Wakil Menteri Muluskan Transisi

PRESIDEN Joko Widodo melantik tiga wakil menteri sekaligus untuk membantu kerja menteri-menteri bidang ekonomi, kemarin. Thomas Djiwandono didapuk jadi Wakil Menteri Keuangan, Sudaryono jadi Wakil Menteri Pertanian, dan Yuliot Tanjung sebagai Wakil Menteri Investasi.

Apabila menilik masa pemerintahan Jokowi yang akan berakhir pada 20 Oktober 2024, alias tinggal tiga bulan lagi, kecil kemungkinan tiga pejabat baru itu ditunjuk untuk mengakselerasi kinerja kementerian ekonomi. Terang benderang, mereka lebih diposisikan sebagai pejabat perantara yang akan menjembatani program-program ekonomi pemerintahan berikutnya. Tujuannya tak lain agar transisi pemerintahan dapat berjalan mulus.

Apalagi, Thomas Djiwandono dan Sudaryono adalah dua kader elite Gerindra. Mereka mesti menyiapkan karpet merah bagi program-program ekonomi pemerintahan baru di bawah Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Tak ada yang salah dari penunjukan tiga pejabat baru itu.

Presiden menjalankan hak prerogatifnya sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Bahkan, penunjukan calon pejabat pemerintahan berikutnya untuk duduk di pemerintahan saat ini pun dapat menjadi bagian dari sopan santun politik, sebuah fatsun yang kian langka saat ini.

Cek Artikel:  Menanti Pembuktian, bukan Keluhan

Tetapi, masyarakat tentunya berharap lebih dari itu. Situasi ekonomi yang masih amat menjepit seperti saat ini bukan sekadar membutuhkan fatsun politik, melainkan lebih ke langkah nyata. Dampak ekonomi dari pandemi covid-19 yang berlangsung tiga tahun lamanya sejak 2020 masih membekas hingga saat ini.

Misalnya masalah pengangguran. Data Badan Pusat Tetaptik (BPS) menyebutkan 7,86 juta orang menganggur pada 2023. Hal itu salah satunya tak lepas dari kinerja investasi yang tak banyak menyerap lapangan kerja. Investasi yang masuk saat ini masih lebih ke padat modal, bukan padat karya.

Tumbangnya satu per satu pabrik di industri padat karya sejak awal tahun, misalnya tekstil dan sepatu, kian menambah jumlah pengangguran yang ada. Tentu itu menjadi pekerjaan berat bagi pemerintah.

Persoalan ketahanan pangan yang masih sangat bergantung pada impor juga jadi persoalan serius yang amat membutuhkan solusi cepat. Impor beras pada triwulan I 2024 saja mencapai 1,44 juta ton. Jumlah itu melonjak lebih dari 1,5 kali lipat atau 182,87% jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2023. Hingga akhir tahun, pemerintah telah menugasi Bulog untuk mengimpor 3,6 juta ton beras.

Cek Artikel:  Ragu atas Integritas Pemilu

Tingginya angka pengangguran dan ketahanan pangan yang rapuh hanyalah contoh kecil persoalan yang akan dihadapi pemerintahan mendatang. Kepemimpinan Prabowo Subianto juga akan menghadapi ruang fiskal yang sempit, yang salah satunya karena utang jatuh tempo tahun depan yang mencapai Rp800 triliun.

Belum lagi problem kesinambungan program antarrezim pemerintahan yang kerap menjadi isu krusial. Selama ini, kontinuitas program-program antara rezim lama dan baru tidak pernah tuntas. Terdapat kecenderungan pemerintahan baru menanggalkan dan meninggalkan semua program pemerintah sebelumnya, kendati program itu baik untuk jangka panjang.

Kesinambungan seolah hal yang tabu untuk dilakukan. Seolah-olah dengan membongkar semua peninggalan lama dan menggantinya sama sekali dengan hal baru ialah keniscayaan sebagai bentuk pembuktian.

Cek Artikel:  Rencana Pembangunan ala Kadarnya

Keberadaan para wakil menteri yang notabene adalah lingkaran inti pemerintahan baru dapat menjadi jembatan agar transisi pemerintahan berjalan mulus. Kementerian Keuangan dan Kementerian Investasi, misalnya, dua kementerian itu dituntut segera menyiapkan berbagai stimulus dan insentif agar investasi yang masuk dapat bermakna nyata bagi rakyat banyak, bukan hanya bagi segelintir pemilik modal.

Begitu pula dengan program makan bergizi yang jadi gagasan dari pemerintahan baru. Program ini butuh penyiapan anggaran oleh Kementerian Keuangan, termasuk ketersediaan pangannya dari Kementerian Pertanian.

Dengan transisi yang mulus, pemerintahan baru tentunya bisa langsung tancap gas menjalankan negara, bukan mulai lagi dari gigi satu.

Wakil menteri yang baru dilantik mestinya bukan hanya meramaikan kabinet. Mereka harus serius menyiapkan langkah-langkah strategis transisi, walaupun itu bukan pekerjaan mudah.

Mungkin Anda Menyukai