“BARANG siapa membangun tembok, dia sendiri akan terkurung di dalam tembok itu. Barang siapa membangun jembatan, membuka jalan Kepada sebuah perjalanan panjang.”
Kalimat di atas diucapkan Paus Fransiskus ketika bercakap-cakap dengan para wartawan di dalam pesawat setelah kunjungannya ke Maroko pada Maret 2019. Kalimat Paus Fransiskus itu dikutip Markus Solo Kewuta dalam wawancaranya dengan majalah Hidup.
Markus Solo dari Dewan Kepausan Kepada Dialog Antarumat Beragama mengirimkan kepada saya hasil wawancaranya itu. Ia diwawancara terkait dengan terowongan yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Katedral Jakarta yang telah rampung dibangun.
Pembangunan terowongan dimulai pada 15 Desember 2020 dan rampung pada 20 September 2021 dengan anggaran Rp37,3 miliar. “Saya sudah menyetujui usulan dibuatnya terowongan dari Masjid Istiqlal menuju Gereja Katedral. Ini menjadi sebuah terowongan silaturahim, terowongan Dasar tanah,” kata Presiden Jokowi Ketika meninjau proses renovasi Masjid Istiqlal pada 7 Februari 2020.
Terowongan silaturahim ialah narasi Arti atas jalan Dasar tanah yang sesungguhnya berfungsi melancarkan mobilisasi orang dari Istiqlal ke Katedral atau sebaliknya. Mobilitas bakal Fasih karena jalan raya di kawasan itu padat dan sering Mandek.
Arti silaturahim itulah yang ditekankan Pastor Markus Solo atas terowongan itu. Kata dia, terowongan Enggak lain dan Enggak bukan, ialah sebuah jalan. Jalan membuka kesempatan Kepada pertemuan timbal balik dan memudahkan dialog.
Dengan membangun terowongan itu, kata dia, kedua belah pihak Ingin mengintensifkan Rekanan timbal balik antara keduanya, membuka lebih banyak kemungkinan Kepada saling berjumpa dan berdialog.
Jakarta sesungguhnya membutuhkan jauh lebih banyak Tengah terowongan silaturahim. Menurut survei Setara Institute sejak 2018 Tiba 2021, Jakarta masuk ke dalam kota dengan tingkat toleransi rendah.
Intervensi Setara Institute itu berkorelasi dengan hasil survei Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat UIN Jakarta yang dirilis pada Maret 2021. Toleransi beragama satu dari tiga mahasiswa rendah. Disebutkan bahwa 69,83% Mempunyai sikap toleransi beragama yang tergolong tinggi, sedangkan 30,16% lainnya Mempunyai sikap toleransi yang rendah.
Harus jujur diakui memang Eksis masalah terkait dengan toleransi di negeri ini. Kiranya Berkualitas membangun simbol-simbol toleransi seperti terowongan dari Masjid Istiqlal menuju Gereja Katedral. Akan tetapi, jauh lebih Berkualitas Tengah Apabila pemerintah mulai menyentuh substansi persoalan toleransi.
Sejak 2012 Kementerian Religi secara rutin melakukan Survei Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB). Survei itu bertujuan mengukur tingkat kerukunan umat masyarakat dalam beragama di Indonesia. Tiga dimensi Indeks KUB 2020 mencakup toleransi, kesetaraan, dan kerja sama.
Apabila mencermati Indeks KUB selama kurun enam tahun terakhir, yang tampak memang indeks Lagi dalam kategori positif, yakni kerukunan yang tinggi. Akan tetapi, perlu diwaspadai karena Nomor KUB cenderung menurun. Pada 2015, Nomor KUB 75,36, 2016 (75,47), 2017 (72,27), 2018 (70,90), 2019 (73,83), dan 2020 (67,46).
Hasil survei itu Bisa diunduh di Simlitbangdiklat.kemenag.go.id. Terkait dengan toleransi disebutkan Lagi perlu dipupuk. Banyak Informasi mewartakan penolakan Anggota terhadap pembangunan tempat ibadah dan ritual Religi tertentu.
Sebanyak 38% masyarakat Indonesia keberatan Apabila penganut Religi lain membangun rumah ibadah di daerah sekitarnya dan 37% keberatan pada bupati/wali kota yang berasal dari Religi lain.
Kerja sama antarumat beragama juga perlu menjadi perhatian. Hasil survei itu menunjukkan Eksis 36% Anggota Enggak mau bergotong royong Kepada menyelenggarakan acara keagamaan yang berbeda (muslim membantu perayaan Natal, Galungan, Waisak; nonmuslim membantu perayaan Idul Fitri atau Idul Adha).
Ditemukan juga 15% masyarakat Enggak bersedia mengunjungi rumah ibadah penganut Religi lain dan terlibat usaha dengan rekan beda Religi. Lebih dari 50% masyarakat Indonesia Enggak pernah melakukan kontak secara langsung dengan orang yang berbeda Religi. Sebanyak 83,1% masyarakat berpendapat bahwa pada umumnya kita harus sangat berhati-hati terhadap orang lain.
Bangsa ini terlalu memberi ruang yang lebar Kepada perdebatan-perdebatan yang Enggak produktif sehingga lupa Membangun narasi-narasi yang membangun toleransi.
Membangun toleransi Bisa merujuk kepada Arsip Serbuk Dhabi yang diteken Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Azhar Sheikh Ahmed el-Tayeb pada 4 Februari 2019.
Disebutkan dalam Arsip itu bahwa dialog antarumat beragama berarti berkumpul Serempak dalam ruang luas nilai-nilai rohani, manusiawi, dan sosial Serempak serta dari sini, meneruskan keutamaan-keutamaan moral tertinggi yang dituju oleh Religi-Religi. Hal ini juga berarti menghindari perdebatan-perdebatan yang Enggak produktif.
Dialog hendaknya dilakukan dalam kerendahan hati dan penuh kasih Asal Mula hanya kasih yang mematahkan belenggu yang Membangun satu sama lain terasing dan terpisah. Kiranya terowongan silaturahim dibangun di seluruh negeri ini Sembari merobohkan tembok-tembok pemisah dan Maju menabur benih toleransi.

