BERSTATUS tersangka dan tidak lagi menjabat sebagai Ketua Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri ternyata masih menikmati kebebasan. Pemeriksaannya sebagai tersangka, pekan lalu, tidak dituntaskan dengan penahanan oleh penyidik Polda Metro Jaya.
Firli memang sulit untuk melarikan diri, pasalnya perintah pencegahan ke luar negeri terhadap dirinya sudah diterbitkan. Tetapi, potensi merusak hingga menghilangkan barang bukti dalam perkara yang menjeratnya masih sangat terbuka.
Belum lagi potensi risiko upaya untuk memengaruhi saksi-saksi. Seseorang yang terjerat kasus hukum tentu akan melakukan berbagai upaya untuk mengganggu jalannya penyidikan. Risiko semacam itu semestinya menjadi pertimbangan bagi Polda Metro Jaya dalam memproses kasus ini sesegera mungkin.
Besok, penyidik gabungan Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri kembali memanggil Firli Bahuri sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Pemeriksaan kedua kalinya sebagai tersangka ini akan dilaksanakan di Bareskrim Polri.
Publik tentu berharap kali ini penyidik punya pertimbangan lebih matang untuk menuntaskan kasus ini. Sejumlah pihak melihat penahanan terhadap Firli dipandang sudah seharusnya. Apalagi, ancaman hukuman yang mengadang Firli Bahuri seumur hidup.
Gugatan praperadilan yang diajukan Firli juga semestinya tidak menjadi alasan pembenar membiarkan Firli berkeliaran. Apabila menjunjung asas persamaan hukum, polisi sepatutnya menahan Firli setelah memeriksanya sebagai tersangka.
Sama dengan perlakuan KPK terhadap SYL yang langsung ditahan setelah diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi yang ditangani lembaga antirasywah tersebut ketika masih dipimpin Firli. Bahkan, SYL ditangkap di hari sebelum jadwal pemeriksaannya, kendati ia sudah mengonfirmasi bakal hadir dalam pemeriksaan itu.
Perlakuan sama seharusnya diberikan kepada Firli, sehingga publik melihat ada standar setara di antara lembaga penegak hukum.
Apalagi, dalam penanganan perkara korupsi, bila sudah memenuhi syarat yang diatur oleh KUHAP secara formil dan materiil, tersangka semestinya segera ditahan. Hal itu mesti dilakukan supaya penyelesaian kasusnya lebih cepat. Dengan tidak ditahan, kasus ini pun akan menjadi berlama-lama, dan berpotensi menghambat penyidikan.
Penahanan Firli juga akan menepis kecurigaan adanya tindakan saling sandera antara Firli dan pihak penegak hukum. Definisinya, muruah lembaga penegak hukum sangat dipertaruhkan dalam proses hukum kasus pemerasan oleh Firli ini.
Penahanan seorang tersangka juga diharapkan akan segera mempercepat proses penyidikan kasus tersebut. Dengan penanganan yang cepat, kasus yang kerap disebut sebagai puncak kejahatan korupsi itu dapat segera diserahkan ke Kejaksaan Negeri. Dengan begitu, akan tercipta kepastian hukum dalam kasus ini, dan tidak diulur-ulur atau disandera.
Selain itu, hingga saat berstatus terdakwa, Firli belum bisa diberhentikan secara penuh sebagai pimpinan KPK. Definisinya, hingga itu terjadi, Firli masih akan menerima 75% dari gajinya. Selama ini untuk menggaji Firli sebagai Ketua KPK, negara mengeluarkan anggaran lebih dari Rp123 juta.
Cita-cita publik juga digantungkan pada Dewan Pengawas KPK agar segera menuntaskan perkara dugaan pelanggaran etik Firli. Penetapan Firli sebagai tersangka harusnya menjadi mudah bagi Dewas dalam memutuskan dugaan pelanggaran etik dengan cepat. Apalagi pemeriksaan Firli telah dilakukan, hari ini. Jadi, tunggu apa lagi?