Trisula KPK tanpa Kode Etik

SETIDAKNYA Terdapat dua persoalan sangat serius yang menyandera Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pertama, terjadinya pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan staf KPK. Kedua, lemahnya koordinasi antarlini penegak hukum.

Dua persoalan itulah yang menjadi dasar revisi Undang-Undang KPK. Fakta itu Pandai ditemukan dalam Penjelasan Biasa Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Alinea ke-4 Penjelasan Biasa itu menyebutkan, ‘Tetapi dalam perkembangannya, kinerja KPK dirasakan kurang efektif, lemahnya koordinasi antarlini penegak hukum, terjadinya pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan staf Komisi Pemberantasan Korupsiā€¦’.

Persoalan kode etik dan koordinasi itulah yang kini menjadi sorotan komisi yang dipimpin Firli Bahuri tersebut. Demi ini Grup masyarakat mengadukan pimpinan KPK kepada Polda Metro Jaya dan Dewan Pengawas KPK.

Kasus yang diadukan itu menyangkut dugaan kebocoran Berkas hasil penyelidikan KPK terkait dengan dugaan korupsi di Kementerian Kekuatan dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Terdapat pula kasus pemberhentian Direktur Penyelidikan KPK Endar Priantoro yang merefleksikan kurangnya koordinasi antara KPK dan Polri.

Cek Artikel:  Migas Terlindas Copras-Capres

KPK diberi amanat oleh undang-undang Buat memberantas korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinambungan. Terdapat enam asas yang menjadi Panduan, Ialah kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan Biasa, proporsionalitas, dan penghormatan terhadap hak asasi Sosok.

Dugaan kebocoran Berkas hasil penyelidikan KPK mencerminkan keterbukaan informasi publik yang kebablasan. Betul bahwa informasi merupakan keputuhan pokok setiap orang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Meski demikian, Terdapat informasi yang dikecualikan menurut ketentuan Pasal 17 huruf a UU 14/2008. Yang dikecualikan itu ialah informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi publik dapat menghambat proses penegakan hukum.

Kategori informasi yang dikecualikan itu antara lain informasi yang dapat menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana. Informasi yang dikecualikan itu bersifat rahasia sehingga dugaan kebocoran hasil penyelidikan KPK dianggap sebagai membocorkan kerahasiaan negara.

Cek Artikel:  Pelajar Ambyar

Sudah terlalu sering terjadi kebocoran Berkas di KPK akibat Hukuman yang Enggak memberikan Dampak jera. Koalisi Freedom of Information Network Indonesia pada awal 2020 mencatat empat kasus yang informasinya bocor ke publik.

Pertama, draf surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Anas Urbaningrum terkait dengan kasus korupsi proyek Hambalang. Pada Demi itu KPK merespons dengan membentuk komite etik Buat mengusut bocornya surat tersebut. Hasilnya, sekretaris Ketua KPK Abraham Samad, Wiwin Suwandi, dipecat karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik.

Kedua, sprindik atas nama Jero Wacik selaku menteri Kekuatan dan sumber daya mineral terkait dengan kasus suap di lingkungan SKK Migas. Ketiga, sprindik atas nama Rachmat Yasin selaku Bupati Bogor terkait dengan kasus pemberian izin di Bogor. Keempat, sprindik atas nama Setya Novanto selaku Ketua DPR terkait dengan kasus PON di Riau.

Kiranya Dewan Pengawas KPK mengusut tuntas dugaan kebocoran Berkas hasil penyelidikan KPK terkait dengan dugaan korupsi di Kementerian ESDM. Juga diusut tuntas masalah koordinasi dengan menggunakan parameter Kode Etik dan Panduan Perilaku yang dibuat pada 2020. Terdapat lima nilai dasar yang terkandung di dalamnya, Ialah integritas, sinergi, keadilan, profesionalisme, dan kepemimpinan.

Cek Artikel:  Siapa Tahan Jadi Oposisi

Kasus kebocoran Berkas penyelidikan itu menerabas poin 19 integritas, Ialah dilarang memberitahukan, meminjamkan, mengirimkan atau mentransfer, mengalihkan, menjual atau memperdagangkan, memanfaatkan seluruh atau sebagian Berkas, data, atau informasi Punya komisi dalam bentuk elektronik atau nonelektronik Buat kepentingan pribadi kepada pihak yang Enggak berhak, atau membiarkan hal tersebut terjadi kecuali atas persetujuan atasan langsung atau pimpinan komisi.

Terkait dengan masalah koordinasi, butir pertama sinergi menyebutkan bersedia bekerja sama dan membangun kemitraan yang Seimbang dengan seluruh pemangku kepentingan Buat menemukan dan melaksanakan solusi terbaik, bermanfaat, dan berkualitas.

Permasalahan etik jangan Tamat menyandera pimpinan KPK yang Demi ini gencar membangun fondasi yang kukuh bagi Trisula KPK, Ialah pendidikan, pencegahan, dan penindakan korupsi. Trisula KPK tanpa kode etik hanya membuka lebar lorong-lorong gelap transaksi korupsi.

Mungkin Anda Menyukai