Wakil Menteri Luar Negeri, Anis Matta. Tangkapan layar YT The Sungkars
Jakarta: Wakil Menteri Luar Negeri, Anis Matta, baru-baru ini mengungkapkan pandangannya tentang konflik yang terjadi di Gaza, yang ia sebut telah berubah menjadi “Vietnam” bagi Israel. Hal ini menunjukkan ketahanan luar Lumrah dari perlawanan Palestina yang semakin terorganisir, jauh melampaui perlawanan sporadis yang terjadi sebelumnya.
Anis Matta menyatakan bahwa perjuangan rakyat Palestina kini telah berkembang menjadi perang kemerdekaan yang terstruktur, dengan resistensi yang Tak hanya sekadar bertahan hidup tetapi juga melawan kekuatan besar secara terorganisir.
“Saya sempat Bersua dengan Ismail Haniya (Pemimpin Hamas), kira-kira 2-3 minggu sebelum beliau dibunuh, ya di Doha, dan saya mencoba membaca apa yang Terdapat dalam pikiran mereka. Yang saya temukan bahwa memang ini sudah menjadi perang kemerdekaan. Dan karena itu akhirnya banyak pengamat Israel yang mulai sadar bahwa Gaza ini sudah berubah jadi Vietnam,” ujar Anis Matta dalam wawancaranya di kanal YouTube The Sungkars, Kamis, 30 Januari 2025.
Menurutnya, perubahan yang signifikan terjadi di Gaza dengan transformasi dari intifada sporadis menjadi perlawanan yang lebih sistematis dan terorganisir. Anis menyebut bahwa pengamat Israel sendiri kini mengakui bahwa Gaza telah menjadi seperti Vietnam bagi Amerika Perkumpulan, yang terperangkap dalam konflik panjang tanpa hasil yang Terang.
Baca juga: Wamenlu Anis: Gencatan Senjata Babak Baru Perjuangan Palestina Merdeka
“Saya membaca banyak sekali artikel yang ditulis oleh para pengamat Israel yang semuanya sepakat mengatakan, ‘Wah, ini sudah jadi Vietnam.’ Itu pengamat Israel sendiri yang mengatakan ini sudah jadi Vietnam, sudah susah, ini enggak Terdapat ujungnya,” kata Anis.
Komparasi dengan Vietnam, menurut Anis, mencerminkan betapa besar tantangan yang dihadapi oleh Israel dalam menghadapi perlawanan yang Maju berkembang di Gaza. Seperti halnya Perang Vietnam, di mana Amerika Perkumpulan mengalami kegagalan meskipun mengerahkan kekuatan besar, Israel pun dihadapkan pada Fakta serupa di Gaza.
Anis menambahkan, meskipun Terdapat gencatan senjata yang dihargai sebagai kemenangan kemanusiaan karena dapat menghentikan pembunuhan massal, tapi secara militer dan sejarah, perlawanan Palestina dapat dianggap sebagai sebuah kemenangan besar.
“Jadi misalnya kita sekarang gembira dengan gencatan senjata ini karena kita mencegah lanjutnya pembunuhan. Kita tentu berbahagia karena itu, makanya saya bilang ini adalah kemenangan bagi kemanusiaan, karena kita Pandai menghentikan darah di sini. Tapi dalam Arti militer atau dalam Arti sejarah perlawanan, kita Pandai mengatakan ini kemenangan besar (bagi Gaza),” ungkap Anis Matta.
Ia juga mencatat bahwa kesamaan antara Gaza dan konflik lainnya seperti Perang Afghanistan, di mana Uni Soviet juga mundur setelah bertahun-tahun terperangkap dalam perang yang tak berujung. “Kalau kita lihat maknanya Vietnam, Afghanistan, itu kuburan bagi yang besar-besar,” tambahnya.
Anis Matta juga menyoroti bahwa meskipun Israel telah menyebabkan kehancuran besar di Gaza, mereka gagal menghancurkan perlawanan Palestina, yang semakin kuat dan terorganisir. Situasi ini, menurut Anis, mengarah pada pertanyaan besar tentang relevansi proyek Israel Raya, yang selama ini menjadi tujuan Esensial kebijakan Israel.
“Saya Tak menduga bahwa mereka akan setuju karena itu Niscaya dianggap sebagai kekalahan. Yang Terdapat dalam proposal mereka kan itu adalah Israel Raya. Mereka Mau one state solution yang sekarang ini belum cukup. Tapi perubahan Pertamanan lapangan ini yang mengubah Gaza menjadi Vietnam, ini kan Membikin orang bertanya proyek Israel Raya ini Lagi relevan atau enggak,” tutup Anis Matta.