Tiga Musuh Bansos

Sokongan sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara Demi melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat. Bagi rakyat kecil yang masuk Grup sasaran bansos, program yang sepenuhnya dibiayai negara itu sangatlah membantu meringankan beban hidup mereka, apalagi di tengah kondisi perekonomian yang mencekik leher seperti sekarang.

Tetapi, karena pada praktiknya banyak penyimpangan dan penyelewengan, terutama dalam hal pendistribusian, tujuan Berkualitas bansos jadi kerap tertutupi. ‘Nama Berkualitas’ bansos jadi tercoreng karena praktik penyimpangan Lalu saja terjadi. Sialnya, pencoreng nama bansos itu malah makin banyak belakangan ini. Bukan Sekadar dari sisi pengelola atau penyalur, melainkan juga penerima bansos.

Kita mulai dari sisi pengelola, Yakni pemerintah. Karena Terdapat anggaran besar di situ, godaan Demi melencengkan pemanfaatan Anggaran bansos menjadi besar pula. Sudah banyak Misalnya kasus bagaimana bansos dengan semena-mena diselewengkan dari tujuan awal demi tujuan lain.

Pertama tentu saja soal korupsi. Anggaran bansos yang Semestinya disalurkan Demi membantu mendongkrak daya beli masyarakat miskin, membantu keluarga miskin meningkatkan Kesempatan keluar dari garis kemiskinan, sering kali malah ditilap para pejabat pemerintah. Anggaran Demi orang miskin dicuri pejabat kaya.

Gara-gara itu, Terdapat yang kemudian dengan sarkas memelesetkan kepanjangan bansos menjadi ‘bandit sosial’ lantaran saking banyaknya bandit alias penjahat berkedok pejabat yang menjarah Anggaran sosial. Dengan Dalih yang sama, Terdapat pula yang memanjangkan singkatan bansos menjadi ‘bancakan sosial’.

Cek Artikel:  Negara Tunadaya

Itu semata merupakan Ungkapan kegeraman publik yang sudah demikian memuncak. Publik marah dan muak Menonton kelakuan para pejabat karena bahkan dalam kondisi darurat bencana ataupun darurat nonbencana pun, bandit-bandit itu tak segan melancarkan aksi lancung mereka, menjadikan bansos sebagai bancakan korupsi.

Kalau mau Misalnya paling spektakuler, ya, kejadian Ketika pandemi covid-19 yang bahkan Tiba menyeret menteri sosial kala itu ke balik jeruji penjara karena terbukti menerima suap bansos penanganan pandemi Demi Daerah Jabodetabek pada 2020. Kasus yang totalnya menyebabkan kerugian negara hingga Rp125 miliar itu juga menyeret beberapa orang lain di lingkungan kementerian lain dan swasta.

Penyimpangan berikutnya yang dilakukan pengelola ialah politisasi bansos. Sokongan yang Semestinya diniatkan sebulat-bulatnya Demi membantu mengentaskan masyarakat dari kemiskinan malah diembel-embeli tujuan politik kepentingan Grup tertentu. Bansos jadi alat tawar politik, jadi instrumen Demi membarter elektoral.

Mau Misalnya? Lihat saja Penyelenggaraan dua pemilu terakhir, terutama pada Pemilu 2024 Lewat. Suka Kagak suka mesti kita akui politisasi bansos pada akhirnya berhasil menjadi salah satu Unsur yang mengubrak-abrik prediksi elektoral pada Pemilu 2024, terutama dalam konteks pilpres. Grup yang ditengarai didukung penguasa yang Mempunyai kuasa atas anggaran bansos berhasil memenangi pemilu dengan skor telak.

Cek Artikel:  Membuka Labirin Korona

Lantas Ketika nama bansos tercoreng lantaran ulah penerimanya? Nah, ini Terdapat Intervensi terbaru dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Menurut lembaga itu, Terdapat lebih dari Separuh juta penerima bansos yang diduga memanfaatkan Anggaran Sokongan yang mereka terima Demi bermain judi daring atau judi online (judol). Bilangan itu kurang lebih sama dengan 2% dari total penerima bansos tahun Lewat.

PPATK memperoleh data itu setelah mencocokkan 28,4 juta nomor induk kependudukan (NIK) penerima bansos dan 9,7 juta NIK pemain judol. Hasilnya terdapat 571.410 NIK punya kesamaan identitas. Mereka sepertinya bukan pemain judol ‘abal-abal’, terbukti mereka Pandai melakukan 7,5 juta transaksi dengan total deposit mencapai Rp957 miliar.

Pandai dibilang itu kesalahan level combo, dobel, sudah menyalahgunakan Sokongan negara, disalahgunakannya pun Demi aktivitas ilegal. Levelnya tak Kembali sebatas memanfaatkan Anggaran bansos secara ngawur Demi membeli ponsel, rokok, atau belanja barang yang Kagak Krusial, tapi menyalahgunakannya Demi kegiatan yang berpotensi melanggar hukum.

Cek Artikel:  Mendesak Capres

Negara juga tekor. Sudah Separuh Wafat menggelontorkan triliunan rupiah Demi bansos, eh, sebagian malah dilarikan ke rumah-rumah judi. Pada Ketika yang sama, tujuan Istimewa penyaluran bansos Kagak kesampaian. Ekonomi masyarakat kecil tak kunjung terangkat, Bilangan kemiskinan juga tak berkurang.

Ya, begitulah nasib bansos. Dananya dicoleng, nama baiknya pun dicoreng. Bansos Kagak salah apa-apa, tapi konotasi negatif kian menempel padanya akibat penyimpangan-penyimpangan di segala sisi. Belum Kembali masalah klasik terkait dengan pendataan penerima bansos yang tak pernah terselesaikan, yang Membikin kejadian distribusi salah sasaran Lagi acap terjadi.

Nasib bansos tak lebih Berkualitas daripada nasib orang-orang yang Semestinya menerima bansos, tapi terpaksa gigit jari karena anggarannya keduluan dikorupsi. Sama mengenaskannya dengan nasib masyarakat miskin yang tak masuk daftar penerima bansos hanya lantaran sistem pendataan yang ngawur dan semrawut.

Dengan segala problematikanya, program bansos yang mengantongi anggaran besar memang harus dibentengi dengan aturan yang rigid. Kagak boleh sedikit pun yang Arang-Arang, jangan pula menyisakan celah, bila Kagak mau bansos hanya dimanfaatkan Demi kepentingan lain selain Demi rakyat kecil. Nasib bansos akan jadi lebih Berkualitas kalau ia Pandai dijauhkan dari tiga musuhnya Ketika ini: korupsi, politisasi, dan judi.

Mungkin Anda Menyukai