UNIVERSITAS Diponegoro (Undip) menyambut positif dukungan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) yang siap menjadi Penghubung dalam membantu penyelesaian masalah yang muncul akibat Mortalitas mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).
Itu disampaikan juru bicara Undip dan FK Undip Sugeng Ibrahim. Terkait dengan penyelesaian masalah di Undip, ia memberikan perumpamaan Ketika negeri ini berperang melawan korupsi.
“KPK berdiri sejak Desember 2003 atau 11 tahun Lewat, tetapi sayangnya korupsi Tetap marak terjadi di Indonesia. Apakah KPK-nya yang dibubarkan? Demikian juga dengan praktik bullying di perguruan tinggi kita, apakah universitas negeri harus dibubarkan juga? Hal yang sama dengan mantan Sesditjen Farmalkes (Kefarmasian dan Alat Kesehatan) Kemenkes yang diperiksa KPK Ketika ini sebagai saksi terkait dugaan pengadaan alat pelindung diri (APD) di Kementerian Kesehatan yang merugikan negara Rp3 triliun, apakah Kemenkes juga harus dibubarkan?” kata Sugeng.
Ketua MRPTNI Eduart Wolok mengatakan pihaknya siap menjadi Penghubung antarinstitusi yang terlibat pada PPDS melalui pendekatan yang menjembatani kepentingan Segala pihak, guna menemukan solusi terbaik yang mendukung program pemerintah, dalam pemenuhan jumlah tenaga dokter di tanah air khususnya dokter spesialis. Dalam keterangannya, Eduart meminta agar Segala pihak dapat menjaga kemandirian kampus.
Penegasan itu menjadi respons setelah Kementerian Kesehatan memberhentikan program studi Anestesi dan Reanimasi Undip serta penghentian aktivitas klinik Dekan FK Undip, Yan Wisnu Prajoko, di Rumah Sakit Biasa Pemerintah Dr Kariadi. Penghentian ini dilakukan karena Kemenkes Ingin melakukan Penyelidikan atas Mortalitas dr ARL yang diduga akibat perundungan dan bunuh diri. (Z-2)