Timbang Ulang Kenaikan PPN, Tarik Pajak dari Orang Kaya!

Ilustrasi. Foto: Medcom.id

Jakarta: Pemerintah didorong Kepada menimbang kembali tentang penaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Penerimaan negara dari kenaikan pungutan itu dinilai Tak sebanding dengan Akibat yang dirasakan oleh masyarakat.
 
“Pajak itu yang paling adil adalah PPh (Pajak Pendapatan). Tapi yang diutak-atik lebih banyak itu adalah PPN. Padahal PPN itu kan pajak paling Tak adil,” ujar Ekonom Senior sekaligus pendiri Center of Reform on Economic (CoRE) Indonesia Hendri Saparini seperti dikutip dari siniar Gita Wirjawan, Minggu, 29 Desember 2024.
 
Itu karena tarif PPN ditujukan dan diberlakukan kepada Segala lapisan masyarakat Ketika mengonsumsi barang atau pun jasa. Grup masyarakat yang paling terdampak negatif dari kenaikan PPN, kata Hendri, adalah kelas menengah ke Dasar.
 
Penerapan tarif PPN menjadi 12 persen dikhawatirkan akan mendorong kelanjutan tren penurunan jumlah kelas menengah di Tanah Air. “Tentang Meningkatkan PPN menjadi 12 persen. Coba dilihat dulu. Sekarang saja kita Tamat kelas menengah. Itu mereka bebannya terlalu banyak. Dia kemudian harus turun kelas,” kata Hendri.
 
Merujuk laporan Lembaga Penyelidik Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia, penaikan tarif PPN menjadi 12 persen pada 2025 dinilai berpeluang memperlebar tingkat kesenjangan di Indonesia.
 
Skenario tersebut dapat memperburuk tingkat kemiskinan dan memperlebar kesenjangan sosial, mendorong lebih banyak orang ke Dasar garis kemiskinan dan semakin membebani Grup-Grup rentan.
 
Kenaikan beban imbas tarif PPN yang tinggi paling dirasakan oleh Grup masyarakat menengah ke Dasar. 20 persen Grup rumah tangga termiskin diperkirakan akan mengalami kenaikan beban sebesar 0,86 persen poin, sementara 20 persen Grup rumah tangga terkaya mengalami kenaikan beban 0,71 persen poin.
 
Itu selaras Apabila membandingkan beban PPN selama tarif PPN Ketika ini sebesar 11 persen terhadap tarif 10 persen selama era covid-19 (2020-2021), beban PPN Kepada 20 persen rumah tangga terkaya meningkat sebesar 0,55 persen poin, sementara itu meningkat sebesar 0,71 persen poin Kepada 20 persen rumah tangga termiskin.
 
Kenaikan beban paling berat dirasakan oleh rumah tangga yang berada pada persentil ke-20 hingga ke-22, di mana beban mereka meningkat sebesar 0,91 persen poin.
 
Beban PPN meningkat sebesar 0,84 persen poin Kepada Grup termiskin, 0,87 persen poin Kepada Grup rentan, dan 0,61 persen poin Kepada Grup menengah. Sebaliknya, kenaikan beban PPN hanya 0,62 persen poin Kepada kelas atas.
 

Cek Artikel:  Industri Otomotif Dinilai Perlu Diberi Bonus

 

Buru orang kaya

 
Pemerintah diketahui menargetkan tambahan penerimaan negara dari kenaikan tarif PPN Sekeliling Rp75 triliun di tahun depan. Nilai itu Lagi lebih kecil Apabila pemerintah mau memberlakukan pungutan pajak yang lebih besar terhadap orang-orang kaya.
 
Lembaga nonprofit The PRAKRSA menilai pemerintah perlu meningkatkan pajak progresif yang menargetkan individu superkaya atau Ultra High-Net-Worth Individuals (UHNWI).
 
Di Indonesia, jumlah UHNWI Lanjut meningkat dan mereka malah mendapatkan banyak keringanan pajak. The Wealth Report 2024 memproyeksikan pertumbuhan sebesar 34,1 persen, dari 1.479 individu pada 2023 menjadi 1.984 individu pada 2028.
 
Tren itu diperkuat oleh struktur pajak yang lebih menguntungkan pendapatan dari modal seperti keuntungan modal (capital gains) dan dividen, yang umumnya dikenakan tarif pajak lebih rendah dibandingkan Pendapatan kerja.
 
Di Indonesia, pendapatan kerja atau PPh dikenakan pajak progresif hingga 35 persen, sedangkan pendapatan pasif seperti dividen atau keuntungan modal hanya dikenakan tarif hingga 25 persen.
 
Selain tarif pajak yang lebih rendah atas pendapatan pasif yang mendominasi kekayaan individu superkaya, mereka juga memanfaatkan strategi penghindaran pajak seperti menunda realisasi keuntungan modal, Tak membagikan dividen, atau menggunakan perusahaan holding Kepada mengalihkan keuntungan.

Cek Artikel:  Apindo Tetap Berharap PPN 12 Persen Ditunda


(Ilustrasi penaikan PPN 12%. Foto: Liputanindo)
 
Peneliti The PRAKARSA Farhan Medio mengatakan hal itu akan berimplikasi orang superkaya membayar pajak dengan persentase yang lebih kecil dibandingkan masyarakat berpenghasilan menengah dan Dasar yang mengandalkan pendapatan aktif yang Lanjut tergerus Berkualitas dari PPN maupun PPh.
 
“Kebijakan kenaikan tarif PPN bersifat regresif, di mana Grup termiskin harus menanggung Akibat yang lebih signifikan dibandingkan Grup kaya. Kebijakan ini juga berpotensi memperlebar kesenjangan ekonomi,” ujar Farhan beberapa waktu Lampau.
 
“Pengenalan pajak kekayaan (wealth tax) menjadi langkah Krusial Kepada menyeimbangkan beban pajak. Riset The PRAKARSA mengestimasi terdapat potensi tambahan penerimaan negara sebesar Rp78,5 triliun hingga Rp155,3 triliun apabila diberlakukan pajak kekayaan pada individu dengan kekayaan Kudus lebih dari USD10 juta (Rp155 miliar) dengan tarif progresif satu Tamat empat persen,” tambahnya.
 
Menurut Farhan, pajak kekayaan dapat memastikan prinsip keadilan tingkat pajak efektif orang kaya Tak lebih rendah dibandingkan Grup lainnya, sekaligus mendukung fungsi redistribusi ekonomi.
 
Dengan melengkapi langkah itu melalui pengetatan aturan penghindaran pajak dan penegakan hukum yang kuat, Indonesia dapat menciptakan sistem perpajakan yang lebih progresif, adil, dan inklusif.

Cek Artikel:  Jor-joran Beras Impor, Bapanas Jamin Tak Rugikan Petani di Musim Panen?

Mungkin Anda Menyukai