MAGANG sejatinya instrumen penting bagi mahasiswa sebagai kesempatan sekaligus peluang mendapatkan pengalaman, wawasan profesional, dan keterampilan praktis di tempat kerja. Kalau proses magang itu dilakukan dengan benar, mahasiswa akan mendapatkan pengalaman luar biasa sebagai bekal mereka nanti memasuki dunia kerja.
Apalagi, kalau mahasiswa magang di luar negeri. Pengalaman yang bakal didapatkan lebih luar biasa karena mereka sekaligus akan belajar hidup dan bersosialisasi di negeri orang. Karena itu tawaran-tawaran program magang kerja internasional tak pernah kehilangan peminat.
Tetapi, selalu ada kejahatan yang mengintai di setiap peluang. Daya tarik program magang ke luar negeri tak luput dari incaran oknum-oknum busuk untuk menjalankan aksi jahat. Mereka memanfaatkan program magang internasional sebagai kedok dari modus operandi mereka yang sejatinya merupakan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Kasus teranyar yang terungkap di Jerman barangkali bukan yang pertama dan satu-satunya. Tetapi, terkuaknya kasus yang bermula dari laporan KBRI Jerman yang mendapat aduan dari empat orang mahasiswa setelah mengikuti program ferienjob, itu kian membuka mata khalayak bahwa kejahatan di dunia pendidikan ternyata juga bermacam rupa.
Dalam kasus itu, dari pendalaman yang dilakukan KBRI Jerman, terkuak pula bahwa ada 33 universitas di Indonesia yang ikut menjalankan program ferienjob bermasalah tersebut. Jumlah mahasiswanya tidak tanggung-tanggung, sebanyal 1.047 mahasiswa dari berbagai kampus.
Banyak yang memperkirakan sebenarnya jumlah korban mahasiswa maupun universitas yang terkait dengan ferienjob itu jauh lebih besar. Tetapi mereka tidak mau bersuara karena berbagai musabab. Yang pasti, seribu lebih mahasiwa itu kini dinyatakan sebagai korban TPPO yang diberangkatkan oleh tiga agen tenaga kerja di Jerman.
Bareskrim Polri juga sudah menetapkan lima tersangka dalam kasus itu. Tiga di antaranya berasal dari kampus yang memberangkatkan mahasiswa. Salah satunya bahkan guru besar di universitas negeri di Jambi.
Fakta itulah yang membuat kasus ini semakin memiriskan ketika orang-orang yang berkecimpung di dunia pendidikan justru mendukung, bahkan memfasilitasi sebuah tindak kejahatan. Mahasiswa yang pada awalnya mendaftar dan membayar untuk magang, malah dijerumuskan, dieksploitasi untuk pekerjaan-pekerjaan yang tak semestinya.
Dalam pengakuan salah satu korban mahasiswa yang menempuh pendidikan elektro, ia disuruh bekerja menjadi tukang angkat barang atau bahasa kasarnya kuli panggul. Seorang mahasiswi Universitas Jambi juga mengaku sempat menjadi kuli bangunan selama mengikuti ferienjob ke Jerman pada akhir 2023.
Sudah jelas, kasus ini mesti diusut tuntas secara hukum. Sangat kuat dugaan bahwa banyak hal yang disembunyikan, mulai dari sebelum para mahasiswa diberangkatkan ke Jerman hingga proses eksploitasi itu terjadi. Kasus ini tidak bisa diselesaikan dengan cara damai seperti yang diusulkan Menko PMK Muhajir Effendy. Itu usulan sembrono.
Kita justru mesti mendukung langkah Bareskrim Polri, juga Kemenko Polhukam yang akan membentuk tim khusus untuk menuntaskan kasus ini seterang-terangnya. Pun kita patut menyokong upaya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang tengah mengkaji pemberian sanksi bagi kampus yang terlibat dalam ferienjob.
Penegakan hukum yang setegas-tegasnya dan seadil-adilnya mesti didorong mengingat yang menjadi korban ialah mahasiswa. Merekalah calon-calon pemimpin di era Indonesia Emas yang harus dilindungi dari ancaman kejahatan apapun, termasuk TPPO yang berkedok program magang.