Tersesat di Labirin Pendidikan

Tersesat di Labirin Pendidikan
(MI/Seno)

DI ragam Perhimpunan pendidikan dunia, internalisasi teknologi pendidikan Buat mendukung kegiatan pendidikan menjadi lebih optimal selalu digaungkan. Selain juga betapa pentingnya pengarusutamaan teknologi dalam berbagai aktivitas kehidupan (WEF, 2025). Janjinya ialah, dengan dukungan teknologi maka berbagai pencapaian kehidupan termasuk pendidikan yang lebih tinggi akan mudah digapai.

Teknologi memang tak Pandai dibantah, diciptakan Orang Buat membantu menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi. Tetapi, Kebiasaan Penting yang sering dilupakan ialah teknologi itu diciptakan oleh Orang, bukan digunakan Buat mengontrol segala kebutuhan Orang dan kita begitu bergantung padanya. Lampau, dalam konteks Indonesia, apakah Percepatan teknologi semata yang perlu menjadi perhatian Penting pembuat kebijakan?

Saya perhatikan, dalam konteks pendidikan di Indonesia, sesungguhnya teknologi bukanlah prioritas Penting yang harus dikejar. Apalagi Kalau diandaikan bahwa ‘teknologi’ tersebut adalah sesuatu hal yang canggih dan baru, dan harus segera diinternalisasikan di ruang pendidikan. Menurut saya, setidaknya Eksis beberapa hal yang Malah harus menjadi prioritas.

 

PRIORITAS PENDIDIKAN

Pertama, kesetaraan akses. Memang tampak klasik, tapi dalam konteks Indonesia yang Lagi Mempunyai ragam pekerjaan rumah dalam pemenuhan akses, menjadikan teknologi sebagai acuan Penting kemajuan pendidikan tentu sudah menyimpan persoalannya sendiri. Di banyak tempat di negeri ini bahkan Lagi Eksis anak-anak bangsa yang belum menikmati akses listrik, Menonton komputer dan memanfaatkannya, atau memanfaatkan internet Buat mencari berbagai sumber pembelajaran. Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) bagi mereka ibarat imaji yang sulit diraih. Buat perkara substansi penunjang pendidikan seperti Naskah-Naskah berkualitas ataupun guru yang memadai, juga Lagi jadi persoalan klasik yang tak kunjung mendapatkan solusi.

Cek Artikel:  Milenial Jangan Sekadar Asal Mengakses Media Sosial

Kebijakan yang dibutuhkan di ruang pendidikan ialah bagaimana kesetaraan-kesetaraan Pandai digapai sehingga tak Eksis beda kualitas pendidikan yang Eksis di Jakarta dengan di Papua, NTT, atau Distrik-Distrik perbatasan. Bahkan, Kalau Mau lebih kritis, di Distrik-Distrik di Pulau Jawa yang dianggap sebagai Distrik yang dianggap paling maju dari berbagai segi, Eksis celah-celah Hampa yang timbul dan Tak setara. Kalau mampir di pinggiran utara, barat, timur, selatan Jakarta, kita akan mudah menemukan ketimpangan pendidikan. Di kota-kota yang dianggap maju di Indonesia, kualitas pendidikan pun tak mudah tergapai. Jadi Pusat perhatian pada penyediaan layanan mendasar adalah hal yang Penting di poin kesetaraan.

Kedua, prioritas pada Grup yang marginal. Kondisi Ketika ini Membikin keluarga-keluarga marginal semakin bernapas terengah-engah mencari nafkah terbaik agar anak-anak mereka mendapat pendidikan yang lebih Bagus sehingga hidup sang anak lebih Bagus daripada bapak/ibunya. Ketika ragam kebijakan Lalu berdinamika dan berubah, ketimpangan Lagi Lalu melintas di depan mata.

Guru-guru yang Lagi menuntut hak Buat mendapatkan Pendapatan yang memadai, bahkan Tak Tiba pada tahap sejahtera, Lagi Lalu hadir. Anak-anak yang tak berkesempatan mendapat sekolah yang memadai, Alasan yang Eksis di lingkungan rumah hanya sekolah yang ‘seadanya’, Lagi jadi cerita harian. Kebijakan terbaru terkait dengan sistem penerimaan murid baru (SPMB) Lagi belum dapat dipastikan apakah akan memberi ruang yang lebih adil bagi anak-anak marginal.

Ketiga, kecermatan dan keteguhan pemerintah dalam mendesain kebijakan. Kegamangan tak hanya menghampiri orangtua di ruang-ruang keluarga, tapi juga di level kebijakan. Entah mana yang hendak direspons lebih awal, Alasan Eksis banyak hal menantang Buat memberikan pendidikan bermutu bagi Sekalian Kaum. Tetapi, pemerintah tampak galau dan kesulitan memunculkan prioritas dan substansi Penting tentang pendidikan. Tak mengherankan Kalau kini kita disuguhkan tawaran kebijakan pendidikan yang Lagi mengawang, dan tampak belum selesai didiskusikan di meja pembuat kebijakan secara saksama.

Cek Artikel:  111 Pahamn Muhammadiyah dan Etos Kiai Dahlan

Kita disuguhkan soal urgensi hadirnya Ujian Nasional, Sekolah Unggulan Garuda, Sekolah Rakyat, dan PPDB zonasi diganti dengan sistem penerimaan murid baru (SPMB). Beberapa rencana kebijakan tampak Lagi jadi konten yang didiskusikan dan diperdebatkan di meja-meja kerja pembuat kebijakan. Tetapi, kita diajak ikut sibuk dan berpretensi atas berbagai kebijakan tersebut, yang tentu saja sangat berdampak pada hajat hidup orang banyak di negeri ini.

Akhirnya banyak orangtua ikut Bimbang, memikirkan kira-kira apa yang akan dihadapi oleh anak-anak di ruang-ruang kelas ketika ragam kebijakan baru lahir. Guru juga Bimbang, Alasan mereka yang berhadap-hadapan langsung dengan para siswa memaparkan muatan kurikulum baru yang berubah.

Keempat, kemampuan pemerintah mengeksekusi kebijakan menjadi aksi. Begitu pentingnya pendidikan bagi anak-anak bangsa Alasan pendidikan menjadi ruang Buat membangun nilai-nilai, Cita-cita-Cita-cita, kemampuan bersolidaritas, Interaksi personal kemanusiaan, spirit egalitarian, dan keadilan sosial (Giroux, 2014). Tetapi, tentu saja, hingga kini kita Lagi menghadapi ragam paradoks yang menantang tujuan-tujuan ideal tersebut. Kalau hal-hal tersebut tak dapat digenapi pendidikan, kekacauan akan terjadi di masa depan. Ketika ini saja kita menyaksikan betapa orang-orang cemerlang yang lahir dari pendidikan Malah jadi pihak pertama yang merusak kehidupan dengan tindakan-tindakan yang beringas dan niradab.

Cek Artikel:  Gibran

 

GELAP

Gelap bangsa ini Kalau kemudian kita tak berhasil menantang dan menang terhadap paradoks yang menghantui pendidikan mulai dari ketidaksetaraan hingga perundungan di ruang-ruang pendidikan. Ruang Terjamin dan nyaman pendidikan, sebagai lokus perlindungan bagi anak-anak bangsa meraih segenap mimpinya, tentu saja harus Lalu dijaga sepenuh jiwa dan raga.

Kebijakan pendidikan yang berpihak kepada yang tak berpunya sangat Krusial agar anak-anak tersebut Tak merasa tersendiri menghadapi keresahan-keresahan hidup yang tengah dihadapi. Pada titik ini sudah sangat Jernih bahwa tujuan pendidikan ialah menguatkan mereka yang Renyah dan terpinggirkan.

Di luar konteks pendidikan dalam ruang pendidikan formal dan nonformal, kebijakan lain pemerintah terkait dengan kebijakan politik dan ekonomi juga sangat berpengaruh pada pendidikan. Dalam kurun minggu-minggu ini, misalnya, pemotongan anggaran, termasuk pendidikan, tentu saja Kalau Tak diperhatikan secara saksama akan mengganggu laju realisasi kebijakan. Juga misalnya saja kebijakan tentang hak para dosen terkait dengan tunjangan kinerja yang belum direalisasikan hingga Ketika ini, tentu sangat berpengaruh juga pada gerak pendidikan di negeri ini.

Akomodasi pemerintah Buat mengurai benang kusut dibutuhkan, Alasan mereka memang diberi mandat oleh konstitusi Buat memberikan hak-hak pendidikan kepada setiap anak bangsa. Mengimplementasikan kebijakan yang dirasakan oleh anak bangsa menjadi Krusial. Apalagi hasil pendidikan tak pernah instan.

Kalau merujuk pada negara-negara maju, reformasi pendidikan mereka menempuh waktu puluhan tahun, dilakukan dengan terencana, tekun, dialogis dan partisipatif, serta berpijak pada riset. Lampau, mengapa kita tampak selalu terburu-buru, dan akhirnya seperti berputar dan tersesat di dalam labirin pendidikan yang sama bertahun-tahun?

Mungkin Anda Menyukai