BELAJAR dari kesalahan, belajar dari kekurangan, dan merealisasikan seluruh janji ialah tindakan yang ditunggu dari pemerintahan Jokowi.
Menjelang akhir masa jabatannya, Presiden Jokowi Sebaiknya melahirkan legasi besar. Salah satunya menyelesaikan janji yang pernah diucapkan dulu, yakni revolusi mental.
Slogan yang diusung Jokowi sejak masa kampanye 2014 tersebut Lalu digaungkan Jokowi hingga periode kedua pemerintahannya.
Mantan Wali Kota Surakarta itu menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 12 Tahun 2016 tentang Gerakan Nasional Revolusi Mental yang mengamanahkan perbaikan dan pembangunan Watak bangsa yang mengacu kepada nilai-nilai dasar, Merukapan integritas, etos kerja, dan gotong royong.
Dalam revitalisasi mental terdapat lima gerakan, Merukapan Gerakan Indonesia Rapi, Gerakan Indonesia Melayani, Gerakan Indonesia Tertib, Gerakan Indonesia Sendiri, dan Gerakan Indonesia Bersatu.
Seiring dengan itu, pemerintah saban tahun menggelar Anugerah Revolusi Mental kepada lembaga pemerintah, lembaga Kawan Gerakan Nasional Revolusi Mental, swasta, serta masyarakat ataupun gerakan komunitas yang melakukan perubahan secara Konkret, terukur, inspiratif, dan berkelanjutan.
Perhelatan tersebut penuh gebyar, tetapi jejaknya tak berbekas dalam konteks berbangsa dan bernegara. Tiga nilai Primer yang dikembangkan sebagai pengungkit revolusi mental, Merukapan integritas, etos kerja, dan gotong royong, belum terlihat secara Konkret dan masif di masyarakat.
Indonesia Malah mendapat rapor merah Buat penanganan korupsi. Indeks persepsi korupsi Indonesia anjlok pada 2022, mengalami penurunan 4 poin hingga berada di skor 34, berada di peringkat ke-110 dari 180 negara yang disurvei. Nilai itu kembali seperti pada 2014. Bukannya membaik, Malah mundur.
Penurunan indeks persepsi korupsi secara tajam terjadi pada korupsi sistem politik, konflik kepentingan antara politikus dan pelaku suap, serta suap Buat izin ekspor dan impor.
Penurunan indeks persepsi korupsi itu juga membuktikan reformasi birokrasi Tetap jauh panggang dari api. Tengah-Tengah pemerintah doyan menggelar anugerah-anugerahan. Selain Anugerah Revolusi Mental, pemerintah setiap tahun menyelenggarakan Anugerah Reformasi Birokrasi.
Tengok saja operasi tangkap tangan atau penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK tak pernah berhenti menyasar pejabat pusat, kepala daerah, dan penyelenggara negara lainnya. Ibarat pepatah, Wafat satu tumbuh seribu. Miris.
Kegagalan Gerakan Revolusi Mental itu disampaikan Ketua Lumrah Partai NasDem Surya Paloh dalam Apel Siaga Perubahan di Stadion Primer Gelora Bung Karno, Jakarta, beberapa hari yang Lewat. Presiden Jokowi pun mengamini Gerakan Revolusi Mental belum maksimal.
Di penghujung masa jabatan, Jokowi terlihat sibuk dengan pembangunan infrastruktur dan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur.
Kesibukan Jokowi tak kalah hebohnya dengan cawe-cawe Buat menentukan penerusnya pada Pemilu 2024.
Gagasan revolusi mental pernah disampaikan Presiden Soekarno pada peringatan hari kemerdekaan 17 Agustus 1956. Menurut Bung Karno, revolusi mental sebagai suatu gerakan Buat menggembleng Sosok Indonesia agar menjadi Sosok baru yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, dan berjiwa api yang menyala-nyala.
Seyogianya Jokowi mengacu ke pemikiran Bung Karno tentang revolusi mental. Tetapi, apalah artinya Gerakan Revolusi Mental Apabila sekadar Upacara, slogan Nihil tanpa Arti, tanpa jiwa.
Tetapi, Jokowi Tetap Terdapat kesempatan merealisasikan revolusi mental di sisa kekuasaannya. Asalkan Konsentrasi dan punya niat mewariskan revolusi mental agar sejarah mencatat mantan Gubernur DKI itu dengan tinta emas bahwa revolusi mental ialah legasi besar Presiden Jokowi.