SELAIN gaji dan upah, perusahaan biasanya memberikan kompensasi dalam bentuk lain kepada karyawan sebagai imbalan atas pekerjaan yang dilakukan. Bentuk kompensasi lain itu misalnya tunjangan kesehatan, tunjangan transportasi, tunjangan makan, bonus, fasilitas rekreasi, asuransi, program pengembangan diri, dan lain-lain.
Gaji, upah, atau imbalan lain dalam bentuk Duit dikenal sebagai benefit in cash. Sedangkan imbalan dalam bentuk selain Duit, Merukapan dalam bentuk barang (selain Duit), jasa, atau fasilitas dikenal sebagai benefit in kind atau sering juga secara ‘kurang Akurat’ disebut dengan fringe benefit. Setiap perusahaan mungkin punya kebijakan pemberian kompensasi yang berbeda dan bervariasi antarkaryawan, tergantung dari negosiasi antara perusahaan dengan karyawan.
Terkait dengan pajak Pendapatan karyawan, lazimnya terdapat dua jenis kompensasi yang diberikan oleh perusahaan; tunjangan pajak dan pajak ditanggung perusahaan. Tunjangan pajak maksudnya adalah perusahaan memberikan tunjangan dalam bentuk Duit yang dimaksudkan Demi membayar pajak Pendapatan karyawan. Sedangkan pajak ditanggung perusahaan maksudnya adalah pajak membayari pajak Pendapatan karyawan. Keduanya dapat meliputi sebagian atau seluruh dari pajak Pendapatan karyawan.
Selama ini perlakuan pajak Pendapatan atas kedua jenis kompensasi itu berbeda satu sama lain. Tunjangan pajak termasuk sebagai Pendapatan bagi karyawan dan objek PPh Pasal 21 sehingga wajib dipotong oleh perusahaan. Sedangkan pajak ditanggung perusahaan Kagak dipotong PPh pasal 21 oleh perusahaan karena dianggap merupakan penerimaan dalam bentuk natura/kenikmatan.
Peraturan perpajakan sebelum Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, memang menyatakan bahwa penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura atau kenikmatan dikecualikan dari objek pajak.
Tetapi kemudian UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan menganulir perlakuan perpajakan atas natura dan kenikmatan menjadi Kagak dikecualikan dari objek pajak. Hal ini kemudian dikuatkan dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66 tahun 2023 tentang Perlakuan Pajak Pendapatan atas Penggantian atau Imbalan Sehubungan Dengan Pekerjaan Atau Jasa Yang Diterima Atau Diperoleh Dalam Bentuk Natura atau Kenikmatan.
Pasal 3 ayat (1) PMK Nomor 66 tahun 2023 dengan tegas menyatakan bahwa penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura atau kenikmatan merupakan Pendapatan yang menjadi objek pajak Pendapatan.
Terdapat keraguan
Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa pajak karyawan yang ditanggung perusahaan sekarang Kagak Tengah dikecualikan dari objek pajak sehingga menjadi objek PPh Pasal 21. Tetapi PMK Nomor 66 tahun 2023 Kagak secara spesifik mengatur perlakuan atas pajak karyawan yang ditanggung perusahaan ini. Sementara Peraturan Dirjen Pajak nomor Per-16/PJ/2016 yang dengan tegas menyatakan bahwa pajak Pendapatan yang ditanggung pemberi kerja Kagak dipotong PPh Pasal 21, Lagi berlaku Tiba dengan hari ini karena belum dicabut atau diganti. Hal ini mengakibatkan Lagi terdapat keraguan di antara masyarakat wajib pajak tentang perlakuan atas pajak ditanggung perusahaan.
Secara substansial ekonomis sebenarnya kompensasi dalam bentuk tunjangan pajak sama saja dengan pajak ditanggung perusahaan. Karyawan mendapat manfaat ekonomis yang sama. Keduanya mempunyai nilai Duit yang sama dan sesungguhnya kurang Akurat Apabila dikategorikan sebagai natura/kenikmatan (benefit in kinds).
Pajak ditanggung perusahaan juga sebenarnya adalah kompensasi dalam bentuk Duit (benefit in cash), karena perusahaan menanggung pajak karyawan yang seandainya Kagak ditanggung perusahaan, harus dibayar oleh karyawan dalam bentuk Duit. Benefit in cash bukan berarti harus dalam bentuk Duit kartal tetapi juga termasuk Duit giral, seperti cek, giro, kartu kredit, kartu debit, wesel pos, Duit elektronik, atau dompet digital.
Sepertinya Per-16/PJ/2016 Kacau dalam mengartikan pajak ditanggung perusahaan sebagai benefit in kinds (fringe benefit). Kalau kita lihat definisi benefit in kinds, misalnya menurut OECD Glossary of Tax Terms, benefit in kind diartikan sebagai pendapatan dalam bentuk selain Kas sebagai imbalan atas pekerjaan atau jasa yang diberikan.
Sedangkan fringe benefits diartikan sebagai manfaat tambahan selain gaji atau upah. Fringe benefits dapat diberikan dalam bentuk tunjangan Duit, misalnya bonus liburan, atau dalam bentuk benefit in kinds, misalnya akomodasi gratis. Jadi pengertian fringe benefits lebih luas daripada benefit in kinds, karena juga dapat mencakup benefit in cash dalam bentuk Duit kartal dan Duit giral sebagai imbalan dari pekerjaan selain gaji atau upah.
Dengan demikian maka pajak ditanggung perusahaan Terang bukan benefit in kinds tetapi lebih merupakan fringe benefits, yang diberikan dalam bentuk tunjangan Duit. Fringe benefits dalam bentuk tunjangan Duit, dari semula, memang Sebaiknya Kagak dikecualikan dari objek pajak.
Kelaziman atau best practice yang berlaku di berbagai negara juga sebenarnya Kagak mengecualikan fringe benefits dari objek pajak. Hanya fringe benefits tertentu saja, atau dengan jumlah maksimal tertentu (de minimis fringe benefits), yang dikecualikan dari pengenaan pajak. Misalnya di Amerika Perkumpulan, asuransi kesehatan, kontribusi pensiun, dan Sokongan pendidikan tertentu dikecualikan dari pajak. Selain itu, fringe benefits yang bernilai kecil seperti makanan ringan, minuman, hadiah kecil, Duit makan, Duit transport, dll juga dikecualikan.
Di Inggris, voucher perawatan anak dan kontribusi pensiun tertentu dikecualikan dari pajak. Begitu juga dengan fringe benefit bernilai kecil seperti makan di kantin kantor, mobile phone, tempat parkir di kantor, dan hadiah Natal senilai maksimal £150 dan diberikan pada Seluruh karyawan. Di Italia, fringe benefit senilai maksimal €600 per tahun Kagak dikenakan pajak.
Di Irlandia, perusahaan dapat memberikan paling banyak dua hadiah kecil (fringe benefit) tanpa dikenakan pajak dengan nilai total maksimal €1.000 per tahun. Sementara di Australia dan Selandia Baru, fringe benefit dikenakan pajak tersendiri yang dikenal dengan fringe benefit tax (FBT). FBT merupakan pajak yang dibayar oleh perusahaan, bukan karyawan.
Terbitnya PMK Nomor 66 tahun 2023 yang menegaskan perlakuan pajak atas natura dan kenikmatan sebagai objek pajak Pendapatan sudah Akurat, dan lebih sesuai dengan kelaziman atau best practice di dunia. Tetapi Lagi sedikit menyisakan kebingungan di tengah masyarakat wajib pajak karena Kagak secara spesifik menyinggung tentang perlakuan PPh Pasal 21 atas pajak ditanggung perusahaan. Semoga saja Direktorat Jenderal Pajak sudah menyadari permasalahan ini dan segera memberikan penegasan tentang perlakuan yang Akurat atas PPh pasal 21 dari pajak ditanggung perusahaan.
Penulis merupakan peserta pelatihan penulisan artikel Terkenal hasil kerja sama Politeknik Keuangan Negara STAN dengan Media Indonesia Institute
