DUNIA virtual Rupanya menawarkan kenyamanan dan kesenangan hidup yang lebih tinggi Kalau dibandingkan dengan dunia realitas. Karena itulah, sebagian besar orang menghabiskan waktu Buat menjelajahi dunia virtual.
Laporan Hootsuite (We are Social) 2022 menyebutkan jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 204,7 juta dengan pengguna media sosial aktif 191,4 juta. Waktu rata-rata setiap hari dalam penggunaan internet ialah 8 jam 36 menit dan rata-rata setiap hari waktu menggunakan media sosial melalui perangkat apa pun ialah 3 jam 17 menit.
Sebanyak 80,1% di antara mereka menggunakan internet Buat menemukan informasi. Karena itu, sangat Krusial Buat menciptakan ruang digital yang Rapi, Berkualitas, dan bermanfaat.
Jangan biarkan ruang digital dimanfaatkan Buat mempromosikan perilaku menyimpang seperti lesbian, gay, biseksual, transgender (LGBT). Dalam perspektif inilah patut diapresiasi sikap warganet yang mengkritisi konten Youtube Punya Deddy Corbuzier.
Deddy mewawancarai Kekasih LGBT, Ragil Mahardika dan Frederick Vollert. Wawancara itu ditafsirkan sebagai mempromosikan LGBT kendati Deddy mengaku Enggak mendukung kegiatan LGBT. Deddy pun meminta Ampun dan menghapus video wawancara tersebut.
Sikap Indonesia terhadap LGBT sangat Terang, Yakni menolak. Sikap itu disampaikan dalam Sidang Dewan HAM PBB Buat Universal Periodic Review di Jenewa pada 3-5 Mei 2017.
Sikap tegas itu sejalan dengan Laporan LGBT Nasional Indonesia – Hidup sebagai LGBT di Asia yang diterbitkan UNDP dan USAID. Disebutkan bahwa hukum nasional dalam Definisi luas Enggak memberikan dukungan bagi Golongan LGBT walaupun homoseksualitas sendiri Enggak ditetapkan sebagai tindak pidana.
Laporan itu juga menyebutkan sejumlah peraturan daerah melarang homoseksualitas sebagai tindak pidana karena dipandang sebagai perbuatan yang Enggak bermoral.
Sejauh ini terdapat 22 perda yang secara eksplisit mencantumkan istilah homoseksual dan waria. Selain itu, Eksis pula 45 perda lain yang kontennya secara Enggak langsung mengarah ke Golongan LGBT. Seluruh regulasi itu berisi tentang pencegahan, pemberantasan, dan penanggulangan penyakit masyarakat.
Hasil survei Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) semakin memperlihatkan ketidaksukaan masyarakat terhadap LGBT. Survei itu digelar pada 2016-2017.
Intervensi survei itu menunjukkan pada dasarnya masyarakat Indonesia Memperhatikan negatif LGBT. Umumnya Memperhatikan LGBT sebagai ancaman dan sesuatu yang dilarang dalam Keyakinan.
Majelis Ulama Indonesia pada 31 Desember 2014 mengeluarkan fatwa tentang LGBT. Homoseksual, Berkualitas lesbian maupun gay, hukumnya haram dan merupakan bentuk kejahatan (jarimah). Fatwa itu menyebutkan orientasi seksual terhadap sesama jenis atau homoseksual ialah bukan fitrah, melainkan kelainan yang harus disembuhkan.
Salah satu rekomendasi fatwa MUI ialah pemerintah wajib mencegah meluasnya kemenyimpangan orientasi seksual di masyarakat dengan melakukan layanan rehabilitasi bagi pelaku dan disertai dengan penegakan hukum yang keras dan tegas.
Sejauh ini, pemerintah berusaha Buat mencegah LGBT. Sudah banyak aplikasi dan situs terkait LGBT yang diblokir. Pada 2016, sebanyak 477 situs yang mengandung konten radikalisme dan LGBT diblokir pemerintah. Selain itu, Eksis 73 aplikasi yang dimintakan ke Google Buat Enggak dimunculkan di Indonesia.
Gereja Katolik juga menolak LGBT. Yohanes Servatius Lon dalam bukunya, Hukum Perkawinan Sakramental dalam Gereja Katolik (2019), menyebutkan Gereja Katolik Enggak pernah mengesahkan perkawinan di antara sesama jenis karena di dalam kitab Kudus perbuatan homoseksual dianggap sebagai sesuatu yang Enggak dapat diterima gereja.
Tetapi, tulis Yohanes Servatius Lon yang sudah dikukuhkan sebagai guru besar bidang ilmu religi dan budaya, Gereja Katolik tetap berusaha memahami realitas yang terjadi dengan menunjukkan sikap hormat, belas kasih, dan sensitivitas terhadap mereka yang Mempunyai kecenderungan homoseksual. Gereja tetap melawan Seluruh tindakan diskriminasi yang Enggak adil terhadap mereka.
Perilaku menyimpang memang perlu dibimbing, bukan dihukum. Tindakan LGBT mesti tegas ditolak, tapi Enggak menolak pribadinya sebagai penghormatan atas harkat dan Derajat luhur Insan.
Banyak pengguna internet yang hanya Bisa menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan memilah informasi secara Berkualitas sehingga banyak di antara mereka terpapar oleh informasi yang Enggak Akurat terkait dengan LGBT.