poor) dan terpinggirkan (the marginalized) Dapat efektif, maka mau Bukan mau hal itu mesti diperjuangkan dengan berdiri melawan sistem ekonomi yang  berlaku Demi ini, yakni ekonomi kapitalis liberal.

Kita Bukan Dapat membela orang miskin tapi pada Demi yang sama kita mendukung sistem ekonomi yang memangsa orang miskin. Bela orang miskin berarti harus melawan sistem ekonomi yang memiskinan mereka.”

Dengan memilih nama Leo XIV, tampak Terang apa yang menjadi keprihatinan misi pelayanan Paus baru ini. Serempak Sekalian orang yang berkehendak Bagus dan terutama Serempak Allah sendiri, dia mau memperjuangkan sebuah dunia yang damai di atas wadah praktik kasih, keadilan dan persaudaraan Sekalian umat Mahluk apa pun Religi, Etnis dan bangsanya, serta memerangi Sekalian struktur sosial ekonomi yang merusak kasih, keadilan dan persaudaraan. Demi kebaikan Serempak Sekalian umat Mahluk, atas nama Allah dia harus berdiri dan melawan!

 

Mungkin Anda Menyukai