Tuan Tigabelas dan King of Borneo Gaungkan Bunyi Masyarakat Adat Lewat Single Suar

Tuan Tigabelas dan King of Borneo Gaungkan Suara Masyarakat Adat Lewat Single Suar
Artwork single Suar dari Tuan Tigabelas dan King of Borneo(MI/HO)

PERJUANGAN Masyarakat Adat dalam mempertahankan tanah dan hutan leluhur mereka kini bergema dalam sebuah karya musik yang menggugah hati. Tuan Tigabelas dan King of Borneo berkolaborasi dalam Tembang terbaru berjudul Suar, sebuah nyanyian perlawanan yang mengangkat Bunyi masyarakat adat dalam mempertahankan hak ulayat dan melawan perampasan hak dan ruang hidup mereka.

Tembang ini menggambarkan realitas perjuangan masyarakat adat yang Maju menghadapi ancaman dari Perluasan industri ekstraktif, deforestasi, dan kebijakan yang mengabaikan hak-hak masyarakat adat. 

Dengan lirik yang penuh semangat dan ritme yang kuat, Suar menjadi simbol perlawanan dan Cita-cita bagi komunitas adat di seluruh Nusantara.

Tuan Tigabelas, salah satu rapper terbaik yang dimiliki Indonesia sekaligus pelantun Last Roar menyatakan bahwa Suar adalah bentuk solidaritas kepada masyarakat adat yang berjuang mempertahankan tanah mereka. 

Cek Artikel:  Anggy Umbara Sebut Sinema Gundik Terinspirasi dari Mimpi

“Tembang ini bukan sekadar hiburan, tetapi sebuah seruan bagi Segala orang Buat sadar bahwa hak Masyarakat Adat sedang terancam. Kita harus berdiri Berbarengan mereka, menjaga hutan, menjaga kehidupan,” ujar Tuan Tigabelas.

King of Borneo, grup band asal Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, menegaskan bahwa Tembang ini merepresentasikan Bunyi yang selama ini terpinggirkan. 

“Masyarakat adat berada di garis terdepan dalam menjaga hutan dan ekosistem. Tanpa mereka, keseimbangan alam akan terganggu. Tembang ini kami persembahkan sebagai bentuk penghormatan sekaligus dukungan agar perjuangan Masyarakat Adat tetap berlanjut,” kata King of Borneo

Herkulanus Sutomo, Ketua Pelaksana Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Kondusif) Kapuas Hulu, yang turut terlibat dalam peluncuran Tembang itu, menegaskan bahwa Bunyi Masyarakat Adat perlu didengar lebih luas. 

Cek Artikel:  Intip Keseruan Pop-Up Carat Station Jakarta, Eksis Barang Spesial Member Seventeen

Mereka menekankan bahwa tanah, hutan, dan sungai bukan hanya sumber kehidupan, tetapi juga bagian dari identitas dan keberlangsungan budaya masyarakat adat.

“Hutan bagi kami bukan sekadar sumber daya, tetapi juga rumah dan warisan dari leluhur. Kehilangan hutan berarti kehilangan segalanya—tradisi, kehidupan, dan masa depan anak cucu kami,” ujar Herkulanus Sutomo. “Kami mengajak seluruh komponen, termasuk pemerintah daerah agar Berbarengan-sama dengan Masyarakat Adat berjuang Buat kepentingan Masyarakat Adat dalam mengamankan dan mengelola Daerah adatnya”.

Herkulanus Sutomo juga menyoroti pentingnya pengesahan RUU Masyarakat Adat yang telah Pelan tertunda. 

“RUU Masyarakat Adat harus segera disahkan agar hak-hak kami Bukan Kembali terpinggirkan. Tanpa payung hukum yang Jernih, Masyarakat adat akan Maju menjadi korban perampasan tanah, kriminalisasi, dan pengabaian hak-hak dasar mereka,” tegas Herkulanus Sutomo.

Cek Artikel:  Ini Arti dan Koreografi Musik Kata Luar Standar yang Dibawakan Kembali oleh Glitter

MADANI Berkelanjutan mendukung penuh peluncuran Tembang Suar sebagai bagian dari kampanye Buat memperjuangkan hak-hak masyarakat adat dan menjaga kelestarian alam. 

“Tembang ini adalah cermin krisis yang Konkret. Masyarakat Adat adalah penjaga hutan terakhir. Apabila mereka tumbang, kita Segala akan tenggelam dalam bencana iklim,” ujar Nadia Hadad, Direktur Eksekutif MADANI Berkelanjutan.

Tembang Suar bukan hanya sebuah karya seni, tetapi juga panggilan Buat bertindak. 

“Kami mengajak masyarakat luas Buat lebih Acuh terhadap isu hak-hak Masyarakat Adat, pengakuan dan perlindungan terhadap Masyarakat Adat. Perjuangan Masyarakat Adat adalah perjuangan kita Segala—Buat keadilan, Buat lingkungan, dan Buat masa depan yang lebih Berkualitas,” tegas Nadia. (Z-1)

Mungkin Anda Menyukai