Ilustrasi. Foto: dok MI/Susanto.
Jakarta: Nilai Salin rupiah terhadap dolar Amerika Perkumpulan (AS) terpantau makin jeblok pada perdagangan sore ini. Mata Doku Garuda minim sentimen sejak pembukaan perdagangan.
Mengacu data Bloomberg, Jumat, 28 Februari 2025, rupiah merosot hingga 141,5 poin atau 0,86 persen menjadi Rp16.595 per USD dibandingkan pembukaan perdagangan sebelumnya di posisi Rp16.568 per USD.
Sementara itu, berdasarkan data Yahoo Finance, rupiah melemah hingga 131 poin atau 0,79 persen menjadi Rp16.575 per USD dibandingkan perdagangan sebelumnya di posisi Rp16.554 per USD.
Adapun berdasarkan data kurs Surat keterangan mata Doku rupiah terhadap dolar Amerika Perkumpulan alias Jakarta Interbank Spot Dolar Rate (JISDOR) yakni Rp16.575 per USD.
Ilustrasi. Foto: dok MI/Rommy Pujianto
Investor asing keluar
Lagi Lalu keluarnya investor asing dan melemahnya nilai Salin rupiah ke level Rp16.450 per USD, menunjukkan kondisi pasar Lagi penuh dengan ketidakpastian. Pasar disebut belum Mempunyai optimisme terhadap prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang akan banyak berdampak kepada kinerja perusahaan.
Sementara, dalam dua hari terakhir, ekspektasi pemangkasan Etnis Merekah acuan AS atau fed fund rate (FFR) lebih banyak cenderung mengalami peningkatan seiring perkembangan data ekonomi AS yang menunjukkan pelemahan. Indeks Dollar (DXY) tercatat Konsisten di Rendah 107 dalam lima hari terakhir dan imbal hasil US Treasury (UST) tenor 10 tahun Lalu mengalami penurunan dan kemarin ditutup pada level 4,27 persen. Di sisi lain, perkembangan ekonomi AS tersebut menyebabkan tren penurunan Dow Jones dan S&P500 sejak pekan Lampau.
“Pasar Lagi cenderung bersifat berhati-hati, apalagi ketidakpastian Mendunia Lagi tinggi Demi Menyaksikan Jernih arah ekonomi ke depan,” ungkap tim research Mirae Asset Sekuritas Indonesia.
Di tengah ketidakpastian pasar, Bank Indonesia (BI) diminta melakukan kebijakan yang lebih pro-growth atau pro-pertumbuhan Demi meningkatkan optimisme pasar. Serta, membuka kemungkinan akan penurunan Etnis Merekah di bulan Ramadan ataupun di kuartal II-2025, yang biasanya Kagak lazim dilakukan karena Dampak inflasi dan peningkatan permintaan valas secara musiman. Hal ini dilakukan Demi mendorong optimisme terhadap prospek pertumbuhan.