User Experience Membentuk Perilaku Sosial Generasi Muda di Dunia Maya

  User Experience Membentuk Perilaku Sosial Generasi Muda di Dunia Maya?
Kevin Virginia Sibuea(Dok pribadi)

DI satu sudut kafe yang nyaman dalam balutan cahaya lampu temaram menciptakan aura yang pas untuk seseorang menjelajahi aplikasi dating barunya. Swipe ke kanan, swipe ke kiri lalu sebuah super like yang tanpa sengaja terpencet.

Di sudut lain, seseorang dengan semangat berbicara soal aplikasi belanja barunya yang punya fitur AR untuk fitting baju virtual, sementara temannya mengejek, “Kalau baju virtualnya keren tapi pas datang bajunya kayak karung goni gimana?”

Dunia maya memang tak pernah habis memberi kejutan, terutama bagi generasi muda yang tumbuh dan besar di era digital. Dari sekadar aplikasi hingga interaksi di media sosial (medsos), satu hal yang sering luput dari perhatian; tapi sebenarnya menjadi kunci utama adalah user experience atau UX. Apa sih sebenarnya UX itu? Mengapa bisa mempengaruhi seseorang untuk terus berinteraksi atau malah meninggalkan sebuah platform?

Tulisan ini mencoba berbagi pengalaman dan pengetahuan bagaimana sebuah rancangan ‘pengalaman’ di balik layar smartphone mampu mempengaruhi perilaku, terutama generasi muda yang terus mencari dan menemukan identitasnya di dunia maya.

Apa itu UX?

Pernahkah kita berjalan-jalan di sebuah taman dan merasa begitu mudah menemukan jalannya, tanpa perlu peta atau tanda-tanda khusus? Atau saat pertama kali mencoba sebuah game dan tanpa perlu tutorial, kita langsung paham bagaimana caranya bermain? Nah itulah yang disebut dengan user experience atau UX.

UX dalam terminologi digital adalah perasaan yang kita rasakan saat berinteraksi dengan produk, sistem, atau layanan. Bayangkan UX seperti resep rahasia di balik makanan lezat; bumbu-bumbu spesial yang membuat kita terus kembali lagi dan lagi.

Dalam dunia teknologi, ‘bumbu-bumbu’ itu meliputi desain interface, responsivitas, kecepatan, dan tentunya, bagaimana sebuah aplikasi atau website memenuhi kebutuhan kita.

Elemen-elemen kunci dalam UX, seperti navigasi yang intuitif, animasi yang halus, dan feedback yang responsif, semuanya bekerja bersama-sama untuk menciptakan ‘percakapan’ antara pengguna dan perangkat. Misalnya, ketika kita melakukan swipe down dan layar merefresh content-nya, atau saat kita melakukan pinch pada layar untuk memperbesar gambar, semuanya itu adalah bagian dari UX.

Intinya UX bukan hanya tentang bagaimana tampilannya, tapi bagaimana perasaan kita saat berinteraksi dengan produk tersebut. Percayalah, meski terdengar simpel, mendesain UX yang baik membutuhkan pemikiran yang mendalam dan, tentu saja, banyak percobaan.

Cek Artikel:  Tak Terdapat Panen tanpa Pernah Menanam

Generasi muda dan dunia digital

Di era digital saat ini, generasi muda telah menjadi pionir dalam merespons dan beradaptasi dengan perubahan teknologi. Dikenal sebagai digital natives, mereka tumbuh di zaman ketika smartphone bukan lagi barang mewah dan medsos bukan hanya sekadar platform, melainkan gaya hidup.

Bergulir dalam dunia maya, generasi muda tidak hanya sekadar menerima informasi. Mereka berpartisipasi, berkolaborasi, dan seringkali menjadi pembuat konten. Medsos telah mengubah cara mereka berkomunikasi, berekspresi, bahkan memandang dunia.

Dunia digital bukan hanya tentang likes dan followers. Lebih dari itu, medsos telah menjadi ruang diskusi, pertukaran ide, dan bahkan aktivisme. Topik-topik serius seperti isu lingkungan, kesetaraan gender, dan hak-hak sipil kini mendapatkan sorotan dan menjadi tren diskusi di kalangan muda.

Dengan melihat lebih dekat interaksi generasi muda di dunia digital, kita bisa memahami lebih dalam lagi bagaimana teknologi informasi mempengaruhi dan membentuk pola pikir dalam masyarakat modern saat ini. Sebuah wawasan yang menarik dan penting untuk kita gali bersama.

Peran UX

Pernahkah kita berpikir, mengapa begitu mudahnya terbuai untuk menghabiskan waktu berjam-jam di medsos? Atau merasakan aliran kebahagiaan yang muncul saat melihat notifikasi di layar ponsel? Jawabannya terletak pada keajaiban desain UX.

Ambil contoh salah satu raksasa medsos yang sudah kita kenal, Instagram. Ketika pertama kali membuka aplikasi, kita disambut dengan deretan foto dan video dalam format grid yang rapi, ditambah dengan stories yang berada di bagian atas.

Dengan sekali sentuhan jari, kita bisa menyukai, berkomentar, bahkan berbagi. UX dirancang sedemikian rupa menciptakan dorongan alami untuk terus berinteraksi. Alur yang intuitif, icon jempol yang berubah warna saat kita ‘menyukai’, hingga animasi hati yang muncul. Seluruhnya dirancang untuk memberikan kepuasan seketika dan mendorong engagement lebih lanjut.

Enggak berhenti sampai di situ, bagian dari UX adalah memahami emosi dan persepsi pengguna. Bagi generasi muda yang tumbuh bersama kemajuan teknologi, interaksi ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari realitas sosial mereka.

Mereka tidak hanya melihat UX sebagai sebuah alur aplikasi, tetapi juga sebuah pengalaman dan sebuah emosi. Sebuah notifikasi mungkin berarti pengakuan, sebuah komentar bisa menjadi bentuk apresiasi, sementara jejak visual yang menarik memicu rasa ingin tahu dan eksplorasi.

Desain UX, dengan segala kecanggihan dan kecerdasannya, telah berhasil menyusup ke dalam psikologi sosial kita, terutama bagi generasi muda. Sebuah kekuatan yang mengubah cara kita berkomunikasi, berinteraksi, dan bahkan memandang diri kita sendiri di era digital. Sebuah peran yang begitu besar, yang belum pernah terbayangkan sebelumnya.

Cek Artikel:  Kontemplasi Migrasi Kerja Dunia

Akibat pada perilaku

Dalam zaman yang serba digital ini, siapa yang menyangka bahwa selembar desain di layar ponsel atau komputer, bisa memiliki dampak mendalam bagi perilaku sosial kita, khususnya generasi muda? Mari kita jelajahi lebih dalam bagaimana UX bisa menjadi pedang bermata dua.

Akibat positif; desain UX yang baik layaknya kunci yang membuka pintu kemudahan hidup di era digital. Kita menginginkan informasi? Dengan antarmuka yang intuitif, informasi bisa diakses hanya dalam hitungan detik.

Ingin berkomunikasi dengan teman di belahan dunia lain? Desain chat yang responsif dan mudah digunakan memungkinkan kita untuk berinteraksi tanpa batas. Kemudahan ini, dalam banyak hal, telah membantu generasi muda untuk lebih terkoneksi, terinformasi, dan tentunya terhibur.

Akibat negatif; harus diingat bahwa setiap koin selalu memiliki dua sisi. Meskipun desain UX memudahkan, ada dampak yang mungkin tidak kita sadari sebelumnya. Pernah merasa sulit melepaskan diri dari medsos? Merasa cemas saat tidak mendapatkan notifikasi selama beberapa menit?

Desain UX yang terlalu ‘menarik’ kadang bisa membuat kita terjebak dalam siklus konsumsi konten tanpa henti, dan ada lagi masalah misinformasi. Tampilan berita yang menarik mungkin membuat kita kurang kritis dan lebih mudah menerima informasi tanpa verifikasi lebih lanjut.

Menghadirkan pengalaman pengguna yang luar biasa memang tujuan utama desain UX. Tetapi penting juga untuk mempertimbangkan keseimbangan dan dampak jangka panjangnya. Teknologi hanyalah sebuah alat, bagaimana kita menggunakannya akan menentukan apakah ia membawa kebaikan atau sebaliknya bagi generasi muda.

Desain UX dalam aplikasi populer

Di tengah derasnya arus digital, aplikasi seperti Instagram dan TikTok tidak hanya menjadi platform hiburan, namun juga mempengaruhi interaksi dan perilaku pengguna, khususnya generasi muda. Bagaimana desain UX dari kedua aplikasi ini mempengaruhi perilaku sosial?

Instagram; kesuksesan Instagram tak lepas dari desain UX-nya yang memudahkan pengguna untuk berbagi momen. Dengan tampilan yang sederhana dan intuitif, mengunggah foto atau video, memberi tanda like, hingga berkomentar menjadi begitu mudah.

Masalahnya, desain infinite scrolling yang memaksa pengguna untuk terus scrolling tanpa henti menciptakan potensi kecanduan. Selain itu, tampilan jumlah like yang terlihat oleh semua orang dapat mempengaruhi persepsi diri dan memicu perbandingan sosial.

Cek Artikel:  Definisificial Intelligence Jalan Mengubah Industri dan Kehidupan

TikTok; medsos ini didesain agar setiap orang mudah membuat dan membagikan konten pendek. Dengan fitur For You Page dan algoritma cerdasnya, TikTok memastikan pengguna mendapatkan video sesuai minat.

Hal itu memberi kesempatan bagi kreator muda untuk populer. Akibat negatifnya, algoritma tersebut juga bisa menyebabkan pengguna terperangkap dalam echo chamber, mengarahkan hanya pada konten yang sejalan dengan pandangan pribadi, mengurangi exposure terhadap perspektif lain.

Rekomendasi untuk desainer dan pengembang

Penulis coba mengingat kembali masa-masa awal memasuki dunia UI/UX di Program Studi Sistem Informasi Ukrida. Sebagai mahasiswa, penulis tidak hanya belajar mengenai konsep-konsep dasar, namun juga diberikan kesempatan untuk mendalami bidang ini secara praktis dan juga didorong untuk mengambil e-course khusus UI/UX, yang diasuh langsung oleh para praktisi profesional.

Apa yang membuat saya tertarik dengan bidang UI/UX? Jawabannya terletak pada fokus utamanya; aspek manusia. Teknologi bisa berkembang super cepat, tapi prinsip dasar psikologi manusia relatif konsisten. UI/UX adalah pertemuan antara teknologi dan psikologi.

Loyalp interaksi yang dibuat memiliki dasar dan fokus utama, yaitu ‘pengguna’. Produk yang dibuat dengan berfokus pada ‘pengguna’ menjadi bahan bakar utama sebuah bisnis atau produk untuk dapat tumbuh dan berkembang.

Berikut tips buat rekan-rekan desainer dan developer; pertama, desain dengan emphaty. Di balik setiap desain yang keren, harusnya ada pemikiran tentang siapa yang akan menggunakannya. Sebuah produk yang indah tidak akan bisa menjamin apakah produk tersebut akan membuat penggunanya ingin kembali menggunakan produk itu terus-menerus.

Kedua, terbuka akan masukan. Review aplikasi, komentar pengguna, dan komplain customer service menjadi wadah untuk terus improve. Masalah yang dialami oleh pengguna menjadi tanda bahwa produk yang kita miliki, masih bisa terus dikembangkan menjadi sebuah produk yang powerful.

Ketiga, terus berinovasi. Tren tidak akan pernah berhenti. Lanjut mengikuti tren belum tentu bisa membuat produk kita jadi lebih baik. Lanjutlah berinovasi dengan permasalahan yang ditemui pengguna, berdiskusi dengan tim untuk menemukan ide solusi yang bisa menjawab kebutuhan penggunamu.

Bagaimana, sudah siap bikin desain yang kekinian dan friendly buat semua orang? Let’s do this!

Mungkin Anda Menyukai