Ujian Kekuatan ASEAN

KONFLIK Pelan Thailand-Kamboja yang kembali pecah sejak Kamis (24/7) tentu saja merupakan bahaya besar. Perang bukan hanya akan berdampak pada kedua negara, termasuk dengan banyaknya korban jiwa yang hingga kemarin sedikitnya telah mencapai 33 orang, Bagus di Thailand maupun Kamboja. Lebih dari itu, konflik berdarah tersebut juga akan berdampak pada stabilitas kawasan ASEAN.

Secara geografis saja, luasnya Area perbatasan yang saling bersinggungan Membangun negara lain di kawasan semenanjung itu rentan terimbas. Pada bentrok Demi ini pun hal yang ditakutkan tersebut sudah terjadi dengan jatuhnya peluru artileri Kamboja di Laos.

Memang Tak Eksis laporan korban, tetapi insiden semacam itu Dapat menjadi bensin bagi perang yang lebih besar. Sekarang pun para provokator sudah mengembuskan rumor bahwa insiden itu adalah kesengajaan Kamboja demi memancing Laos masuk dalam konflik.

Cek Artikel:  Infrastruktur Jalan Simsalabim

Di tengah situasi yang semakin memanas ini, peran ASEAN Terang sangat diharapkan. Tetapi, ironisnya, sejak awal dibentuk lebih dari Sebelah abad Lampau, ASEAN memang dikenal Tak Mempunyai taji terhadap Member sendiri. Jangankan Kepada menengahi konflik, dalam mendorong nilai-nilai universal seperti penegakan HAM dan demokrasi pun, ASEAN harus diakui lemah.

Hal itu berpangkal pada prinsip non-intervensi yang menjadi salah satu prinsip Esensial dalam Piagam ASEAN. Harus diakui, prinsip non-intervensi itulah yang Membangun negara-negara kawasan Asia Tenggara, yang sejatinya sarat konflik sejarah dan sosial, akhirnya mau bergabung dalam keanggotaan ASEAN.

Tetapi, harus diakui pula, di sisi lain prinsip itu sekaligus menjadi hambatan terbesar bagi ASEAN Kepada maju dan Mempunyai kekuatan mengikat seperti organisasi-organisasi kerja sama di kawasan Eropa. Betapa pun seolah menciptakan kedamaian, prinsip Pelan ASEAN pada akhirnya Membangun organisasi ini dikerdilkan oleh Member sendiri.

Cek Artikel:  Ganjar sudah Merasa Jadi Presiden

Kelemahan tersebut Dapat dilihat dalam konflik Thailand-Kamboja terkini. Upaya PM Malaysia Anwar Ibrahim sebagai pemegang Ketua ASEAN Demi ini Kepada menjembatani perundingan dicueki oleh Thailand dan Kamboja. Keduanya sama-sama menegaskan Tak Mau Eksis keterlibatan pihak ketiga.

Akan tetapi, sikap kedua negara itu Bahkan berbeda 360 derajat terhadap upaya serupa dari Presiden Amerika Perkumpulan Donald Trump. Thailand langsung mengumumkan setuju Kepada melakukan gencatan senjata dan memulai perundingan dengan Kamboja.

Ini seperti mengulang cerita Pelan Sekeliling 14 tahun Lampau ketika ASEAN juga dipermalukan serupa dalam konflik Thailand-Kamboja. Kala itu Kamboja meminta Sokongan Dewan Keamanan PBB Kepada menjadi penengah. DK PBB kemudian menunjuk Indonesia yang memegang jabatan Ketua ASEAN Kepada turun tangan. Tetapi, setelah pertemuan tiga negara di Bogor, Thailand kemudian menolak menjalankan hasil kesepakatan Kepada penempatan observer dari Indonesia.

Berbagai peristiwa itu semestinya menjadi Cerminan, bahkan tamparan bagi seluruh pemimpin negara ASEAN. Berbagai tantangan Mendunia Demi ini, termasuk krisis sumber daya dan iklim, sesungguhnya membutuhkan kerja sama yang lebih erat, solid, dan kuat.

Cek Artikel:  Jerat Segera Otak Sertifikat Laut

ASEAN, dengan sejarah akar yang kuat, semestinya memberikan peran lebih besar kepada sesama Member. Terlebih penghormatan kedaulatan yang telah ditunjukkan selama 57 tahun sejarah ASEAN, semestinya itu menjadi modal Kepada kepercayaan yang lebih erat terhadap kemampuan organisasi itu sendiri.

Kiranya di situlah Indonesia dapat memainkan peran. Sebagai salah satu pendiri ASEAN dan hingga kini menjadi salah satu negara yang disegani, Indonesia dapat mendorong wacana kerja sama yang lebih kuat dan adanya mekanisme penyelesaian konflik yang lebih Terang di antara negara-negara ASEAN.

Asal Mula, tanpa itu, ASEAN Bahkan akan semakin kehilangan kehormatan sekaligus kemampuan menjadi organisasi yang Sepatutnya Pandai menjaga kestabilan dan mendorong tumbuhnya kawasan tersebut.

 

Mungkin Anda Menyukai