Tragedi Kali Bekasi

GEGER penemuan tujuh mayat di Kali Bekasi, tepatnya di belakang Masjid Al-Ikhlas di Perumahan Pondok Gede Permai, Jatiasih, Kota Bekasi, Minggu (22/9), membuat miris.

Mereka ialah anak-anak usia belasan, atau lebih tepatnya remaja, korban tenggelam di Kali Bekasi. Mereka meloncat ke Kali Bekasi untuk menghindari Tim Patroli Perintis Presisi Polres Metro Bekasi Kota yang memantau kawasan tersebut.

Mereka diduga akan tawur pada Sabtu (21/9) dini hari. Sebanyak 15 orang ditetapkan menjadi tersangka terkait dengan peristiwa tewasnya tujuh remaja di Kali Bekasi tersebut.

Baca juga : Jadi Mantan Presiden, Lezat?

Duka mendalam tak hanya menyelimuti keluarga korban. Kita juga patut berduka karena mereka sebenarnya korban lingkungan pergaulan yang tidak sehat. Lingkungan yang membuat mereka bergerak ke mana saja, seperti kumpul-kumpul dini hari pukul 03.00 untuk tawur.

Mereka berkumpul pada waktu yang tidak lazim. Pagi hari ialah waktu raga manusia normal beristirahat, terlelap di tempat tidur. Bukan di jalan, apalagi berencana tawur dengan sejumlah senjata tajam, celurit yang besar-besar nan mengerikan.

Tawur remaja, anak sekolah atau pun remaja antarkampung di Jakarta, tak pernah pudar. Malah semakin menjadi-jadi. Mereka tidak sekadar nakal, tetapi juga berani melenyapkan nyawa orang lain dengan senjata tajam.

Cek Artikel:  Menikmati Debat Daya Beli

Baca juga : Sean Gelael Optimistis Raih Podium di Sao Paolo

Tantangan bermula di media sosial, saling provokasi. Selanjutnya mereka menentukan titik tawur. Tak hanya itu, mereka menyiarkan tawur secara live di Instagram. Seolah mereka ada kebanggaan bisa berkelahi ramai-ramai dengan cara seperti itu.

Fenomena tawur menjadi konten di media sosial tak hanya di Jakarta. Di sejumlah daerah juga sami mawon, seperti di Sukabumi, Jawa Barat, awal Mei lalu. Duel maut yang dibuat konten melibatkan sejumlah pelajar SMP di daerah tersebut.

Seorang pelajar SMP berinisial MPY, 13, mengalami luka di kepala hingga akhirnya kehabisan darah dan meninggal dunia. Polisi menetapkan 10 orang ABH (anak berhadapan dengan hukum) sebagai tersangka.

Baca juga : SDN 085 Ciumbuleuit dan SDN 043 Cimuncang Raih Podium Teratas

Sejumlah wilayah di Jakarta diketahui juga menjadi ‘langganan’ lokasi tawur hingga turun-temurun. Mulai kakek sampai cucunya. Dalam satu bulan bisa terjadi tawur antarkampung yang bertetangga di wilayah tersebut.

Cek Artikel:  Daya Magis Kesetiaan Hachiko

Lingkungan yang tidak sehat, tak ada ruang hijau atau taman, untuk rehat, berolahraga, dan interaksi warga, membuat kondisi lingkungan menimbulkan energi negatif yang menyuburkan sifat destruktif.

Maraknya fenomena tawur remaja tak bisa dibiarkan. Upaya yang dilakukan harus dari hulu sampai hilir serta berkesinambungan. Penanganan tawur terkesan banyak di hilir, seperti penangkapan dan pencabutan kartu Jakarta pintar (KJP) bagi pelajar yang terlibat tawur.

Baca juga : Semangat Juang Jadi Modal bagi Nizar Raih Podium Bali Trail Run Ultra 2024

Sebelum penanganan dari hulu sampai hilir, yang utama ialah para pemangku kepentingan, yakni orangtua, sekolah, tokoh masyarakat, aparat penegak hukum, dan pejabat terkait, harus mengetahui karakteristik remaja.

Pergolakan jiwa remaja harus dipahami dengan baik. Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis, maupun intelektual. Pada masa pancaroba itu keinginan untuk menunjukkan eksistensi diri sangat besar.

Karena itu, pendekatan dialog, dari hati ke hati, jauh lebih baik ketimbang pendekatan yang bersifat top down, lebih-lebih sekadar berbasis proyek dengan target anggarannya harus dihabiskan tanpa melihat efektivitas programnya. Akibatnya, pembinaan remaja tidak menyentuh akar permasalahan.

Cek Artikel:  Politik Tampak Muka

Berdasarkan Pasal 1 ayat 7 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 Mengertin 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak, remaja ialah kelompok usia 10 tahun sampai berusia 18 tahun.

Remaja memiliki sifat khas, yakni rasa keingintahuan yang besar, menyukai petualangan dan tantangan, serta cenderung berani menanggung risiko atas perbuatannya tanpa didahului pertimbangan yang matang (Kemenkes RI, 2015).

Selain harus memahami karakteristik remaja, para pemangku kepentingan harus memahami latar belakang keluarga, secara sosial dan ekonomi, serta kondisi lingkungan tempat tumbuh dan berkembang remaja. Pembinaan remaja meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ruang ekspresi remaja harus diperluas.

Tragedi Kali Bekasi tak boleh lagi terjadi. Remaja ialah masa depan bangsa. Mereka bagian dari pemuda yang populasinya cukup signifikan.

Pada 2022, terdapat sekitar 65,82 juta jiwa atau hampir seperempat (24,00%) penduduk Indonesia berada di kelompok umur 16-30 tahun.

Absahabat Rasulullah SAW yang berjuluk Babul ‘Ilm, atau pintu ilmu pengetahuan, Sayyidina Ali bin Abi Thalib, berpesan jangan paksa anakmu untuk menjadi seperti dirimu karena mereka tidak terlahir seperti di zamanmu. Tabik!

Mungkin Anda Menyukai