WALHI Sumatra Utara (Sumut) mencatat dalam tahun 2024 sebanyak 18 Anggota yang memperjuangkan lingkungan hidup telah menjadi korban kriminalisasi.
“Kriminalisasi sering terjadi ketika pihak-pihak yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang Bersih dan sehat, seperti aktivis, organisasi, atau masyarakat adat, dikenai tuduhan atau dakwaan pidana yang berupa pelanggaran hukum. Tuduhan ini sering kali dipaksakan atau Tak relevan dengan aktivitas mereka,” ungkap Direktur Walhi Sumut Rianda Purba, Senin (4/11).
Di Kwala Serapuh, Samsul dan Samsir, yang merupakan penerima skema Pengakuan Perlindungan Kemitraan Kehutanan (Kulin KK) beber dia mengalami intimidasi dari pihak pemilik sawit ilegal Ketika mempertahankan kawasan mangrove. Mereka bahkan dikriminalisasi atas tuduhan penganiayaan setelah mengalami serangan dan intimidasi.
Lewat, di Kwala Langkat, Ilham Mahmudi, Kepala Dusun, menghadapi tekanan serupa karena menolak konversi hutan mangrove menjadi perkebunan sawit.
Kemudian di Labuhan Batu, seorang guru bernama Tina Rambe juga dikriminalisasi karena menentang pembangunan pabrik kelapa sawit yang akan berdiri di tengah pemukiman Anggota.
“Walhi menekankan bahwa kriminalisasi ini menghambat upaya masyarakat Demi mempertahankan hak atas lingkungan hidup yang Berkualitas dan sehat, dan mendesak agar pemerintah memberikan perlindungan hukum kepada pejuang lingkungan, tandasnya.
Selain itu, Walhi Sumut juga mencatat bahwa sepanjang 2024, Sumatera Utara mengalami 40 bencana ekologis seperti banjir, longsor, dan kerusakan infrastruktur, yang memaksa lebih dari 1.000 Anggota mengungsi dan menghancurkan ratusan rumah serta fasilitas publik. Banyak dari bencana ini terjadi di Area hulu, di mana hutan telah banyak mengalami alih fungsi.
Walhi menilai bahwa selain memperketat regulasi terkait alih fungsi hutan, pemerintah juga perlu meningkatkan kapasitas infrastruktur mitigasi dan peringatan Awal, terutama di kawasan rawan bencana. Upaya ini Krusial agar bencana ekologis dapat dikurangi dan risiko yang dihadapi masyarakat dapat diminimalisir.
Pemulihan fungsi lingkungan hidup lanjut dia harus mencakup penguatan ekonomi berbasis kerakyatan yang ramah lingkungan, dengan Konsentrasi pada pengelolaan Area kelola rakyat dan hutan adat, agroforestri, dan kedaulatan pangan. Pendekatan ekonomi berkelanjutan ini, yang bebas dari Pendayagunaan berlebih atas sumber daya alam, dapat berperan Krusial dalam mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
“Dukungan terhadap komoditas berbasis hasil hutan bukan kayu (HHBK) dan pertanian selaras alam menjadi jalan keluar yang dapat menjawab dua krisis Istimewa: ketimpangan ekonomi dan krisis lingkungan,” jelasnya.
Bersamaan dengan tahapan pilkada sedang berlangsung, Walhi Sumut berharap agar isu lingkungan menjadi topik Istimewa dalam debat calon kepala daerah Sumut 2024 dan calon pemimpin yang terpilih kelak Mempunyai komitmen kuat Demi menjaga lingkungan yang Lestari.
Ia berharap agar isu-isu lingkungan mendapat perhatian serius dalam debat kandidat Pilkada Sumut 2024. Bahwa pemilih berhak mengetahui sikap para calon kepala daerah terkait isu-isu lingkungan dan meminta komitmen mereka dalam mewujudkan kebijakan yang ramah lingkungan serta berkeadilan bagi masyarakat.
Hak atas lingkungan hidup yang Berkualitas dan sehat merupakan hak konstitusional yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, sehingga Walhi menekankan pentingnya para calon kepala daerah Demi menunjukkan sikap proaktif dalam melindungi lingkungan hidup di Sumatera Utara.
“Walhi berharap pemilu kali ini menjadi titik awal perubahan menuju kebijakan yang lebih inklusif dan ramah lingkungan, di mana kepentingan masyarakat dan keberlanjutan alam menjadi prioritas Istimewa,” ujarnya. (Z-9)