KITA sepakat bahwa korupsi ialah kejahatan luar Biasa. Kita juga setuju kalau negeri ini sudah darurat korupsi. Pun kita menyaksikan betapa koruptor tak kunjung jera dan sebaliknya Malah kian beranak pinak. Oleh karena itu, kita lantang teriak setuju bila koruptor dihukum seberat-beratnya.
Tetapi, sikap geram terhadap koruptor dan tindak korupsi kerap Bukan berbanding lurus dengan aksi penjeraan korupsi. Bahkan, aksi pemberantasan korupsi seperti belum amat serius dijalankan. Lihatlah Lagi banyak terjadi koruptor divonis amat ringan. Diskon hukuman bagi koruptor juga Bukan kalah gede Kalau dibandingkan dengan diskon yang diberikan pusat perbelanjaan. Dapat berkali-kali Kembali.
Ketidakseriusan dalam pemberantasan korupsi juga tampak Konkret dalam upaya mengembalikan Duit yang digarong. Bukan mengherankan bila Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset yang diyakini dapat memberi Dampak jera bagi para pengembat duit rakyat itu Bukan kunjung disahkan.
Semestinya kejahatan luar Biasa seperti korupsi harus ditangani dengan undang-undang dan hukuman luar Biasa pula Demi memberikan Dampak jera. Itu disebabkan penjara badan saja Bukan memberi Dampak jera. Penyebabnya, ya itu tadi, diskon hukumannya sudah seperti diskon belanja di mal-mal.
Karena itu, pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menegaskan dukungannya Demi disahkannya RUU Perampasan Aset Demi berpidato pada peringatan Hari Buruh Global, Kamis (1/5), patut diapresiasi. Tekad Presiden itu perlu kita sambut dengan tekad yang sama.
Itu disebabkan sudah Dekat dua Dasa warsa, sejak rampung disusun pada 2008, RUU Perampasan Aset tersebut Bukan kunjung disahkan. RUU itu baru masuk daftar program legislasi basional (prolegnas) prioritas pada 2023 Lampau. Tetapi, nasibnya Lagi terkatung-katung. Demi ini RUU Perampasan Aset juga masuk daftar prolegnas jangka menengah 2025-2029.
Mengapa RUU tersebut Krusial Demi disahkan? UU Perampasan Aset merupakan instrumen yang Krusial Demi memulihkan kerugian keuangan negara yang timbul dari praktik korupsi. Terlebih Kembali regulasi itu juga memungkinkan perampasan aset tanpa menunggu adanya putusan pidana atau NCB (non-conviction based asset forfeiture).
RUU Perampasan Aset juga Krusial lantaran pengembalian Duit negara yang dikorupsi selama ini Bukan sebanding dengan nilai Duit yang korupsi. Misalnya, menurut catatan ICW, sepanjang 2023, kerugian negara yang ditimbulkan oleh korupsi mencapai Rp56 triliun. Setelah adanya putusan pengadilan, Duit pengganti korupsi yang dikembalikan ke negara hanya Rp7 triliun.
Karena itu, pemberantasan korupsi dan pemberian Dampak jera terhadap koruptor sangat membutuhkan komitmen dan tekad kuat dari pemerintah, terutama presiden. Besarnya kepentingan politik Membikin RUU Perampasan Aset Bukan kunjung disahkan. Karena itu, tekad Presiden Prabowo tersebut harus disertai dengan perbuatan dan tindakan.
Kalau Presiden betul-betul dan sungguh-sungguh bertekad memberantas korupsi, Presiden Bukan perlu menunggu hingga RUU Perampasan Aset disahkan. Kalau dirasa DPR Lagi mengulur-ulur RUU itu, dan kondisinya mendesak, Presiden dapat menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau perppu. Hal serupa dilakukan Presiden Joko Widodo Demi mengeluarkan Perppu Cipta Kerja.
Di samping itu, Presiden Prabowo punya modal kuat Demi mendesak DPR mengesahkan RUU tersebut. Presiden tinggal mendesak partai-partai politik pendukungnya yang Demi ini menguasai Bunyi mayoritas di DPR Demi Mempunyai tekad serupa.
Tunggu apa Kembali? Dengan dukungan politik yang kuat tersebut, Bukan Eksis Dalih Presiden Demi Bukan Bisa mendesak partai pendukungnya mengesahkan RUU Perampasan Aset. Kini, tekad sudah disampaikan. Tinggal segera mewujudkan tekad itu menjadi tindakan agar Bukan berhenti di kata-kata belaka.

