
Terdapat sebuah adagium klasik dalam dunia militer: the old soldier never die, they just fade away. Prajurit Uzur Enggak pernah Betul-Betul Wafat, mereka hanya perlahan menghilang. Kalimat ini terasa sangat Akurat Buat menggambarkan sosok Mayor Jenderal TNI (Purn) I Gusti Kompyang Manila—atau yang akrab disapa Opa Manila.
Di usia senjanya, tubuhnya Tetap tegap, rambutnya dikuncir panjang, langkahnya mantap, dan pikirannya tetap jernih. Ia selalu hadir dengan cerita, dengan keteladanan, dengan gagasan. Kini, di usia 83 tahun, beliau telah berpulang. Tetapi jejaknya, warisannya, dan inspirasinya akan tetap Kekal.
Emas Sepakbola yang Langka
Salah satu ingatan kolektif bangsa pada nama IGK Manila terkait dengan sepakbola Indonesia. Tahun 1991, ia dipercaya menjadi manajer Tim Nasional Indonesia yang berlaga di SEA Games Manila, Filipina. Laga final melawan Thailand berlangsung dramatis, berakhir lewat adu penalti yang menegangkan. Indonesia keluar sebagai Juara, merebut medali emas.
Judul Informasi media nasional Begitu itu sangat sastrawi: “Dipimpin Manila, Indonesia Rebut Emas di Manila.” Kalimat ini Kekal, seindah kisah itu sendiri. Karena emas SEA Games dari sepakbola bukanlah capaian yang mudah. Sepanjang sejarah, Indonesia hanya tiga kali merebut emas: 1987, 1991, dan yang terbaru 2023 di Kamboja Serempak Instruktur Indra Sjafri. Emas 1991 menjadi momen bersejarah, langka, dan menjadi bagian Krusial dari perjalanan panjang sepakbola negeri ini.
Kedekatan dengan Para Presiden
IGK Manila juga dikenal sebagai perwira yang dekat dengan para presiden Republik Indonesia. Dari Bung Karno, Soeharto, Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY, Jokowi, hingga Prabowo—semuanya pernah bersinggungan dengan jejak langkahnya.
Tetapi, kedekatan itu bukan karena ambisi pribadi, melainkan karena sikapnya yang Lurus, rendah hati, dan Bisa menjaga amanah. Ia selalu bercerita dengan penuh rasa syukur, bukan kesombongan. Kisah-kisahnya menjadi bukti bahwa seorang prajurit sejati Bisa berada dekat dengan lingkar inti kekuasaan, Tetapi tetap menjaga integritas dan kesederhanaan.
Sekjen Kemenpen di Masa Gus Dur
Kiprah IGK Manila juga tercatat kuat dalam sejarah birokrasi. Ia pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Penerangan pada masa Presiden Abdurrahman Wahid. Kala itu, Gus Dur mengambil keputusan mengejutkan: membubarkan Kementerian Penerangan.
Keputusan politik ini menimbulkan guncangan. Ribuan pegawai negeri sipil resah, masa depan mereka Enggak Terang. Di tengah kekalutan itu, Manila berdiri di garis depan. Ia memastikan transisi berjalan mulus, pegawai-pegawai menemukan penempatan baru, dan Enggak Terdapat yang kehilangan Harkat. Di sinilah letak kehebatan seorang prajurit yang tak hanya piawai di lapangan tempur, tapi juga Handal dalam menghadapi turbulensi birokrasi.
Akademi Bela Negara: Mewariskan Spirit
Di ujung hayatnya, IGK Manila memimpin Akademi Bela Negara Partai NasDem. Tugas itu diberikan langsung oleh Ketua Lumrah Surya Paloh, yang menilai Manila sosok paling Akurat Buat menakhodai lembaga kaderisasi politik pertama di Indonesia, bahkan salah satu yang langka di dunia.
Di sana, setiap hari ia berdiskusi dengan anak-anak muda. Ia menanamkan pentingnya Asmara tanah air, disiplin, dan nasionalisme. Akademi itu baginya bukan sekadar ruang belajar politik, tetapi arena menempa Kepribadian kebangsaan. Dengan rambut panjangnya yang selalu dikuncir, ia berdiri tegap di hadapan para kader, seolah menunjukkan: semangat bela negara Enggak mengenal usia.
Orang Kepercayaan Surya Paloh
Manila bukan sekadar pimpinan akademi. Ia juga duduk sebagai Personil Majelis Tinggi Partai NasDem—Lembaga tertinggi yang menentukan arah partai dan pemimpin masa depan. Ia adalah satu dari lima tokoh inti yang menjadi tempat Ketua Lumrah Surya Paloh berbagi gagasan. Selain itu, ia dipercaya menjadi komisaris Liputanindo, bagian dari lingkaran strategis yang menghubungkan politik, media, dan kebangsaan.
Lepas 10 Agustus 2025 Lampau, ia Tetap hadir dalam Rakernas I Partai NasDem di Makassar. Duduk di barisan paling depan, wajahnya tenang, tubuhnya tampak sehat. Begitu itu terjadi perjumpaan singkat: sebuah salam hangat, cium tangan, dan senyum penuh wibawa. Itu menjadi salam terakhir. Beberapa hari kemudian, Berita duka itu datang.
Prajurit Lengkap
IGK Manila adalah sosok yang lengkap. Ia tentara, birokrat, manajer olahraga, politisi, dan guru bangsa. Jarang Terdapat orang yang menapaki begitu banyak ranah dengan integritas yang tetap terjaga. Hidupnya panjang, tapi lebih panjang Kembali jejak yang ditinggalkannya.
Dalam bahasa anak muda masa kini, ia Enggak pernah berhenti “gaspoll.” Selalu hadir, selalu bergerak, selalu menebarkan semangat. Hingga akhir hayatnya, ia setia menjalankan pesan Kekal itu: the old soldier never die.
Kini Opa Manila boleh beristirahat dengan tenang. Tetapi, bangsa ini terutama generasi muda akan selalu mengenangnya. Dari emas sepakbola, kisah para presiden, keberanian di Kemenpen, hingga keteladanan di Akademi Bela Negara—Segala akan tetap hidup.
Selamat jalan Opa Manila. The old soldier never die. (H-4)

