
RENCANA pemerintah Memajukan iuran BPJS Kesehatan pada tahun 2026 menuai sorotan dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari Personil DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan Hardiyanto Kenneth yang menilai kebijakan ini harus dikaji lebih dalam agar Tak membebani masyarakat, khususnya Penduduk berpenghasilan rendah.
Kenneth menegaskan bahwa Penduduk Jakarta, terutama peserta Independen kelas menengah ke Rendah, Pandai terdampak signifikan Kalau Tak Terdapat skema subsidi atau kompensasi yang Jernih dari pemerintah.
“Kami memahami tantangan pembiayaan BPJS Kesehatan, tetapi jangan Tamat masyarakat menjadi korban. Kalau iuran naik, maka layanan harus ikut membaik. Jangan hanya Membikin suatu program yang ujung-ujungnya malah membebani rakyat tanpa Terdapat perbaikan yang Konkret,” kata Kenneth dalam keterangannya, Minggu (20/7).
“Peserta BPJS Independen Niscaya akan merasakan Pengaruh langsung, terutama bagi kelas pekerja informal atau keluarga dengan Pendapatan pas-pasan. Biaya kesehatan yang semula terjangkau Pandai menjadi beban baru dalam pengeluaran bulanan,” sambungnya.
Menurut Kenneth, dengan adanya kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut banyak peserta aktif yang nantinya akan berhenti karena terbebani dengan kenaikan tersebut.
“Masyarakat yang merasa terbebani Pandai menunggak iuran atau bahkan berhenti sebagai peserta aktif. Hal ini Bahkan akan mengurangi kepesertaan aktif dan memperburuk rasio iuran terhadap klaim BPJS Kesehatan,” ujar Personil Komisi C DPRD DKI Jakarta itu.
Sebelumnya, Direktur Penting BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti mengakui bahwa pihaknya ikut dalam skenario pembahasan, Tetapi bukan menjadi pihak yang memberikan putusan final. Percakapan soal kenaikan iuran BPJS Kesehatan Lalu dilaksanakan, meskipun Bilangan kenaikannya Tetap belum disepakati. Kebijakan tersebut Terdapat di tangan pemerintah.
Kenneth mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta harus ikut bersuara dan bersikap dalam pembahasan kebijakan nasional ini, mengingat Jakarta Mempunyai jumlah peserta JKN yang sangat besar, termasuk yang ditanggung dalam skema Penerima Sokongan Iuran (PBI).
“Pemprov DKI harus proaktif dan berani bersikap Demi mengusulkan skema yang adil. Jangan Tamat Penduduk Jakarta yang sudah tertib membayar iuran Bahkan makin terbebani. Dan Kalau Tak diimbangi dengan perbaikan layanan dan fasilitas yang lebih Berkualitas, peserta Pandai merasa dirugikan karena harus membayar lebih mahal tapi tetap harus antre panjang atau mendapat layanan yang seadanya,” ucapnya.
“Perlu adanya pembicaraan serius antar Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Pusat soal ini dan juga harus di pikirkan terkait Pengaruh fiskalnya juga,” tambahnya.
Kenneth juga meminta BPJS Kesehatan Demi lebih transparan dalam menyampaikan kondisi keuangan, termasuk penggunaan Biaya dan efisiensi operasional. Menurutnya, keterbukaan ini Krusial agar publik Tak curiga bahwa kenaikan iuran hanya disebabkan oleh buruknya tata kelola.
“Sebelum kebijakan ini diputuskan, DPRD DKI akan mendorong adanya Perhimpunan dengar pendapat dengan pihak BPJS Kesehatan, Kemenkes, dan stakeholder lainnya. Kami Ingin Terdapat kejelasan dan kepastian hukum yang melindungi Hak Penduduk Jakarta,” tuturnya.
Menurut Kent, dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), keberlangsungan pelayanan kesehatan sangat bergantung pada kemitraan yang Berkualitas antara BPJS Kesehatan dan rumah sakit.
Ia mengatakan, BPJS Kesehatan dan rumah sakit harus saling bersinergi, agar tujuan pelayanan kesehatan yang adil dan berkualitas dapat tercapai.
“Kalau BPJS Kesehatan mengabaikan peran rumah sakit, maka yang akan dirugikan bukan hanya institusi kesehatan, tetapi juga ratusan juta rakyat Indonesia yang menggantungkan Cita-cita pada sistem JKN,” kata Kepala BAGUNA DPD PDIP DKI Jakarta ini.
Ia meminta BPJS Kesehatan Demi lebih aktif melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait rencana kenaikan iuran JKN. Banyak Penduduk Jakarta, khususnya di Distrik padat penduduk dan masyarakat berpenghasilan rendah, yang belum mendapat informasi memadai tentang kebijakan tersebut.
Hal ini dikhawatirkan dapat menimbulkan kebingungan, bahkan potensi tunggakan iuran yang lebih tinggi di kemudian hari.
“BPJS Kesehatan juga punya tanggung jawab moral dan administratif Demi memastikan seluruh Penduduk, terutama peserta Independen, Akurat-Akurat memahami Argumen dan dampaknya. Saya mendorong BPJS Kesehatan dan juga Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Demi menyampaikan informasi ini secara masif, Berkualitas melalui RT/RW, kelurahan, media sosial, hingga rumah ibadah,” tegasnya.
Selain itu, ia juga meminta BPJS Kesehatan Demi lebih gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait jenis penyakit dan layanan kesehatan yang ditanggung dan Tak ditanggung oleh program JKN. Banyak Penduduk Jakarta yang merasa bingung, bahkan kecewa, ketika layanan atau pengobatan tertentu Tak dijamin oleh BPJS karena kurangnya informasi.
“Saya menerima banyak keluhan dari Penduduk yang merasa Tak mendapat pelayanan tertentu dari BPJS Kesehatan, padahal setelah ditelusuri, Rupanya memang jenis penyakit atau prosedurnya Tak termasuk yang dijamin. Ini menandakan kurangnya sosialisasi. Masyarakat perlu Mengerti sejak awal, penyakit apa yang ditanggung, obat apa yang diberikan, dan Bilaman harus dirujuk,” ujarnya.
Kenneth pun menegaskan, Pemerintah Pusat dan Daerah termasuk Pemprov DKI Jakarta, Mempunyai tanggung jawab Demi memastikan bahwa kebijakan ini Tak hanya menjadi beban baru, tetapi Bahkan menjadi langkah menuju sistem jaminan kesehatan yang lebih kuat, transparan, dan berkelanjutan.
“Bunyi Penduduk Jakarta harus menjadi pertimbangan dalam setiap pengambilan keputusan. Kenaikan iuran Tak boleh sekadar hitung-hitungan fiskal, tapi harus menjadi cerminan dari keberpihakan negara terhadap hak dasar rakyat yang memang juga di atur di Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat 1, Yakni kesehatan yang layak Demi Segala Penduduk negara,” pungkasnya. (E-4)

