KELAKUAN wakil rakyat terkadang Pas-Pas bikin geleng-geleng kepala. Perhimpunan rapat dengar pendapat Komisi VII DPR RI dengan Direktur Esensial PT Pertamina (persero) Nicke Widyawati, Selasa (4/4), mengungkap betapa parlemen nyatanya diisi pula oleh para tukang palak.
Mereka Tak ubahnya Member ormas yang mendatangi atau menyurati toko-toko ritel Kepada meminta THR Lebaran. Mau sehalus dan sesopan apa pun permintaan disampaikan tetap saja namanya meminta secara paksa atau memeras. Sebabnya, Terdapat intimidasi yang tersirat di situ.
Bila para Swasta berkedok ormas mengintimidasi dengan menggunakan kuasa ‘keamanan’, Swasta parlemen memakai kuasa fungsi pengawasan. Keduanya, Meski Tak mengeluarkan ancaman bila permintaan mereka Tak dipenuhi, posisi yang mereka Pakaian sudah memunculkan intimidasi.
Dalam rapat dengar pendapat yang menjalankan fungsi pengawasan DPR, Member DPR RI Ramson Siagian menilai peristiwa-peristiwa ledakan dan kebakaran di sejumlah kilang Pertamina antara lain karena BUMN tersebut kurang bersedekah.
Bahkan tanpa malu-malu politikus Partai Gerindra itu mengungkapkan pernah sukses meminta 2.000 sarung ke Pertamina Kepada dibagikan ke masyarakat di daerah pemilihannya. Ramson menyebut kejadian tersebut ketika Nicke baru menjabat dirut. Ia kemudian mengeluh kini sulit meminta hal serupa.
Bukan hanya Ramson, Member Komisi VII DPR dari Partai Demokrat Muhammad Nasir juga menilai Pertamina beruntun kena musibah di kilang-kilangnya karena kurang bersedekah. Ia menandaskan penyaluran sedekah itu paling Krusial dan bakal menyelesaikan persoalan Pertamina terkait keamanan kilang.
Pernyataan itu Membangun Nasir maupun Ramson seperti menafikan Terdapat ketidakbecusan dalam menerapkan keamanan di objek vital negara. Padahal, Bahkan itu yang menjadi lingkup pengawasan Komisi VII DPR tempat mereka bertugas.
Bila profesional, Member Komisi DPR bidang Kekuatan akan mencecar Pertamina tentang dugaan kelalaian dan ketidakmampuan, bukan malah mempersoalkan sedekah. Sederet ketentuan tentang kode etik Member DPR telah dilanggar ketika Ramson dan Nasir meminta-minta.
Pasal 3 ayat (5) Peraturan DPR RI No 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik DPR RI menyatakan Member dilarang meminta dan menerima pemberian atau hadiah selain dari apa yang berhak diterimanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Terdapat pula Pasal 4 ayat (1) yang menegaskan Member DPR harus bersikap profesional dalam melakukan Interaksi dengan Kenalan kerja. Pasal 6 ayat (4) pun melarang Member menggunakan jabatannya Kepada mencari
kemudahan dan keuntungan pribadi, keluarga, sanak famili, dan
golongan. Tujuan bagi-bagi sarung, Duit, atau bentuk materi lain yang di dapil apalagi kalau bukan Kepada keuntungan elektoral pribadi dan golongan.
Fenomena minta ‘jatah’ ke Kenalan kerja sebetulnya bukan hanya Punya wakil-wakil rakyat di tingkat pusat. Sudah banyak pula terdengar legislator-legislator daerah melakukannya, terutama menjelang Hari Raya atau momen-momen tertentu. Belum Kembali yang Tak terdengar yang mungkin jumlahnya jauh lebih banyak.
Perilaku tersebut Tak saja melanggar etika tetapi yang lebih memprihatinkan itu akan melemahkan kontrol kepada Kenalan-Kenalan kerja parlemen. Lazimnya orang yang meminta kemudian diberi akan merasa puas dan berlaku lunak kepada si pemberi. Pun, pemerasan halus ini membebani keuangan Kenalan kerja.
Perilaku memalak itu harus diakhiri. Terdapat baiknya sosialisasi empat pilar yang kerap digaungkan pimpinan MPR RI ikut menyasar Member DPR yang notabene juga Member MPR RI. Agar mereka paham betul tugas sebagai salah satu pilar negara yang menjunjung tinggi profesionalitas dan integritas.