Yayasan Pegang Peran Krusial Agar Lembaga Pendidikan Tinggi Hasilkan Alumni Berkualitas

Yayasan Pegang Peran Penting Agar Lembaga Pendidikan Tinggi Hasilkan Alumni Berkualitas
Stadium Generale yang diadakan Unkris(MI/HO)

YAYASAN pendidikan memainkan peran penting dalam memiliki dan mengelola lembaga pendidikan tinggi di Indonesia. Melalui peran yayasan yang signifikan, sebuah lembaga pendidikan dapat melahirkan alumni-alumni yang berkualitas dan berdaya saing. Yayasan juga berperan penting mengenalkan berbagai bentuk keilmuan melalui proses pembelajaran atau perkuliahan yang diselenggarakannya. 

Hal itu disampaikan Ketua Pembina Yayasan Universitas Krisnadwipayana (Unkris) yang juga mantan Hakim Mulia Prof Gayus Lumbuun di sela Stadium Generale yang digelar Unkris, Selasa (9/10). 

Mengambil tema Yayasan Sebagai Badan Penyelenggara Pendidikan: Menuju Unkris Unggul, kegiatan tersebut menghadirkan pembicara penting Ketua Pembina Yayasan Unkris yang sekaligus mantan Hakim Mulia Prof Gayus Lumbuun, Advokat senior sekaligus Ketua Pengurus Yayasan Unkris Amir Karyatin, Alumni Program Doktor Ilmu Hukum Donny Cahyadi Foeng, dan alumni program doktor Prof Firmanto Laksana.

Baca juga : Kolaborasi Mendunia Kunci Krusial untuk Dunia Pendidikan

Menurut Prof Gayus, sebagai lembaga yang sifatnya pengabdian kepada masyarakat, yayasan merupakan lembaga bisnis nirlaba. 

Cek Artikel:  Kolaborasi YKAN dan Masyarakat Lelahl untuk Keberlanjutan Ekosistem Laut Papua Barat

“Ini harus dipahami oleh masyarakat bahwa yayasan menyelenggarakan kegiatan tidak berfokus mencari untung. Yayasan yang bergerak di bidang pendidikan seperti Yayasan Unkris bisa menghasilkan produk berupa alumni-almuni yang berkualitas,” kata Prof Gayus.

Ia mengakui, pada praktiknya, hampir semua yayasan pendidikan pernah mengalami kegoncangan. Ini terkait dengan banyaknya persaingan-persaingan di dalam tubuh yayasan itu sendiri. 

Baca juga : Bonus Demografi, STIE Arlindo Siap Hasilkan Lulusan Siap Kerja

“Tetapi sejauh secara akademik baik-baik saja, tidak apa, fine. Justeru persaingan-persaingan itu bisa saling membangun. Pro kontra selalu ada tetapi tujuannya sama,” lanjut Prof Gayus.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Yayasan Unkris Amir Karyatin menyampaikan bahwa Unkris didirikan pada 1952 oleh 12 tokoh, yang dua diantaranya adalah menteri. 

Ke-12 tokoh tersebut mewakili banyak suku di Indonesia, sehingga banyak yang menyebut sebagai miniatur Indonesia.

Cek Artikel:  10 Hobi yang Pandai Dilakukan untuk Usia 40 Mengertin ke Atas

Baca juga : Berjumpa IKA UPH, Dubes India Siap Kerja Sama Pendidikan dan Kepemudaan

“Kalau kemudian Unkris banyak melahirkan pejabat menteri atau pejabat public lainnya, memang sejarahnya dari dulu seperti itu,” jelas Amir.

Ia memastikan keberadaan Yayasan adalah untuk mendukung operasional universitas. Dukungan tersebut tidak sekadar membangun kampus dan melengkapi sarana parasarana, tetapi juga membuat sejumlah terobosan seperti kerja sama minimarket, pembangunan klinik kesehatan, gedung pertemuan atau pendopo dan lainnya. 

“Sekaliannya itu kami bangun untuk mendukung mindset sivitas akademika untuk jadi entrepreneur yang dikemas dalam bentuk yang produktif dan inovatif,” katanya.

Baca juga : Majukan Program Keguruan dengan Perkembangan Teknologi Pendidikan

Dalam kegiatan stadium generale tersebut, Prof Gayus membawakan makalah berjudul Keraguan yang Masuk Pikiran versus Kagak Masuk Pikiran yang diambil dari tulisan David B Allison, Gregory Pavela, Ivan Oransky berjudul Reasonable Lawan Unreasonable Doubt yang merupakan ilmu baru dalam bidang keilmuan yang muncul dan diakui oleh kelompok akademisi pada abad ke-17. Keraguan timbul karena merupakan sifat manusia yang melingkupi kehidupan manusia. 

Cek Artikel:  GP Ansor Dorong PPI Kampanyekan Pancasila dalam Simposium Dunia di Budapest

Menurut Prof Gayus, masih sangat langka orang membahas tentang ‘keraguan’. Padahal ‘keraguan’ itu bisa saja timbul dalam kehidupan kita sehari-hari, termasuk dalam proses pengelolaan Unkris. 

Dalam kesempatan tersebut Prof Gayus Lumbuun menantang para mahasiwa bahwa pembahasan mengenai ‘keraguan’ merupakan tawaran keilmuan yang masih sangat langka yang disampaikan melalui Studium Generale ini. 

Sementara itu, Donny Cahyadi Foeng dan Prof Firmanto Laksana yang hadir sebagai alumni program Doktor Unkris lebih banyak menyampaikan testimoni bagaimana selama kuliah di Unkris dan kenggulan-keunggulan yang dimiliki Unkris yang dapat dijadikan sebagai dasar bagi Unkris menuju Perguruan Tinggi Unggul.

Mereka juga diharapkan menjadi motivasi dan panutan bagi mahasiswa Unkris untuk terus belajar guna meraih kemajuan dan kesuksesan. (Z-1)

Mungkin Anda Menyukai