Liputanindo.id MAKASSAR – AW (15), tersangka kasus penganiayaan yang menyebabkan juniornya di Pondok Pesantren (Ponpes) Tahfizhul Quran (PPTQ) Al-Imam Ashim meninggal dunia tak lama lagi disidangkan.
Kasat Reskrim Polrestabes Makassar Kompol Devi Sujana mengatakan, berkas perkara dalam kasus yang menjerat AW ini sudah dinyatakan lengkap atau P21 oleh Jaksa.
“Sudah P21 dan sudah tahap 2 kemarin hari Jumat, tinggal tunggu jadwal persidangan,” ungkap Devi, Senin (11/3/2024).
Berdasarkan hasil koordinasi dengan jaksa, kata Devi, sidang AW nantinya bakal digelar secara tertutup, mengingat AW masih berstatus anak di bawah umur.
“Kemungkinan persidangan tertutup karena kan di bawah umur. Pasal yang dikenakan undang-undang perlindungan anak dan juga pasal 351 ayat 3,” jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, Kasus meninggalnya seorang santri AAR (14) usai dianiaya oleh seniornya di dalam Pondok Pesantren (Ponpes) Ponpes Tahfizhul Quran (PPTQ) Al-Imam Ashim kini memasuki babak baru.
Satreskrim Polrestabes Makassar melalui Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) melakukan rekontruksi pada kasus tersebut yang terjadi beberapa waktu lalu.
Rekonstruksi kasus ini digelar secara tertutup di aula Mapolrestabes Makassar, siang tadi sekitar pukul 10.00 Wita, Selasa (27/2/2024). Capeksi rekonstruksi ini sebagai pengganti TKP di PPTQ Al-Imam Ashim.
Para pihak yang dihadirkan dalam rekonstruksi atau reka ulang adegan ini mulai dari pelaku inisial AW (15) didampingi kuasa hukumnya, pihak Kejaksaan, UPTD PPA Makassar, Balai Pemasyarakatan (Bapas), juga keluarga korban AAR (14) yang diwakili kuasa hukumnya.
“Tadi itu pelaksananya sekitar jam 10 pagi. Jadi khusus keluarga korban hanya saya (kuasa hukumnya) yang menghindari mengingat keluarga korban masih berduka juga kita menghindari kejadian yang tidak diinginkan,” kata kuasa hukum AAR, Subhan.
Subhan mengungkap, segala proses rekonstruksi berjalan lancar dan sesuai dengan hasil BAP penyidik Kepolisian. Pelaku AW memperagakan 19 adegan, mulai dari awal pertemuan pelaku dengan korban di TKP, hingga korban dilarikan ke rumah sakit.
“Total ada 19 adegan tadi (yang diperagakan). Segalanya kurang lebih sama, mulai dari awal kejadian sampai korban dirawat di rumah sakit. Segala sama, tidak ada yang bedah,” jelasnya.
Tak hanya itu, ada 19 adegan yang diperagakan itu mulai dari saat pelaku dan korban sedang berada di kawasan perpustakaan pondok pesantren, sekitar pukul 10:00 Wita, Kamis 15 Februari 2024 lalu.
Dimana awalnya pelaku sedang duduk di dekat jendela perpustakaan tersebut dan korban datang lalu mengetuk-ngetuk jendela tersebut.
Pelaku yang merasa tersinggung atas tingkah korban itu kemudian menanyaka maksudnya.
Korban yang saat itu diketahui hanya tersenyum dan tidak menjawab pernyataan pelaku langsung dianiaya menggunakan tangan kosong oleh pelaku.
“Betul, jadi kronologi juga tadi direkonstruksi. Awalnya korban bercanda mengetuk jendela, dimana pelakunya duduk pas di belakang jendela tersebut. Awalnya bercanda, setelah disampaikan bahwa korban yang melakukan, pelaku masuk ke dalam memiting (korban) dengan tangan kiri sambil jalan di bawa ke depan perpustakaan,” imbuhnya.
“Di situ (korban) di siku dulu bagian perutnya tapi korban menahan dengan tangan. Korban terlempar baru pundaknya di tendang dengan lutut sebelah kanan, setelah itu ada ancang-ancang dilakukan (pelaku) dengan memukul bagian belakang kepala dekat telinga sebelah kiri korban,” lanjutnya.
Kemudian, atas penganiayaan itu, korban mengalami luka dan dilarikan ke rumah sakit dan meninggal dunia beberapa hari setelah mendapatkan perawatan medis.
“Jadi pukulan di kepala bagian belakang sebelah kiri itu terjadi pecah pembuluh darah (berdasarkan hasil analisis dokter) dan itu yang menyebabkan korban meninggal dunia,” ujar Subhan.
Begitu ditanyakan apakah keluarga korban akan melakukan upaya hukum lain seperti yang disampaikan sebelumnya akan melayangkan gugatan Perdata termasuk kepada pihak Pondok Pesantren, Subhan menyampaikan sampai saat ini pihak keluarga korban masih fokus terhadap proses hukum pidana yang sedang berjalan.
Dia berharap proses hukum berjalan sesuai dengan yang diharapkan pihak keluarga korban. Meskipun diketahui orang tua dari pelaku merupakan seorang anggota Polri.
“Kita fokus di pidananya dulu seperti apa. Kita mengawal sama-sama nanti urusan perdatanya kita diskusikan lagi dengan pihak keluarga. Pihak keluarga mau agar pelaku dihukum semaksimal mungkin dengan tindakan yang dilakukan (pelaku). Dan semoga kejadian ini tidak terulang lagi di masa yang akan datang,” tandasnya. (KEK)