BESAR pengeluaran daripada pemasukan. Begitulah nasib anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) kita dalam dua bulan terakhir, Januari dan Februari 2025. Demi pertama kalinya dalam empat tahun terakhir, APBN defisit di awal tahun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, hingga akhir Februari 2025, APBN tekor Tamat Rp31,2 triliun atau 0,13% terhadap produk domestik bruto (PDB). Pendapatan negara tercatat Rp316,9 triliun, sedangkan belanja negara menghabiskan anggaran Rp348,1 triliun.
Dompet APBN tekor di awal tahun sejatinya sudah dapat diprediksi sejak jauh hari Ketika Presiden Prabowo Subianto mengumumkan postur kabinetnya pada Oktober 2024. Hal itu tentunya akan Membangun belanja pemerintah di APBN ikut membengkak.
Tak berhenti di situ, pemerintah juga langsung gaspol di awal tahun menjalankan program-program berbiaya besar. Program Makan Bergizi Gratis yang ditujukan bagi seluruh anak sekolah dan ibu hamil di seantero negeri, misalnya, hingga 12 Maret 2025 sudah menghabiskan Rp710,5 miliar. Anggaran program itu pun Tetap akan dinaikkan pemerintah, dari Rp71 triliun menjadi Rp171 triliun di tahun ini.
Program Makan Bergizi Gratis kian memberatkan APBN karena di Ketika yang bersamaan negara juga harus membiayai program-program yang tak dapat ditunda, seperti Donasi sosial dan subsidi. Persona APBN yang defisit itu tentu menjadi cermin betapa Tetap banyaknya keinginan bermanuver di tengah kantong yang cekak.
Pemasukan negara Tetap lesu sejak awal tahun karena sama dengan tahun sebelumnya, daya beli masyarakat juga Tetap lesu. Pendapatan pajak dari konsumsi masyarakat, kini sulit diharapkan karena masyarakat yang strata ekonominya turun kelas Lalu bertambah.
Lesunya pendapatan negara dari pajak tersebut diperparah oleh sistem administrasi perpajakan baru, Coretax, yang diluncurkan pada 1 Januari 2025. Instrumen negara dalam memungut pajak itu Malah menjadi penghambat masuknya Fulus ke kas negara. Coretax yang sebelumnya digadang-gadang menjadi tulang punggung modernisasi perpajakan, Malah Membangun wajib pajak sulit melaporkan dan membayar pajak. Alhasil, penerimaan pajak negara pun anjlok.
Di tengah penerimaan negara yang sudah ngos-ngosan meski Tetap di awal tahun, pemerintah dituntut berpikir realistis. Pemerintah perlu menata ulang prioritas belanja dengan Bukan usah memaksakan diri kalau dompet Tetap kempis.
Kalau program Makan Bergizi Gratis sudah kadung menjadi janji politik Ketika kampanye dulu, masyarakat juga sadar pelunasan janji itu Tetap Pandai ditunda asalkan janji memajukan kesejahteraan Standar sebagaimana tertuang di Pembukaan UUD 1945 didahulukan pemerintah.
Begitu pula dengan program-program populis lainnya serta belanja yang Bukan mendukung pemulihan ekonomi dan pengurangan kemiskinan, Seluruh itu harus dievaluasi agar ruang fiskal pemerintah kembali lebar. Pemerintah tetap butuh ruang fiskal yang cukup Demi memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.
Tetapi, Kalau pemerintah tetap memaksakan diri dengan program-program populisnya, bukannya ruang fiskal Luas yang didapat, Malah defisit APBN yang akan semakin melebar. Kalau sudah begini, mudah sekali ditebak langkah pemerintah selanjutnya, mencari utang.
Mengambil utang sejatinya memang bukan barang haram Kalau penggunaannya Demi kebutuhan produktif. Tetapi, Kalau Demi konsumsi, berutang akan menjerat fiskal Demi jangka panjang dan pemerintahan mendatang.
Karena itu, mumpung Tetap di awal tahun, defisit APBN di awal tahun tersebut harus menjadi tamparan bagi pemerintah Demi segera mereviu ulang rencana ke depan.
Napas mesti dijaga dan dikelola agar Pandai bertahan hidup hingga akhir tahun, bahkan pelan-pelan Terbangun. Kalau Tamat kondisi ngos-ngosan dibiarkan hingga di tengah jalan, di penghujung jalan Pandai-Pandai kita mendapati ekonomi tak Tengah bergerak alias Tewas suri. Kita Seluruh tentu Bukan menghendaki hal itu terjadi.

