Tumenggung Endranata

SAGA ini terjadi Dekat empat abad silam. Kisah ini ihwal pengkhianatan anak negeri terhadap pemimpinnya yang hendak memerangi penjajah. Pengkhianatnya ialah Tumenggung Endranata, yang dikhianati ialah Sultan Akbar dan rakyat Mataram ketika itu.

Cerita tersebut tepatnya terjadi pada 1628 ketika Kerajaan Mataram Islam hendak mengusir Vereenigde Oostindische Compagnie alias VOC. VOC ialah persatuan perusahaan Hindia Timur yang awalnya datang Demi berdagang, tapi Lamban-kelamaan melakukan penjajahan. Praktik kolonialisme itu diteruskan Belanda, negara asal VOC, yang selama 350 tahun kemudian menindas Indonesia.

Penjajahan selalu melahirkan perlawanan. Itulah yang dilakukan Sultan Akbar. Sebagai kerajaan besar, Mataram bertekad merebut Jayakarta atau Batavia, kini Jakarta, dari tangan VOC Belanda. Dia mempersiapkan segala sesuatunya dengan matang, tapi semuanya berantakan akibat pengkhianatan Endranata, putra Tumenggung Wiraguna.

Dalam bukunya, Tuan Bumi Mataram dari Panembahan Senopati hingga Amangkurat II, Peri Mardiyono mengisahkan Tumenggung Endranata membocorkan upaya Mataram menguasai Jayakarta. Belanda pun bersiap. Mereka membakar lumbung padi dan makanan Punya Mataram. Dus, para prajurit Bukan mendapat pasokan logistik dari garis belakang sehingga usaha merebut Jayakarta gagal. Dalam kisah yang lain, Endranata juga memicu pemberontakan Pati.

Cek Artikel:  Korupsi Kecil

Begitulah, misi mulia Mataram memerangi penjajah Belanda digagalkan aksi durjana Endranata. Terdapat adagium bahwa perjuangan selalu melahirkan pengkhianatan. Dalam puisinya berjudul Memang Selalu Demikian, Hadi yang ditulis pada 1966, Taufiq Ismail mengamininya.

Setiap perjuangan selalu melahirkan 

Sejumlah pengkhianat dan para penjilat, 

Jangan kau gusar, Hadi…

Setiap perjuangan selalu menghadapkan kita

Pada kaum yang bimbang menghadapi gelombang, Jangan kau kecewa, Hadi’

Era memang sudah berganti, tetapi pengkhianatan tak pernah lekang oleh Era. Terkini, para pengkhianat banyak disebut-sebut dalam perkara pagar laut di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten, yang boleh jadi merupakan bagian dari Jayakarta tempo doeloe. Cap penuh nista itu distempelkan di dahi mereka yang membabi buta mendukung para pihak yang menyengsarakan rakyat.

Ketika Dekat Seluruh anak bangsa marah, geram, atas kesewenang-wenangan di pesisir Kabupaten Tangerang, mereka Malah membela Wafat-matian pelaku penindasan. Rakyat dan nelayan di sana menjadi korban. Di darat, tak sedikit yang tercerabut dari tanah Kelahiran mereka Karena harus melepas lahan kepada pengembang dengan harga sangat murah. Mereka tak kuasa menghadapi tekanan dan ancaman. Mereka kian tak berdaya karena Terdapat label proyek strategis nasional di sana.

Cek Artikel:  Guru Besar Miskin Akal

Di perairan, nasib nelayan sama buruknya. Pagar laut sepanjang 30,16 km menguras lebih banyak solar karena mereka harus memutar. Tentu saja modal Demi melaut membengkak. Laut Punya negara tetiba Terdapat yang menguasainya. Tetiba Terdapat sertifikat di atasnya. Lumrah, sangat lumrah, Kalau kemudian Terdapat yang menyebut Terdapat penjajahan di pesisir Kabupaten Tangerang. Penjajahan model baru, yang meski tak sama persis dengan Era kompeni dulu, tetapi akibatnya sama.

Penjajah Bisa semena-mena karena biasanya Terdapat pengkhianat. Pun dalam kasus pagar laut dan pencaplokan lahan di pesisir Kabupaten Tangerang, juga di sejumlah tempat lain. Wujudnya Ragam-Ragam. Terdapat Swasta, Terdapat aparat desa, aparat keamanan, aparat pertanahan, atau aparat-aparat yang lain. Jangan sampingkan pula buzzer, yang mengaku budayawan, yang mengeklaim mahasiswa, LSM, atau yang suka dipanggil gus. Mereka pasang badan buat para pihak yang dituding merampas tanah negara, menindas rakyat.

Cek Artikel:  Ngos-ngosan Menjamin Jebakan

Jangan tanya ihwal argumen karena itu tak Krusial buat mereka. Yang Krusial bicara, yang Primer bersuara bahwa oligarki Bukan salah. Jangan tanya perihal kejujuran karena kebohongan kiranya sudah Normal bagi mereka. Mereka Membikin rakyat geram. “Londo ireng pengkhianat bangsa,” sebut salah satu netizen. ‘Dialah penghianat bangsa sesungguhnya, menjual tanah air Indonesia kpd penjajah’, tulis yang lain.

Pengkhianatan ialah dosa tiada tara. Akibat berkhianat, Tumenggung Endranata dijatuhi hukuman Wafat. Kepalanya dipenggal. Setelah meninggal, dia tak dimakamkan selayaknya mayat. Tubuh Endranata dibelah menjadi tiga bagian Lampau dikubur di tiga tempat terpisah di Permakaman Imogiri.

Kepala sang tumenggung dikubur di tengah-tengah Gapura Supit Urang, kakinya di tengah kolam. Badannya dikubur di Dasar tangga yang ditandai dengan permukaan yang Bukan rata. Sultan Akbar Mau memberikan pelajaran agar setiap pengunjung makam menginjak salah satu bagian jasad sang pengkhianat. Dia hendak mengingatkan kepada rakyatnya agar tak berkhianat.

Pengkhianatan kepada rakyat, kepada negara, memang sulit Demi diampuni. Tetapi, saya Bukan Paham Niscaya hukuman apa yang paling pas ditimpakan kepada Endranata-Endranata masa kini.

Mungkin Anda Menyukai