PENJUAL sayur di kompleks tempat saya tinggal mengeluh. Katanya, tiga hari belakangan pembeli Sunyi. Pasar tempat dia berbelanja sayuran Kepada dijualnya kembali, katanya, juga Kagak seramai sebelum-sebelumnya.
Saya membayangkan bila si penjual sayur disodorkan Bilangan pertumbuhan ekonomi triwulan II 2021 yang mencapai 7,07%, dia Niscaya Kagak percaya. Itu karena dia Kagak merasakannya, yang ditunjukkan sepinya pembeli. Kiranya banyak pedagang segolongan tukang sayur itu, misalnya penjual pecel lele diberitakan banyak yang bangkrut, Kagak memercayai pertumbuhan ekonomi fantastis itu tersebab mereka Kagak merasakannya dalam kehidupan sehari-hari.
“Faktanya rakyat banyak Tetap susah, ratusan ribu UMKM Sendat, banyak PHK, usaha-usaha besar sesak napas,” kata seorang Sahabat mengomentari pertumbuhan ekonomi itu. Sebagai pegawai gajian dengan jabatan tinggi, Sahabat itu semestinya Kagak terlalu terdampak oleh pandemi covid-19. Dia kiranya Tetap merasakan pertumbuhan ekonomi. Mungkin dia sedang mencoba berempati, merasakan yang dirasakan tukang sayur, berpikiran serupa tukang sayur.
Sahabat lain mengunggah satu Siaran media daring di grup aplikasi pertukaran pesan. Judul Siaran itu Sepinya Pusat Perbelanjaan di Begitu Ekonomi Tumbuh 7 Persen. Dengan mengunggah Siaran itu, Sahabat tersebut kiranya Kagak memercayai pertumbuhan ekonomi kita 7,07%. Kalau ekonomi tumbuh 7%, mengapa mal Sunyi, pikirnya.
Badan Pusat Statistik mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2021 sebesar 7,07%. Bila dibandingkan dengan triwulan I 2021, ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan 3,31%. Kalau dibandingkan dengan triwulan II 2020, atau secara year on year (yoy), perekonomian Indonesia tumbuh 7,07%. Secara kumulatif, Januari-Juni 2021 terhadap Januari-Juni 2020, ekonomi Indonesia tumbuh 3,10%.
Itu artinya, Bilangan-Bilangan pertumbuhan ekonomi berlaku Tamat Juni 2021, ketika terjadi berbagai pelonggaran kegiatan masyarakat, Begitu belum berlangsung pemberlakuan Restriksi kegiatan masyarakat atau PPKM.
Yang dirasakan tukang sayur dan tukang pecel lele bahwa pembeli Sunyi ialah Akibat PPKM. Sebelumnya, tukang sayur dan tukang pecel lele kiranya merasakan pertumbuhan ekonomi 7,07% itu. Bukankah mereka mengeluh pembeli Sunyi setelah penerapan PPKM?
Pun pusat perbelanjaan kini Sunyi karena berbagai Restriksi selama PPKM. Sebelumnya, pusat berbelanjaan terbilang ramai. Pusat perbelanjaan merasakan dan menyumbang pertumbuhan ekonomi 7,07% itu.
Apakah rakyat betul-betul merasakan pertumbuhan ekonomi? Niscaya merasakan. Bukankah BPS menghasilkan Bilangan statistik pertumbuhan ekonomi Kagak dari langit, tetapi dari lapangan, dari yang dirasakan rakyat?
Pemerintah melaksanakan berbagai program Kepada menjaga ekonomi selama pandemi. Pemerintah mengucurkan Sokongan Kas, Sokongan modal Kepada UMKM, dan berbagai Insentif individual Kepada menjaga daya beli masyarakat. Pertumbuhan ekonomi kita sebagian besar ditopang konsumsi. Masyarakat menikmati dan merasakan berbagai program ekonomi pemerintah itu.
Pemerintah juga mengguyurkan Insentif, misalnya pajak, kepada perusahaan-perusahan. Bagi perusahaan di dalam negeri, Insentif tersebut memudahkan mereka melakukan ekspor. Bagi perusahaan asing, Insentif menarik mereka berinvestasi di Indonesia. Walhasil, perusahaan-perusahaan itu tetap Pandai berproduksi dan mempertahankan para pekerja bahkan merekrut pekerja baru. Itulah sebabnya ekspor dan investasi ikut menyumbang pertumbuhan ekonomi 7,07% itu.
Bahwa rakyat merasakan pertumbuhan ekonomi Pandai pula dilihat dari berkurangnya tingkat pengangguran. Data BPS menyebutkan tingkat pengangguran terbuka Februari 2021 sebesar 6,26%, turun 0,81% Kalau dibandingkan dengan Agustus 2020. Pertumbuhan ekonomi berkorelasi positif dengan penyerapan tenaga kerja.
Makin banyak masyarakat yang merasakan pertumbuhan ekonomi Pandai dilihat dari berkurangnya Bilangan kemiskinan dan kesenjangan. Bilangan kemiskinan Maret 2021, menurut data BPS, berkurang 0,01 juta orang Kalau dibandingkan dengan posisi September 2020. Gini ratio yang menunjukkan kesenjangan pada Maret 2021 berkurang 0,001 Kalau dibandingkan dengan posisi Maret 2020. Di tengah pandemi covid-19, kita patut mensyukurinya meski pengurangan kemiskinan dan kesenjangan itu sangat tipis.
Bila Tetap Terdapat orang atau pengusaha yang mengatakan Kagak menikmati pertumbuhan ekonomi kendati mereka menerima Sokongan, Insentif, atau mendapat pekerjaan, itu namanya Kagak mensyukuri nikmat, kufur nikmat. Kita semestinya mensyukurinya dan mengapresiasinya. Apalagi, Kalau dibandingkan dengan negara lain, seperti Vietnam, India, dan Jepang, pertumbuhan ekonomi kita lebih tinggi.
Yang mesti kita jaga ialah kondisi ekonomi akibat PPKM. Tukang sayur, tukang pecel lele, pengelola mal dan para tenant, serta masyarakat luas mulai merasakan Akibat PPKM. Sahabat saya yang berpikiran serupa tukang sayur tadi Pandai berkontribusi dengan membelanjakan duitnya, bukan Sekadar menabungnya, Kepada menjaga ekonomi. Ekonomi triwulan III sangat bergantung pada perpanjangan PPKM. Tetapi, betapa pun kerasnya kita menjaga ekonomi, kita tak boleh mengecilkan pemulihan kesehatan.

