Wabah Misterius di Kongo, Lebih dari 50 Korban Meninggal dalam Lima Pekan

Situasi pasar di Goma, Republik Demokratik Kongo. Foto: Xinhua

Kinshasa: Wabah penyakit yang belum teridentifikasi telah menelan lebih dari 50 korban jiwa di barat laut Republik Demokratik Kongo dalam lima pekan terakhir. Dekat Sebelah dari korban meninggal hanya dalam hitungan jam setelah mengalami gejala pertama.

Kasus-kasus ini dilaporkan terjadi di dua desa terpencil di Provinsi Équateur sejak 21 Januari, dengan total 419 kasus dan 53 Mortalitas. Hingga kini, otoritas kesehatan Lagi berupaya mengidentifikasi penyebab wabah serta apakah kedua Letak tersebut Mempunyai keterkaitan. Metode penularannya pun Lagi menjadi Rahasia, termasuk apakah penyakit ini menyebar antarmanusia.

Dua wabah di Letak berbeda

Melansir dari TIME, Kamis 27 Februari 2025, kasus pertama muncul di Desa Boloko setelah tiga anak yang mengkonsumsi daging kelelawar meninggal dalam waktu kurang dari 48 jam.

Sementara itu, lebih dari dua pekan kemudian, wabah lain dilaporkan di Desa Bomate, dengan lebih dari 400 orang Anjlok sakit. Kantor Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Kepada Daerah Afrika menyatakan bahwa hingga Ketika ini belum ditemukan Interaksi langsung antara kedua klaster tersebut.

Cek Artikel:  Paus Fransiskus Seminggu Dirawat di Rumah Sakit, Seorang Kardinal Sebut dia Akan Mundur

Dr. Serge Ngalebato, Direktur Medis Rumah Sakit Bikoro sekaligus salah satu Ahli yang diterjunkan pemerintah Kepada menangani kasus ini, menjelaskan bahwa kedua wabah Mempunyai Tanda khas berbeda.

“Kasus di desa pertama menunjukkan tingkat Mortalitas yang tinggi dan Lagi dalam penyelidikan karena situasinya sangat Bukan Normal. Sementara itu, di Letak kedua, banyak pasien yang mengalami gejala malaria,” ujar Ngalebato.

WHO Afrika menyoroti bahwa kecepatan perkembangan penyakit hingga Mortalitas di Boloko menjadi perhatian Istimewa, begitu pula dengan tingginya Bilangan Mortalitas di Bomate.

Gejala penyakit yang Lagi menjadi Rahasia

Kementerian Kesehatan Kongo melaporkan bahwa Sekeliling 80 persen pasien menunjukkan gejala serupa, seperti demam, menggigil, nyeri tubuh, dan diare.

Gejala-gejala tersebut dapat disebabkan oleh berbagai infeksi Lazim, tetapi kecepatan Mortalitas beberapa korban sempat menimbulkan kekhawatiran bahwa penyakit ini mungkin termasuk dalam kategori demam berdarah seperti Ebola, yang sebelumnya juga dikaitkan dengan penularan dari hewan.

Tetapi, kemungkinan Ebola dan penyakit serupa seperti Marburg telah disingkirkan setelah lebih dari selusin sampel diuji di ibu kota Kinshasa.

Cek Artikel:  Lebih dari 47 Ribu Mortalitas di Eropa Akibat Gelombang Panas 2023, Inggris di Peringkat Ketujuh

Ketika ini, WHO Lagi menyelidiki berbagai kemungkinan penyebab lain, termasuk malaria, demam tifoid, meningitis, serta keracunan makanan atau air.

Tindakan penanggulangan yang dilakukan

Pemerintah Kongo telah mengirimkan tim Spesialis ke Letak sejak 14 Februari Kepada membantu penyelidikan dan mengendalikan penyebaran wabah.

Dr. Ngalebato mengungkapkan bahwa pasien menunjukkan respons positif terhadap berbagai pengobatan yang ditargetkan pada gejala spesifik yang mereka alami.

Akses yang sulit ke daerah terpencil ini serta lemahnya infrastruktur kesehatan telah menghambat upaya penanganan dan pemantauan pasien.

Tantangan serupa juga pernah dihadapi dalam wabah penyakit sebelumnya di Kongo. Pada Desember Lampau, penyakit yang belum teridentifikasi juga menewaskan puluhan orang di Daerah lain.

Dalam wabah kali ini, beberapa korban meninggal sebelum tim medis berhasil mencapai Letak, menurut Dr. Ngalebato.

WHO Afrika menekankan perlunya tindakan segera Kepada mempercepat Pengusutan laboratorium, meningkatkan kapasitas penanganan pasien dan isolasi, serta memperkuat sistem pemantauan dan komunikasi risiko.

Amerika Perkumpulan telah menjadi salah satu donor terbesar bagi sektor kesehatan Kongo dan telah membantu melatih ratusan epidemiolog lapangan Kepada mendeteksi serta mengendalikan penyebaran penyakit di negara tersebut. Wabah ini terdeteksi ketika pemerintahan Trump sempat membekukan Donasi luar negeri dalam periode tinjauan selama 90 hari.

Cek Artikel:  Lebanon Bentuk Pemerintahan Baru, Kekuatan Hizbullah Berkurang

Kaitan dengan hutan Kongo

Penyakit yang berpindah dari hewan ke Orang telah menjadi perhatian Istimewa di Daerah-Daerah yang mengandalkan konsumsi satwa liar. WHO mencatat bahwa jumlah wabah semacam ini di Afrika meningkat lebih dari 60 persen dalam satu Sepuluh tahun terakhir.

Para Spesialis menduga hal serupa mungkin terjadi di Kongo, yang Mempunyai Sekeliling 60 persen kawasan hutan di Cekungan Kongo, salah satu Daerah hutan tropis terbesar di dunia.

“Virus-virus ini Mempunyai reservoir alami di dalam hutan. Selama ekosistem ini tetap Terdapat, kita akan Lalu menghadapi epidemi yang berasal dari virus-virus yang mengalami mutasi,” ujar Gabriel Nsakala, profesor kesehatan masyarakat di Universitas Pengajaran Nasional Kongo yang sebelumnya pernah menangani respons terhadap Ebola dan COVID-19 di Kementerian Kesehatan Kongo.

(Muhammad Reyhansyah)

Mungkin Anda Menyukai