KEMENANGAN Donald Trump yang cukup telak atas Kamala Harris dalam Pilpres Amerika Perkumpulan (AS) 2024 cukup mengejutkan. Bahwa Trump akan menjadi pemenang dalam Pilpres AS kali ini memang sudah Terdapat yang memperkirakan sebelumnya. Tetapi, bahwa kemenangannya sangat besar, itulah yang luput dari perkiraan banyak pihak.
Secara eksternal, kemenangan Trump tak Bisa dilepaskan dari meletusnya perang yang sangat merugikan kubu Harris, mulai perang di Ukraina-Rusia hingga perang Israel melawan Grup-Grup perlawanan di Timur Tengah. Terlebih Kembali, Partai Demokrat yang menaungi Harris selama ini dikenal Mempunyai pandangan yang lebih inklusif dan mengedepankan perdamaian. Dengan demikian, perang yang terjadi di era kepemimpinan Joe Biden-Kamala Harris Bisa dipahami sebagai sikap inkonsistensi, atau kelemahan, bahkan ketidakberdayaan.
Oleh karenanya, perang-perang yang Terdapat sungguh sangat merugikan bagi Harris, khususnya perang Israel melawan Grup-Grup perlawanan. Tak ubahnya kisah pasir isap dalam Gambar hidup, perang tersebut Membikin Gambaran Harris dan pemerintahan Presiden Joe Biden secara Lazim semakin tenggelam. Dalam persaingan yang hanya menampilkan dua kandidat (Harris Musuh Trump), tenggelamnya Gambaran Biden-Harris Membikin Gambaran Trump menyala.
Sementara secara internal, Trump menyoroti aspek ekonomi dalam banyak kampanyenya. Seakan Terdapat kaitan langsung antara ekonomi AS yang Tak terlalu Bagus dalam beberapa waktu terakhir dan peperangan yang didukung pemerintahan Biden. Kelindan perang sebagai Unsur eksternal dengan isu ekonomi sebagai (salah satu) Unsur internal telah Membikin Gambaran Trump semakin mengilau hingga mengantarkannya kembali ke Gedung Putih.
Bagaimana Dampak terpilihnya Trump (Trump effect) sebagai presiden ke-47 AS di Timur Tengah, khususnya perang Israel melawan Grup-Grup perlawanan? Inilah pertanyaan dari banyak pihak yang mengiringi kemenangan Trump kali ini.
Dalam Ekonomis penulis, amat mungkin Trump akan segera mengakhiri perang yang telah berkobar lebih dari satu tahun itu. Hal itu Bisa dilihat dari pernyataan Trump beberapa waktu sebelumnya, yang menegaskan perang Gaza telah terlalu banyak menimbulkan korban. Bahkan Trump diduga sempat berkomitmen kepada komunitas muslim Amerika Demi menghentikan perang itu (manakala terpilih), hingga sebagian muslim Amerika lebih memilih Trump dari pada Harris.
Dalam perkembangan terbaru, Israel diberitakan siap melakukan perundingan dan mencapai kesepakatan dengan Hizbullah di Libanon Demi memberikan ‘hadiah’ sekaligus kemenangan awal bagi pemerintahan Trump. Perundingan itu diberitakan mendapatkan dukungan dari AS dan Rusia (Aawsat, 15/11).
Tetapi, dalam Ekonomis penulis, penghentian perang ala Trump akan dilakukan dengan memastikan kemenangan yang besar bagi Israel. Terlebih Kembali, kemenangan Trump Tak Bisa dilepaskan dari Unsur perang Israel yang Membikin Gambaran pemerintahan Biden-Harris semakin melorot hari demi hari. Dalam konteks seperti itu, strategi Netanyahu yang selama ini memainkan politik mengulur waktu (siyasatul mumathalah) dalam menghadapi pelbagai Ragam perundingan yang diprakarsai Presiden Biden telah menjadi Donasi sangat berharga bagi kemenangan Trump (Media Indonesia, Strategi Ulur Waktu Netanyahu, 25/7).
Berkat strategi mengulur waktu yang dimainkan Netanyahu, perang Israel-Hamas tak Bisa segera dihentikan seperti diinginkan Presiden Biden. Alih-alih berhenti, perang Israel Bahkan semakin membesar dan meluas hingga hari ini, melibatkan Hizbullah di Libanon, sebagian Letak di Suriah, melibatkan Grup perlawanan di Irak, Houti di Yaman, bahkan Iran. Semakin perang itu berkobar maka terbukti semakin membakar hangus Gambaran pemerintahan Biden-Harris. Hingga akhirnya Trump berhasil menang besar dalam Pilpres AS kali ini.
Tak Terdapat Donasi sukarela dalam politik. Dekat Niscaya Trump akan membalas Donasi strategis dari Netanyahu dengan hal-hal yang juga strategis pula, Bagus dalam konteks Israel secara Lazim maupun dalam konteks Netanyahu secara pribadi. Dalam konteks Israel, Trump Bisa melanjutkan kembali Perjanjian Abraham yang diprakarsai pada 2020. Melalui perjanjian itu, Trump mendorong negara-negara Arab-muslim Demi menjalin Rekanan diplomatik dengan Israel.
Dalam konteks pribadi, Trump Bisa mendukung upaya-upaya internal yang dilakukan Netanyahu. Sebagaimana dimaklumi, Netanyahu belakangan menghadapi empat skandal yang semakin menyudutkan dirinya. Salah satunya ialah skandal pembocoran Arsip rahasia kepada media asing dan skandal pencopotan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant, yang dilakukan bersamaan dengan Penyelenggaraan Pilpres AS, 5 November Lampau (Aljazeera.net, 9/11).
Sekalian perkembangan yang Terdapat Membikin Netanyahu semakin terjepit. Protes kerap dilakukan Anggota Israel. Terlebih Kembali skandal-skandal yang Terdapat diduga Terdapat Rekanan dengan sikap Netanyahu yang kurang mengedepankan pembebasan atau keselamatan para sandera yang Lagi ditahan Hamas.
Sebaliknya, kemenangan Trump tak ubahnya mimpi Jelek bagi Palestina dan Grup-Grup perlawanan, termasuk Iran. Perang mungkin memang akan diakhiri Trump, tapi penghentian perang itu Bisa disertai dengan kerugian yang bersifat strategis bagi Palestina dan Grup-Grup perlawanan.
Apa yang selama ini terjadi dengan Perjanjian Abraham Bisa dijadikan sebagai salah satu Teladan dari kerugian strategis yang dialami Palestina. Sebagaimana telah disampaikan, melalui Perjanjian Abraham Trump mendukung negara-negara Arab-muslim Demi membangun Rekanan diplomatik dengan Israel.
Persoalannya ialah Rekanan diplomatik dengan Israel Tak disertai dengan komitmen terlebih dahulu bagi kemerdekaan Palestina. Alih-alih, bahkan Palestina Tak dilibatkan dalam proses pemberlakuan Perjanjian Abraham. Hingga akhirnya Palestina merasa ditusuk dari belakang oleh negara-negara yang telah menjalin Rekanan diplomatik dengan Israel melalui Perjanjian Abraham itu.
Ketika Gaza Lanjut diserang secara membabi buta Tiba sekarang, faktanya negara-negara yang telah menjalin Rekanan diplomatik dengan Israel juga Tak Bisa berbuat banyak Demi menekan Israel dan menolong rakyat Palestina, terlebih Kembali Membikin Palestina mendapatkan kemerdekaan mereka. Hal itu menunjukkan Perjanjian Abraham hanya menguntungkan pihak Israel, alih-alih pihak Palestina.
Tetapi, di luar Palestina, kembalinya Trump ke Gedung Putih Bisa disambut dengan sangat hangat dan positif oleh negara-negara Timur Tengah, khususnya para elite pemerintahan (bukan rakyatnya). Disebut demikian, karena Trump yang berlatar belakang businessman acap memainkan politik ‘transaksi’ dengan semangat saling menguntungkan (Saya untung, Engkau untung). Terlebih Kembali, Trump Tak terlalu ketat dengan persoalan HAM, demokrasi, dan kebebasan sipil yang membuatnya mudah berhubungan dengan banyak pemimpin di dunia, termasuk pemimpin banyak negara di Timur Tengah.
Oleh karenanya, walaupun Tak dinyatakan secara terbuka, sebenarnya kemenangan Trump disambut dengan sangat hangat oleh banyak pemimpin negara di dunia, tak terkecuali di Timur Tengah. Pada tahap tertentu Bisa dikatakan, Timur Tengah Berbarengan dan Senang dengan Trump. Kalau Terdapat yang bersedih dengan kemenangan Trump, ia adalah Palestina sang yatim piatu abad modern ini.