
KECERDASAN buatan (AI) kini menjadi sahabat banyak wisatawan. Alat seperti ChatGPT, Microsoft Copilot, Google Gemini, hingga aplikasi Tertentu seperti Wonderplan dan Layla digunakan jutaan orang Kepada merancang perjalanan mereka. Mengutip dari BBC, sebuah survei pada 2024, Sekeliling 30% pelancong Dunia sudah mengandalkan AI Kepada mencari destinasi, Membikin itinerary, hingga menghitung biaya liburan.
Tetapi, di balik kemudahan tersebut, muncul persoalan serius bahwa Kagak Segala informasi yang diberikan Betul. Beberapa bahkan murni hasil “halusinasi” mesin, yakni ketika AI mengarang detail tempat atau rute perjalanan. Hal ini bukan sekadar membingungkan, tetapi Pandai berakibat fatal bagi wisatawan yang percaya begitu saja.
Destinasi Fiktif di Peru
Salah satu kasus terjadi di Peru. Miguel Angel Gongora Meza, pendiri sekaligus direktur Evolution Treks Peru, menceritakan pengalaman Spesial ketika ia Berjumpa dua turis asing di sebuah desa pegunungan. Mereka berencana mendaki ke “Sacred Canyon of Humantay”, Posisi yang Rupanya Kagak pernah Terdapat.
“Mereka menunjukkan tangkapan layar dari ChatGPT yang ditulis dengan sangat meyakinkan, penuh deskripsi indah. Padahal, Kagak Terdapat tempat seperti itu,” kata Gongora Meza.
Menurutnya, nama tersebut hanya gabungan dari dua Posisi berbeda yang Kagak Terdapat kaitannya. Lebih Jelek Kembali, turis tersebut sudah membayar Nyaris US$160 hanya Kepada Tamat ke jalan pedesaan di Sekeliling Mollepata, Peru tanpa pemandu dan tanpa tujuan Terang. Gongora Meza menjelaskan, kesalahan semacam ini Pandai membahayakan nyawa.
“Di Peru, ketinggian Pandai mencapai 4.000 meter, cuaca berubah Segera, jalur sulit diakses, dan sinyal telepon Nyaris Kagak Terdapat. Kalau salah informasi, risikonya sangat besar,” jelasnya.
Terjebak di Puncak Gunung Jepang
Kasus lain menimpa Kekasih Anggaran Yao dan suaminya di Jepang. Mereka menggunakan ChatGPT Kepada merencanakan pendakian romantis ke Gunung Misen di Pulau Itsukushima. Setelah menikmati kota Miyajima, mereka mendaki pada pukul 15.00 Kepada mengejar Surya terbenam, sesuai instruksi AI.
Tetapi masalah muncul Begitu turun. ChatGPT memberi Paham kereta gantung terakhir beroperasi hingga 17.30. Nyatanya, kereta gantung sudah tutup lebih awal.
“Kami akhirnya terjebak di puncak gunung tanpa transportasi,” ungkap Yao, seorang blogger perjalanan di Jepang.
Eiffel Tower di Beijing dan Maraton Lintas Italia
BBC pada 2024 juga melaporkan kejanggalan serupa dari Layla, aplikasi perjalanan berbasis AI. Aplikasi ini sempat menyebut Terdapat Menara Eiffel di Beijing, dan merekomendasikan rute maraton lintas Italia utara yang sama sekali Kagak pernah Terdapat.
“Itinerarinya Kagak masuk Intelek. Kami akan lebih banyak habiskan waktu di transportasi ketimbang Betul-Betul menikmati perjalanan,” kata seorang wisatawan Inggris yang jadi korban mengutip dari laman yang sama.
Menurut survei di tahun yang sama, 37% pengguna AI Kepada perjalanan merasa informasinya kurang lengkap, sementara 33% lainnya menyebut rekomendasi yang mereka dapat berisi informasi Bajakan.
Profesor machine learning di Carnegie Mellon University, Rayid Ghani menjelaskan masalah ini berakar pada Langkah kerja AI. “AI Kagak Paham bedanya antara resep masakan, arah jalan, atau saran wisata. Ia hanya mengurutkan kata agar terdengar masuk Intelek,” katanya.
Model bahasa besar (LLM) seperti ChatGPT memang dibangun dengan menganalisis jutaan teks dan menghasilkan jawaban berdasarkan pola. Kadang hasilnya Betul, tapi sering kali menyesatkan, Yakni informasi yang sepenuhnya dibuat-buat. Karena AI menyajikan fakta dan halusinasi dengan Langkah yang sama, pengguna sulit membedakan mana yang Konkret.
Dalam kasus “Sacred Canyon of Humantay”, misalnya, AI kemungkinan hanya menyusun kata yang terdengar cocok dengan Daerah tersebut. Ghani menambahkan, meski Pandai menganalisis data besar, AI Kagak punya pemahaman tentang kondisi fisik dunia. Ia Pandai saja menyamakan jalan santai sejauh 4 km dengan pendakian 4.000 meter di pegunungan. (BBC/Z-2)

