Tragedi Paham Tempe

Paham dan tempe kerap menghadirkan guncangan di awal tahun. Dalam tiga tahun terakhir, kelangkaan bahan makanan agak pokok itu selalu terjadi pada Februari-Maret. Musababnya selalu sama, yakni mogok produksi dari para produsen Paham tempe yang dipicu meroketnya harga bahan baku kedelai.

Meski daya kejut Paham dan tempe Tak sedahsyat beras, tetap saja guncangannya Membikin gangguan ‘stabilitas’ nasional. Uniknya Kembali, meskipun kelangkaan Paham tempe sudah rutin menjadi semacam peringatan tahunan, para pemangku kebijakan seolah-olah tetap terkejut dengan Pengaruh yang sama. Biar seragam, saya sebagai penikmat hebat tempe pun ikut-ikutan kaget dengan tingkat kekagetan yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya.

Itulah yang akhirnya jadi masalah klasik. Kalau keledai Tak Terperosok di lubang yang sama dua kali, kedelai Pandai menjatuhkan kita di titik yang serupa berkali-kali. Akhirnya, muncul parade kor permakluman yang klasik: ini akibat kita bergantung pada impor kedelai. Begitu harga kedelai di Amerika Perkumpulan naik, Niscaya kedelai dalam negeri bakal melambung juga.

Cek Artikel:  Virus Kemewahan

Kebutuhan kedelai nasional Buat memproduksi Paham tempe Sekeliling 3 juta ton. Dari total kebutuhan tersebut, pasokan dari dalam negeri paling mentok hanya 400 ribu ton. Lebih dari 87% dari kebutuhan pasokan tersebut (Sekeliling 2,6 juta ton) harus diimpor. Sebagian besar diimpor dari Amerika Perkumpulan.

Dalam sebulan terakhir, harga kedelai konsisten naik. Di Pulau Jawa, harga kedelai naik hingga Rp11.300 per kilogram. Harga tersebut jauh lebih tinggi daripada yang ditetapkan pemerintah tahun Lewat, yakni maksimal Rp9.000 per kilogram. Harga kedelai di luar Jawa Pandai lebih tinggi. Seperti yang terjadi di Kota Medan, yang mencapai Rp12.500 per kilogram.

Walhasil, produsen Paham tempe pun berada dalam dilema antara Meningkatkan harga dan memangkas ukuran. Meningkatkan harga di tengah perekonomian yang Tetap sulit berisiko berkurangnya permintaan. Ujung-ujungnya produsen Paham tempe merugi. Memangkas ukuran berpotensi menurunkan tingkat kepercayaan. Terdapat yang berseloroh, ini tempe atau kartu ATM karena saking tipisnya ukuran.

Akhirnya, para produsen Paham tempe pun menempuh ‘jalan ketiga’, yakni mogok berproduksi. Walaupun harga kedelai itu sudah ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar, para produsen Paham tempe yang tergolong UKM itu tetap meminta pemangku kebijakan memedulikan nasib mereka dan keresahan penikmat Paham tempe yang ratusan juta orang jumlahnya.

Cek Artikel:  Balas Jasa itu (Bukan) Berkualitas

Apalagi, kontribusi para produsen Paham tempe terhadap perekonomian Indonesia Tak Pandai dipandang enteng. Data Gabungan Koperasi Produsen Tempe-Paham Indonesia (Gakoptindo) menunjukkan Terdapat lebih dari 5 juta tenaga kerja diserap industri tempe dan Paham nasional yang tersebar di Sekeliling 160 ribu pabrikan. Pabrikan tersebut tersebar di lebih dari 200 kabupaten dan kota yang Terdapat di 27 provinsi.

Mereka menjadi garda terdepan pemasok kebutuhan konsumsi Paham yang mencapai 0,15 kg per kapita per minggu dan konsumsi tempe per kapita per minggu sebesar 0,14 kilogram. Jadi, amat wajar bila keresahan para produsen itu didengarkan dan mereka dibantu Buat menemukan jalan keluar.

Terdapat beberapa hal yang Pandai dilakukan pemerintah Buat membantu masalah pertahutempean ini. Pertama, meminta para importir Buat Membikin kontrak kerja sama jangka panjang kepada produsen kedelai di luar negeri. Metode itu diyakini Pandai Membikin harga kedelai lebih Kukuh. Selama ini importir dengan produsen kedelai di luar negeri meneken kerja sama jangka pendek. Akibatnya, risiko fluktuasi harga kedelai Tak Pandai terhindarkan.

Cek Artikel:  Kebencian Rasmus Paludan

Kedua, pemerintah Pandai memberikan subsidi kepada para produsen Paham dan tempe. Hal itu jadi upaya Buat mencegah para produsen mogok produksi. Hal itu disebabkan Paham dan tempe merupakan sumber alternatif protein yang selama ini harganya terjangkau bagi masyarakat.

Ketiga, pemerintah juga harus memastikan agar Tak Terdapat penimbunan atau manipulasi dari importir kedelai. Apalagi dalam beberapa hari ke depan memasuki momentum bulan puasa dan Lebaran.

Kalau pada akhir 1980 Terdapat Musik Tragedi Buah Apel Punya Anita Sarawak yang sangat kondang, kiranya kita Tak membutuhkan Musik baru Tragedi Paham Tempe. Itu agar persoalan Paham tempe Tak menjadi tragedi permanen yang hadir saban tahun.

Mungkin Anda Menyukai