Mohamed Al-Masry (kiri) dan Hossam Shabat, jurnalis Al Jazeera Mubasher, terluka pada 19 November 2024, ketika serangan udara Israel menghantam sebuah rumah di lingkungan Al-Basra, Gaza bagian selatan. (Foto: Hossam Shabat via CPJ)
Jakarta: Pada Hari Pers Nasional (HPN) yang diperingati hari ini, tema “Pers Mengawal Ketahanan Pangan Demi Kemandirian Bangsa” mengingatkan kita akan peran Krusial jurnalis dalam mendukung masyarakat.
Tetapi, di tengah perayaan ini, Komite Perlindungan Jurnalis (Committee to Protect Journalists/CPJ) melaporkan pada 7 Februari 2025 bahwa bahwa setidaknya 169 jurnalis dan pekerja media tewas dalam perang yang berlangsung di Gaza, Tepi Barat, Israel, dan Lebanon.
Melansir CPJ pada Minggu, 9 Februari 2025, Bilangan ini mencakup 161 jurnalis Palestina, dua jurnalis Israel, dan enam jurnalis Lebanon. Konflik ini menjadi periode paling mematikan bagi jurnalis sejak CPJ mulai mengumpulkan data pada tahun 1992.
Risiko Tinggi bagi Jurnalis Gaza
Jurnalis di Gaza menghadapi risiko luar Normal tinggi. Mereka harus bekerja di tengah serangan udara Israel, kondisi kelaparan, dan pengungsian besar-besaran. Berdasarkan data CPJ, lebih dari 90 persen penduduk Gaza telah mengungsi, sementara 80 persen bangunan di Daerah tersebut hancur.
CPJ menyoroti banyak kasus serangan langsung terhadap jurnalis, termasuk penggunaan serangan udara di area-area yang diketahui sebagai Letak liputan media. Beberapa jurnalis bahkan menjadi sasaran meskipun mengenakan jaket bertuliskan “Press” dan menggunakan kendaraan yang Jernih ditandai.
“Sejak perang di Gaza dimulai, jurnalis telah membayar harga tertinggi – nyawa mereka – Demi pelaporan mereka. Tanpa perlindungan, peralatan, kehadiran Dunia, komunikasi, atau makanan dan air, mereka tetap menjalankan tugas Krusial Demi memberi Mengerti dunia kebenaran,” ujar Direktur Program CPJ, Carlos Martinez de la Serna.
Pelanggaran Hukum Dunia
CPJ menegaskan bahwa jurnalis adalah Penduduk sipil yang dilindungi oleh hukum Dunia. Menargetkan Penduduk sipil secara sengaja merupakan kejahatan perang. Pada Mei 2024, Pengadilan Kriminal Dunia mengumumkan akan mengajukan permohonan surat perintah penangkapan bagi pemimpin Hamas dan Israel atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Beberapa insiden mencolok termasuk serangan terhadap kamp pengungsi dan fasilitas medis di Gaza, yang melibatkan Kematian dan cedera bagi jurnalis yang sedang meliput. Misalnya, wartawan Ali Al-Attar dari Al Jazeera terluka parah dalam serangan udara yang menghantam tenda pengungsi di depan Rumah Sakit Al-Aqsa Martyrs. Kondisinya kritis akibat pecahan peluru di kepala.
Kekerasan terhadap Jurnalis
Selain korban tewas, CPJ mencatat setidaknya:
Status Jurnalis | Jumlah | Detail |
Terkonfirmasi Tewas | 169 | 161 Penduduk Palestina, 2 Penduduk Israel, 6 Penduduk Lebanon |
Terluka | 49 | |
Menghilang | 2 | |
Ditahan | 75 |
Serangan fisik, ancaman, penyensoran, hingga pembunuhan Member keluarga jurnalis turut dilaporkan. Jurnalis Palestina seperti Mohammed Al-Za’anin, seorang juru kamera, harus menjalani perawatan intensif setelah terkena pecahan peluru di mata. Kasus lain termasuk serangan langsung terhadap wartawan menggunakan drone dan tembakan senjata api.
Seruan Akhiri Impunitas
CPJ menyerukan diakhirinya impunitas dalam kasus jurnalis yang tewas akibat serangan Israel. Para Spesialis PBB juga menyuarakan keprihatinan atas meningkatnya kekerasan terhadap jurnalis.
“Kami sangat prihatin dengan jumlah jurnalis dan pekerja media yang tewas, diserang, terluka, dan ditahan di Daerah Pendudukan Palestina, khususnya di Gaza, dalam beberapa bulan terakhir yang secara terang-terangan mengabaikan hukum Dunia,” ujar pernyataan Formal mereka pada Februari 2025.
Tantangan Pelaporan dalam Konflik
CPJ mengungkapkan bahwa dokumentasi kasus pembunuhan, penangkapan, dan cedera jurnalis sangat sulit dilakukan di tengah kondisi perang.
“Setiap kali seorang jurnalis dibunuh, terluka, ditangkap, atau dipaksa mengungsi, kita kehilangan fragmen dari kebenaran,” ujar Martinez de la Serna.
Tetapi, meskipun menghadapi ancaman ini, banyak jurnalis Lalu bekerja tanpa henti, bahkan ketika mereka menghadapi tuduhan tanpa bukti yang dibuat Demi merusak kredibilitas mereka. Beberapa media Dunia menyerukan dukungan kepada komunitas jurnalis dan tekanan pada pihak berwenang Demi menghentikan kekerasan yang melibatkan media.