Tim Independen Selamatkan KPK

DUGAAN pemerasan yang dilakukan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo adalah kasus besar, sangat besar, yang mesti dituntaskan dengan kemauan superbesar. Ia mempertaruhkan muruah lembaga luar biasa sekelas KPK sehingga tak cukup ditangani dengan instrumen hukum biasa.

Dugaan pemerasan tersebut memang sudah ditangani Polda Metro Jaya. Statusnya pun sudah naik dari penyelidikan ke penyidikan. Maksudnya, ada indikasi kuat terjadi tindak pidana yang dilakukan petinggi KPK. Belum dijelaskan siapa yang dimaksud, tetapi diyakini bahwa yang diduga memeras Syahrul ialah Firli Bahuri, sang Ketua KPK.

Bahwa perkara hukum ditangani oleh penegak hukum adalah hal yang lumrah dan sudah semestinya. Bahwa pihak Syahrul melaporkan dugaan pemerasan itu kepada Polda Metro Jaya juga tepat. Pun ketika Polda Metro Jaya kemudian bergerak, menyelidik, hingga akhirnya menyidik.

Akan tetapi, perkara tersebut terlalu besar untuk diselesaikan hanya oleh jajaran polda. Eksis sejumlah alasan kenapa ia mesti dituntaskan lewat cara dan dengan sumber daya yang tidak biasa. Pertama, kasus ini melibatkan petinggi KPK yang punya kewenangan dan kekuasaan sangat besar dalam memerangi korupsi.

Cek Artikel:  Indonesia Darurat Rasuah

Kedua, karena itu pula, kasus ini berkelindan dengan masa depan integritas dan kredibilitas KPK. Lampau, ketiga, selama ini dalam kasus-kasus dugaan pelanggaran etik maupun pidana yang menyangkut petinggi KPK, majal dalam penyelesaian.

Kepada urusan etik, tak usahlah kita terlalu berharap lagi kepada Dewan Pengawas KPK. Sebagai pengawas dan penegak etika insan KPK, Dewas jauh dari tugas dan fungsi yang seharusnya. Mereka lemah, lunglai, setiap kali menangani pelanggaran dan penyimpangan, terutama yang dilakukan komisioner KPK.

Kepada urusan pidana, kita juga sulit berharap penuh kepada penegak hukum termasuk kepolisian. Lagi ada ruang keraguan bahwa mereka akan betul-betul profesional, benar-benar berpijak pada hukum. Perkara dugaan pembocoran dokumen hasil penyidikan KPK di Kementerian Daya dan Sumber Daya Mineral (ESDM), contohnya.

Cek Artikel:  Menggergaji Mahkamah Konstitusi

Dalam kasus yang juga melibatkan Firli itu, Polda Metro Jaya telah menaikkan statusnya ke penyidikan sejak Juni lalu. Tetapi, apa yang publik dapat? Setelah empat bulan lewat, perkembangannya hingga sekarang tetaplah gelap. Alih-alih dilimpahkan ke pengadilan, penetapan tersangkanya saja belum. Padahal, kata Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto kala itu, penyidik sudah menemukan adanya unsur pidana.

Kita tak hendak berburuk sangka kepada Polda Metro Jaya. Tetapi, kita juga tak ingin penanganan kasus pemerasan oleh Firli kali ini seperti sebelumnya, yang tak jelas dan tak tuntas. Karena itulah, kita amat sepakat dengan usulan agar Presiden Joko Widodo membentuk tim independen untuk menjamin penyelesaiannya terang benderang.

Cek Artikel:  Politik Kesukarelaan Lalu Berdatangan

Dengan memilih orang-orang pilihan, yang punya keahlian, yang berintegritas, yang kredibel, yang bebas dari kepentingan, tim akan mampu mengurai masalah apa adanya. Intervensi-temuan yang independen dan valid pun bisa dihasilkan sebagai basis bagi Presiden untuk mengambil langkah penyelesaian masalah superserius itu.

Meski tidak pro justitia, tim independen bukan barang haram. Pada 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyo membentuk Tim 8 untuk menyelesaikan kasus cecak vs buaya, KPK kontra Polri jilid I. Lampau, pada 2015, Presiden Joko Widodo membentuk Tim 7 guna menuntaskan perkara cecak vs buaya, KPK kontra Polri jilid II.

Dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK bisa benar-benar merobohkan muruah KPK. KPK harus diselamatkan dari tangan-tangan jahat pemimpinnya. Membentuk tim independen adalah bagian dari penyelamatan dan rakyat berharap Presiden Jokowi lekas turun tangan untuk itu. Bukan di pemilu, di sinilah seharusnya Jokowi cawe-cawe.

Mungkin Anda Menyukai