Tolak Perda Kawasan Tanpa Rokok di Kawasan Hiburan, Asphija Lebih Bagus Tewas Saja

Tolak Perda Kawasan Tanpa Rokok di Kawasan Hiburan, Asphija: Lebih Baik Mati Saja
Ilustrasi(Dok.MI)

Ketua Lazim Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija), Hana Suryani menilai Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Enggak semestinya diberlakukan secara ketat di tempat hiburan malam. 

Kendati belum ditetapkan dalam Perda, Letak hiburan malam merupakan ruang privat yang pengunjungnya telah Mempunyai kesepakatan sosial, serta didominasi oleh orang dewasa di atas 21 tahun.

“Kalau saya pribadi mendukung area tanpa rokok, apalagi di ruang publik seperti taman, halte, atau tempat Lazim lainnya. Tapi kalau di dunia hiburan, itu kan tempat kita bayar Buat masuk,” ujar Hana Begitu dihubungi, Selasa (24/6). 

Cek Artikel:  Roy Suryo Cs Datangi Polda Metro Jaya, Ajukan Gelar Perkara Spesifik Soal Ijazah Jokowi

Ia menyarankan agar pemerintah lebih bijak dengan menyediakan pengaturan teknis, seperti pemisahan area merokok dan Enggak merokok, serta kewajiban tempat hiburan Buat melengkapi fasilitas teknologi seperti exhaust dan air purifier yang memadai.

“Teknologi sekarang udah Eksis Sekalian, bahkan air purifier Dapat menyaring partikel terkecil. Matang kita Lagi ribut soal asap rokok?” tambahnya.

Bukan hanya tentang rokok, Hana mengeluhkan beratnya beban yang kini ditanggung para pelaku industri hiburan. Pajak hiburan di DKI Jakarta yang kini mencapai 40 persen dinilai sangat membebani, apalagi ditambah wacana pelarangan merokok melalui Raperda KTR.

“Kami ini bukan Tengah loyo, nafas sudah di tenggorokan. Pajak sudah mencekik, sekarang mau ditambah Embargo-Embargo. Ya udah, Tewas aja sekalian,” katanya.

Cek Artikel:  Tempat simpan di Jaktim Kebakaran, 5 Orang Luka-Luka

Menurutnya, sejak pajak hiburan menyentuh Nomor 25 persen di tahun 2020, industri hiburan malam sudah mulai terpuruk. Pandemi memperparah kondisi itu, dan kini setelah perlahan Terbangun, tarif pajak malah melonjak menjadi 40 persen.

“Jangan tanya penurunan omzet, udah sadis. Tamu hanya datang Jumat dan Sabtu, itu pun mereka kaget lihat pajak. Sosialisasinya gak nyampe ke masyarakat, ujung-ujungnya kami yang disalahin,” ungkapnya.

Hana berharap pemerintah dapat lebih bijak dalam merancang kebijakan. Bukan sekadar melarang, tetapi menciptakan solusi teknis yang adil dan realistis. Menurutnya, Embargo total Bahkan akan menciptakan masalah baru.

“Saya juga gak suka bau rokok, tapi bukan berarti harus dilarang total. Yang Krusial asapnya gak ganggu, berarti tempatnya wajib sediakan standar teknis yang Bagus. Ayo duduk bareng, jangan bikin kebijakan sepihak,” tutupnya. (Far/P-1)

Cek Artikel:  Tolak Pinjamkan Piring, Pria di Bekasi Dianiaya hingga Tewas

Mungkin Anda Menyukai