
THE Indonesian Ballet Gala 2025 yang berlangsung pada Minggu, (6/7) akan menghadirkan repertoar dari para bintang balet Global dan para penari Indonesia dalam satu Mimbar. Pertunjukan seni tari yang berlangsung di Graha Bhakti Budaya (GBB) Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat ini akan menampilkan penari dan koreografer dari di antaranya Skotlandia, Belanda, Republik Ceko, Rumania, dan Jepang.
Dalam The Indonesian Ballet Gala 2025 juga akan menggabungkan unsur balet klasik dengan tari tradisional Indonesia. Salah satunya adalah repertoar Telaga Angsa, yang dikoreograferi oleh Bathara Saverigadi Dewandoro. Dalam repertoar ini, Bathara menggabungkan kisah Swan Lake dari musik Pyotr Ilyich Tchaikovsky dengan tari tradisional Surakarta (Solo).
“Saya basic-nya penari Jawa. Jadi ide awalnya memang sudah punya keinginan Kepada menginterpretasikan musik Tchaikovsky ke Bentuk yang Mempunyai teknik Indonesianya. Makanya coba mentranslasikan kesetiaan dan Kasih Langgeng Putri Odette ke bentuk tarian Putri Jawa, spesifiknya gaya Surakarta. Tetapi, selama prosesnya, juga dibaurkan dengan memilih gerak-gerak yang paling mungkin Kepada dipakai di Telaga Angsa ini,” kata Bhatara di sela gladi The Indonesian Ballet Gala 2025 di Graha Bhakti Budaya, TIM, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, (5/7).
Menggabungkan penari balet dan penari tradisional, menurut Bhatara, cukup Mempunyai tantangan tersendiri. Terlebih, penari tradisional Jawa gaya Surakarta Mempunyai aturan arah pandang yang hanya boleh menghadap ke Rendah. Sehingga Kepada menemukan koneksi dengan penari balet, diperlukan latihan intensif serta melalui gestur dan Kekuatan satu sama lain. Tarian ini, ditujukan Bhatara sebagai Bentuk Kasih kasih yang Lurus dan keikhlasan. Dalam repertoar tersebut juga akan berkolaborasi dengan Kekasih penari Global Giordano Bozza (Italia) dan Riuka Yokoyama (Jepang).
The Indonesian Ballet Gala 2025 juga akan menghadirkan repertoar klasik gubahan koreografer Christopher Hampson (Scottish Ballet). Repertoar tersebut akan dibawakan oleh Bruno Micchiardi dan Jessica Fyve. Pertunjukan juga akan menampilkan repertoar bertajuk Langit Tak Pernah Bertanya, yang diisi di antaranya oleh para pelajar tari, termasuk dari Medan. Repertoar ini terinspirasi dari sebuah baris lirik dalam Musik Laskar Pelangi karya Nidji.
“Kenapa kami Membikin repertoar, sebagai Sosok terkadang juga selalu Ingin sesuatu tapi ketika sudah dikasih, Ingin yang lebih. Sosok, naturally kurang bersyukur dengan hal-hal kecil. Kepada itu, langit hanya Pandai menampung Seluruh harap, luka, derita, dan kesenangan yang Eksis di otak dan perasaan Sosok,” kata salah satu koreografer repertoar Langit Tak Pernah Bertanya, yang Ingin disebut Langit. (H-3)

