UMYGrace 2024 Tantangan dan Solusi Kekuatan Terbarukan dalam Transformasi Lingkungan

UMYGrace 2024: Tantangan dan Solusi Energi Terbarukan dalam Transformasi Lingkungan
Konferensi internasional UMYGrace ke-5 yang digelar di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY)(Dok. UMY)

PERTUMBUHAN enegi terbarukan naik signifikan. Berdasarkan laporan International Energy Agency pada tahun 2023 menunjukkan bahwa energi terbarukan kini menyumbang 29% dari total pembangkit listrik dunia, sebuah pertumbuhan yang mencerminkan pentingnya sumber energi seperti tenaga air, matahari, dan angin.

Tetapi, meski membawa banyak manfaat, Abidin mengingatkan bahwa pengembangan energi terbarukan juga memunculkan tantangan serius bagi lingkungan dan sosial.

“Proyek energi terbarukan memang krusial untuk keberlanjutan energi dan keadilan sosial, namun juga menimbulkan dampak negatif, terutama karena kebutuhan lahan yang luas seringkali bertabrakan dengan kebutuhan pertanian, perumahan, dan konservasi alam,” jelas Abidin dalam Konferensi internasional UMYGrace ke-5 yang digelar di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada Kamis (22/8).

Cek Artikel:  Korban Banjir di Halmahera Tengah Dapat Sokongan

Baca juga : Pertamina NRE Sasarankan Kapasitas Pembangkit Kekuatan Bersih Letih 6 GW

Teladan konkret dari efek samping ini, seperti yang diungkapkan Abidin, adalah Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Laos yang mengakibatkan perubahan signifikan dalam penggunaan air dan lahan, serta proyek ladang turbin angin di Taiwan yang mengganggu migrasi burung.

Meski demikian, ia optimis bahwa inovasi teknologi dapat meminimalisir dampak negatif tersebut, terutama dengan dukungan kebijakan yang tepat dari para pemangku kepentingan.

Guru Besar UMY Faris Al-Fadhat turut menegaskan pentingnya kolaborasi global dalam upaya mencapai emisi nol bersih pada tahun 2050, sebuah target yang telah disepakati oleh 197 negara.

Baca juga : 10 Pembangkit Listrik Tenaga Air Terbesar di Indonesia

Cek Artikel:  Intrusi Air Laut Ancam Area Pertanian di Cirebon

Menurutnya, Indonesia, meski memiliki tantangan dalam tata kelola iklim, telah menunjukkan komitmennya melalui investasi hijau yang terus berkembang, didorong oleh permintaan pasar global.

“Indonesia ikut andil dalam konferensi yang dihadiri oleh 197 negara ini. Biarpun tata kelola iklim di sistem pemerintahan kita masih belum kuat, masih dapat ditopang oleh korporasi Indonesia yang bertaraf internasional, tapi semenjak dua dekade lalu mulai berfokus kepada investasi energi hijau. Langkahnya, dengan menghubungkan berbagai proyek dengan tujuan berkelanjutan serta mengurangi emisi karbon yang menjadi permintaan pasar global. Ini menjadi peluang kolaborasi antara pemerintah dengan sektor privat,” ungkap Faris.

UMYGrace, yang kini memasuki tahun kelimanya, tidak hanya menjadi ajang pertukaran ide antara mahasiswa dari 22 negara, namun juga berperan sebagai wadah untuk menemukan keseimbangan antara pelestarian lingkungan dan inovasi teknologi.

Cek Artikel:  Kalimantan Selatan Pemenang Biasa Porwanas XIV

Dengan lebih dari 220 artikel ilmiah yang dipresentasikan, konferensi ini menegaskan kembali pentingnya solusi ramah lingkungan dalam menghadapi tantangan global saat ini. (Z-10)

Mungkin Anda Menyukai