Waspada Gelombang Hoaks


ANCAMAN serangan hoaks menjelang Pemilu 2024 sudah diperingatkan banyak pihak sejak Mei Lampau. Indikasinya memang Bukan remeh. Dari awal 2023 hingga Maret, Presidium Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) mencatat kenaikan jumlah hoaks politik Apabila dibandingkan dengan tahun Lampau. Persentase kenaikan mencapai 24% dengan adanya 664 hoaks pada triwulan pertama 2023.

Tetapi, di permukaan, kenaikan hoaks pemilu Dapat saja Bukan terasa. Hal itu pula yang tampaknya Membikin Menko Polhukam Mahfud MD menilai situasi menjelang Pemilu 2024 cenderung lebih Terjamin dan kondusif Apabila dibandingkan dengan Pemilu 2019.

Dari kacamata Mahfud, Pemilu 2019 sudah panas dengan isu SARA dan politik identitas sejak tiga tahun sebelumnya. Sementara itu, menjelang delapan bulan Pemilu 2024 ini, dua isu tersebut cenderung Bukan mencuat.

Situasi sosial yang Terjamin dan kondusif memang kita harapkan. Tetapi, jangan pula hal itu Membikin terlena. Apabila berkaca dari ancaman-ancaman hoaks jelang pemilu yang juga terjadi di luar negeri, dunia sesungguhnya menghadapi ancaman baru. Ahli di Amerika Perkumpulan telah memperingatkan Dampak teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang Membikin hoaks kian licin dan Serbuk-Serbuk.

Cek Artikel:  Sengkarut Sokongan Mahasiswa Jakarta

Salah satu bentuk teknologi AI yang paling dikhawatirkan para Ahli keamanan siber ialah deepfake Berkualitas yang menghasilkan impersonasi audio maupun visual. Dengan AI pula, penyebaran deepfake itu Dapat langsung kepada jalur komunikasi pribadi, Berkualitas e-mail maupun telepon.

Dapat dibayangkan Ketika pemilih dihubungi dengan deepfake yang mengamuflase menjadi figur Krusial atau figur mana pun yang dipercaya pemilih tersebut, pesan apa pun yang disampaikan Dapat diterima sebagai kebenaran.

Celakanya, distribusi hoaks dengan Langkah itulah yang sangat sulit diantisipasi. Di ‘Negeri Om Sam’ pun hanya lembaga tertentu yang telah Mempunyai teknologi deteksi Segera AI multiplatform. Ancaman itu Jernih harus juga diwaspadai di Tanah Air Asal Mula penggunaan deepfake sekarang ini mulai Terkenal, bahkan menjadi hiburan masyarakat.

Cek Artikel:  Menanti Pembuktian, bukan Keluhan

Kita mendorong agar tiga mekanisme memerangi hoaks yang telah dijalankan pemerintah sejak 2020 semakin ditingkatkan dan disempurnakan. Selama ini, selain preventif lewat edukasi, Kemenkominfo juga menjalankan dua strategi korektif, yakni penegakan hukum Serempak Polri dan patrol siber 24 jam menggunakan kecerdasan buatan (AI). Hingga Januari 2023, patrol siber itu telah menangani 1.321 hoaks politik.

Ketika ancaman deepfake dapat menyelinap ke saluran personal, strategi edukasi akan menjadi tonggak dalam melawan hoaks. Masyarakat harus semakin diberdayakan menjadi filter terdepan dalam menyaring informasi.

Bahkan, masyarakat juga harus didorong berani melaporkan indikasi hoaks. Tentu saja, peran aktif itu harus didukung dengan akses pelaporan yang semakin dimudahkan pemerintah. Berikutnya, tentu saja penegakan hukum sesuai dengan UU 19/ 2016 tentang Perubahan atas UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik harus ditegakkan.

Cek Artikel:  Utopia Angkatan Siber

Sesuai Pasal 45 ayat (3) UU ITE 2016 disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau Membikin dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau Arsip elektronik yang Mempunyai muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama Berkualitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lelet 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta.

Pasal itu harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Terlebih kepada para peserta pemilu, berikut lembaga konsultan dan buzzer mereka yang menghalalkan Langkah-Langkah kotor, pidana terberat harus menjadi ganjaran.

Mungkin Anda Menyukai