ORHAN Pamuk, novelis terkemuka, pernah berkata, “Museum yang sebenarnya adalah tempat yang waktu berubah menjadi ruang.” Kalimat ini menggambarkan bagaimana museum dapat mengubah sejarah dan waktu menjadi pengalaman spasial bagi pengunjung, memberi kesempatan untuk berinteraksi secara fisik dengan masa lalu.
Pada September tahun lalu, tonggak penting tercipta dalam dunia kebudayaan RI saat Kemendikbud-Ristek meresmikan Badan Layanan Lumrah Museum dan Cagar Budaya (Indonesian Heritage Agency). Inisiatif ini tidak hanya menguatkan identitas budaya RI, tetapi juga menyediakan fasilitas pendidikan yang memperkaya wawasan sejarah dan warisan budaya bagi masyarakat luas.
Indonesia, dengan keberagamannya, berdiri di persimpangan tantangan dan peluang dalam memajukan kebudayaan sebagai pilar identitas nasional. UU RI No 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan menjadi landasan bagi pelestarian dan pengembangan warisan budaya kita. Di Indonesian Heritage Agency, kami melihat keberagaman ini sebagai kekuatan untuk membawa RI ke tingkat peradaban yang lebih tinggi.
Baca juga : Putra Anies Baswedan Sebut Gen Z Sangat Ingin Perubahan
Diakui bahwa museum dan cagar budaya di RI memiliki ruang untuk peningkatan. Kebanyakan museum saat ini berfokus pada dokumentasi etnografi dan sejarah sosial, tetapi perlu adanya diversifikasi ke arah seni, desain, ilmu pengetahuan, teknologi, dan sejarah alam. Dengan hanya sekitar 8% museum di RI yang telah mencapai standarisasi tipe A, itu menunjukkan adanya kebutuhan akan peningkatan dalam manajemen dan efektivitas program. Tetapi, potensi pengembangan museum di RI sangat besar. Lebih dari setengah museum berlokasi di Nusa Jawa, diikuti Bali dan Sumatra, menawarkan peluang besar untuk peningkatan peran mereka dalam pelestarian budaya dan pendidikan.
Sebagai penggemar cerita wayang, khususnya Mahabharata, saya mendapati banyak inspirasi dalam narasi epik ini yang relevan dengan upaya pemajuan warisan budaya di RI. Wayang, dengan segala kompleksitasnya, tidak hanya menghibur, tapi juga mengedukasi, mirip dengan peran yang harus dijalankan oleh museum dan cagar budaya. Dalam wayang, sosok seperti Dewa Indra tidak hanya sekadar karakter, tetapi juga simbol keberanian, kebijaksanaan, dan keadilan, nilai-nilai yang saya percaya sangat penting dalam konteks pelestarian dan pengembangan budaya Indonesia.
Dalam wayang, Dewa Indra sering digambarkan sebagai sosok yang berani dan bijaksana, kualitas yang harus kita tiru dalam mengelola warisan budaya. Ini termasuk mengambil risiko yang diperhitungkan untuk mendiversifikasi konten di museum dan cagar budaya, serta mengatasi tantangan manajemen dan program dengan cara yang inovatif. Sebagai penggemar wayang, saya menghargai pentingnya menceritakan kembali kisah-kisah ini dengan cara yang menarik dan relevan, sebuah pendekatan yang juga bisa diterapkan dalam presentasi warisan budaya di museum.
Baca juga : Gen Z Rentan Alami Gangguan Kulit Gatal
Kebijaksanaan, seperti yang ditunjukkan oleh Indra dalam wayang, memberi kita panduan untuk membuat keputusan yang bijaksana dalam pelestarian dan pameran warisan budaya. Ini melibatkan pendekatan yang mempertimbangkan aspek pendidikan dan inklusivitas, memastikan bahwa setiap lapisan masyarakat dapat mengakses dan menghargai kekayaan budaya Indonesia. Selain itu, konsep keadilan dalam wayang, yang sering diwakili oleh Dewa Indra, menekankan pentingnya kesetaraan dalam akses terhadap warisan budaya, memastikan bahwa semua orang, tidak peduli di mana mereka berada, memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan menikmati warisan budaya Indonesia.
Dengan melihat tantangan sebagai peluang, kami membuka diri untuk partisipasi masyarakat, swasta, dan pihak asing dalam mengintegrasikan kebudayaan dalam kehidupan sehari-hari. Kami yakin, bahwa dengan langkah inovatif dan inklusif, konsep ‘Indonesia merdeka belajar, merdeka berbudaya’ dapat terwujud. Dengan kesadaran akan kekayaan budaya sebagai landasan, kami berkomitmen menjadikan kebudayaan sebagai katalisator utama transformasi menuju RI yang lebih maju dan bermartabat.
Baca juga : Z Fest Wadahi Kreativitas Anak Muda Generasi Z
Transformasi museum tanpa melupakan aspek pemanfaatan edukasinya
Di era saat ini, yakni generasi milenial dan Gen Z mendominasi sebagai populasi terbesar, mereka menjadi target utama dalam banyak aspek, termasuk dalam bidang kebudayaan dan pendidikan. Sebagai generasi penerus, mereka memegang kunci masa depan, membawa bersama mereka potensi besar untuk mengubah dan membentuk dunia.
Dengan keunikan karakteristik mereka yang terbiasa dengan teknologi, inovatif, dan memiliki kesadaran sosial yang tinggi, penting bagi lembaga-lembaga seperti museum dan cagar budaya untuk menyesuaikan pendekatan mereka agar bisa menarik minat generasi ini. Keterlibatan aktif mereka dalam pelestarian dan pengembangan warisan budaya tidak hanya akan memastikan kelangsungan warisan itu, tetapi juga membantu dalam menciptakan sebuah masyarakat yang lebih berpengetahuan, inklusif, dan berbudaya.
Baca juga : IHA Maju Dorong Masyarakat Rawat Sejarah dan Budaya Indonesia
Oleh karena itu, strategi yang direncanakan dan diimplementasikan saat ini harus dengan cermat mempertimbangkan preferensi, minat, dan cara interaksi generasi milenial dan Gen Z, untuk memastikan warisan budaya kita terjaga dan terus berkembang di tangan generasi yang akan datang.
Dalam menghadapi tantangan menjadikan museum menjadi lebih mainstream tanpa melupakan aspek edukasinya, upaya pengelolaan museum di RI perlu direimajinasikan agar bertransformasi menjadi destinasi edukasi dan sosial yang relevan bagi generasi milenial dan Gen Z. Hal ini memerlukan pendekatan yang inovatif dan kontemporer, mengintegrasikan teknologi terkini dan tren yang sesuai dengan minat generasi muda.
Pertama, teknologi digital dapat digunakan untuk menciptakan pengalaman yang imersif dan interaktif. Memberikan pengalaman yang lebih mendalam dibandingkan dengan metode display tradisional, hal ini sudah pernah kami lakukan di Museum Nasional Indonesia. Ini tidak hanya menarik bagi generasi yang terbiasa dengan teknologi, tetapi juga memperkaya aspek edukatif dengan menyajikan informasi secara lebih menarik dan mudah dicerna.
Baca juga : Pengelolaan Museum Harus Libatkan Kaum Muda
Kedua, penggunaan media sosial dan pemasaran digital yang efektif penting untuk menjangkau audiens yang lebih luas, terutama generasi muda yang aktif di platform digital. Museum dapat menciptakan kampanye interaktif atau konten yang menarik untuk media sosial, memancing ketertarikan dan interaksi dari pengunjung muda.
Ketiga, program dan acara yang menarik bagi generasi muda, seperti lokakarya, talk show dengan tokoh-tokoh populer, atau bahkan konser musik, bisa menjadi sarana untuk menarik lebih banyak pengunjung ke museum, sekaligus memberikan mereka pengalaman edukatif yang menyenangkan.
Keempat, kolaborasi dengan seniman dan kreator kontemporer, dapat membantu dalam menyajikan warisan budaya dengan cara yang lebih modern dan relevan, menarik minat generasi yang lebih muda sambil tetap menghormati esensi budaya asli.
Baca juga : Peringati Isra Mikraj, SASKARA Hadirkan Koleksi Nusantara dari Warisan Budaya Aceh
Dengan cara ini, museum dan cagar budaya di RI dapat bertransformasi lebih dari sekadar tempat penyimpanan artefak; mereka menjadi pusat pendidikan, interaksi sosial, dan hiburan yang menarik bagi seluruh masyarakat, termasuk generasi milenial dan Gen Z, serta memiliki daya tarik bertaraf internasional. Pendekatan semacam ini akan menguatkan peran museum sebagai ruang, di mana waktu berubah menjadi ruang, sesuai dengan kata-kata Orhan Pamuk, sekaligus menjadikannya relevan dan menarik bagi generasi masa kini dan masa depan.