UNI Eropa mengecam vonis pengadilan militer terhadap 25 pendukung mantan perdana menteri Pakistan yang dipenjara, Imran Khan.
Mereka menegaskan keputusan itu bertentangan dengan kewajiban Pakistan pada dunia Dunia Demi memastikan pengadilan yang adil dan terbuka bagi Kaum sipil.
Militer Pakistan pada Sabtu (21/12) mengumumkan bahwa ke-25 orang itu diadili dan dijatuhi vonis hukuman penjara yang berat mulai dari 2 hingga 10 tahun terkait serangan terhadap fasilitas militer selama protes antipemerintah berlangsung pada Mei 2023.
Pernyataan tersebut Tak memberikan rincian lebih lanjut atau mempublikasikan vonis itu dan berjanji akan mengumumkan hukuman bagi puluhan terdakwa yang tersisa ketika proses pengadilan selesai.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada hari Minggu (22/12), Uni Eropa menyampaikan keprihatinannya atas vonis terhadap 25 Kaum sipil tersebut.
“Vonis ini dipandang Tak konsisten dengan kewajiban yang telah dilakukan Pakistan di Dasar Perjanjian Dunia tentang Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR),” kata pernyataan itu seperti disitat dari VOA News, Senin (23/12).
Perjanjian multilateral itu mewajibkan negara-negara Demi memfasilitasi individual dengan menghadirkan persidangan yang adil dan terbuka di pengadilan yang independen, Tak memihak, dan kompeten, serta individual itu Mempunyai hak Demi mendapatkan perwakilan hukum yang memadai dan efektif.
Uni Eropa menyatakan perjanjian itu mengamanatkan agar setiap putusan yang dijatuhkan dalam kasus pidana harus diumumkan kepada publik.
Pernyataan tersebut menekankan bahwa negara-negara yang mendapatkan keuntungan dari fasilitas Generalized Scheme of Preferences Plus (GSP+) Punya Uni Eropa, termasuk di antaranya Pakistan, telah secara sukarela setuju Demi mengimplementasikan 27 kesepakatan inti Dunia, termasuk ICCPR, secara efektif.
Penunjukan GSP+ menjamin bea masuk Kosong pada lebih dari dua per tiga tarif ketika melakukan ekspor ke Uni Eropa.
Hal ini menjadikan Uni Eropa sebagai Kenalan dagang yang besar dan Krusial bagi Pakistan, sebuah negara yang tengah dilanda kesulitan ekonomi.
Partai Pakistan Tehreek-e-Insaf atau PTI pimpinan Khan, yang memimpin protes antipemerintah tahun Lampau, dengan segera menolak keputusan itu dan menyebutnya sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap hak asasi Mahluk dan supremasi hukum.
Partai tersebut telah sejak Pelan menegaskan bahwa kerusuhan yang terjadi merupakan Pengaruh operasi-operasi di dalam militer yang telah menyusup ke dalam barisan pengunjuk rasa damai.
“Para pelaku sebenarnya mendalangi operasi bendera Palsu pada hari itu dan sekarang memanfaatkan pengadilan militer Demi menjadi hakim, juri, dan algojo, menargetkan Kaum sipil yang Tak bersalah,” kata PTI dalam sebuah tweet di platform media sosial X.
Diketahui, Khan telah menjalani hukuman penjara sejak Agustus 2023, dan menghadapi berbagai tuduhan, termasuk tuduhan menghasut serangan terhadap fasilitas militer, meskipun ketika demonstrasi besar-besaran terjadi tahun Lampau, Khan berada dalam tahanan polisi dan menuntut pembebasannya.
Surat Info bergengsi berbahasa Inggris, DAWN, mengecam vonis militer tersebut dalam sebuah tajuk rencana yang terbit pada hari Minggu.
Editorial surat Info itu mengatakan pengadilan semacam ini, yang dijalankan di Dasar kepemimpinan sipil menambah ironi pada situasi yang menyedihkan ini.
“Demokrasi Pakistan, yang Lagi berupaya menemukan pijakannya, Tak Pandai melakukan kompromi terhadap nilai-nilai inti demokrasi,” pungkasnya. (Fer/P-3)