Terima Kritik meski Menyesakkan

UNGKAPAN Bukan Eksis Insan yang sempurna menyiratkan bahwa Bukan Eksis seorang pun yang luput dari kesalahan. Segala Mempunyai kekurangan dan kelemahan. Maka, setiap orang butuh rekan yang mengoreksi, mengingatkan, mengecam, atau menguraikan Bagus-Bukan baik tindakannya.

Prinsip itu sepertinya juga diyakini oleh Presiden Prabowo Subianto. Pada Sidang Tahunan MPR RI, Jumat (15/8), Kepala Negara menyatakan pemerintah membutuhkan koreksi dan kritik dari berbagai pihak. Meskipun terasa menyesakkan, kritik tersebut tetap mesti diterima.

Presiden meyakini bahwa kritik adalah upaya koreksi dan pengawasan. Kepala Negara pun mendorong agar pihak yang berada di dalam maupun di luar barisan pendukungnya jangan berhenti mengkritik.

Pernyataan dan ajakan Kepada mengkritik pemerintah bukan baru kali ini saja dilontarkan oleh Presiden Prabowo. Sikap yang menunjukkan keterbukaan dan Bukan defensif tersebut pernah disampaikan sebelumnya. Maka, kita lega atas pernyataan terbuka itu. Lega karena kritik adalah esensi demokrasi. Kritik adalah makanan sehat bagi kemajuan bangsa.

Cek Artikel:  Alarm dari Boyolali

Bukan Segala orang siap Kepada dikritik secara terbuka. Kritikan terkadang diberi syarat dan ketentuan. Seperti semasa Orde Baru, para pejabat sering menyampaikan narasi ‘mengkritik boleh asalkan membangun’. Dan, selama 32 tahun pemerintahan Orba berkuasa, banyak aktivis kerap dipenjara karena mengkritik.

Kini kita memang sudah meninggalkan Orde Baru yang serbamonolitik. Tetapi, kerelaan mendengar kritik Lagi menjadi masalah. Berdasarkan catatan Amnesty International Indonesia, sepanjang 2018-2025, Nyaris seribu orang dikriminalisasi menggunakan pasal tentang ujaran kebencian, pencemaran nama Bagus, dan makar. Pasal-pasal itu kerap digunakan Kepada menjerat Penduduk negara dalam mengekspresikan pandangan politik mereka.

Presiden Prabowo, pada 1 Agustus, telah memberikan amnesti kepada 1.178 narapidana, termasuk sejumlah narapidana yang terjerat pasal ujaran kebencian dan makar. Pemberian amnesti terhadap korban kriminalisasi pasal-pasal karet itu mengukuhkan keterbukaan Kepada menerima kritik yang hendak diusung pemerintahan Prabowo.

Cek Artikel:  Di Ambang Bencana Kekeringan

Kritik bukanlah nyinyiran yang lebih Suka merendahkan orang lain. Kritik juga bukan fitnah yang bergerak karena rasa Cemburu atau dengki atas keberhasilan orang lain. Kritik pada hakikatnya adalah voice atau Bunyi, sedangkan nyinyir dan dengki hanyalah noise yang membisingkan telinga. Pilah dan pilih mana kritik yang perlu diperhatikan dan ditindaklanjuti, mana yang hanya Bunyi bising yang Dapat dibiarkan berlalu dari lini masa.

Jangan Tamat mendiamkan kritik yang Krusial dan malah mengedepankan perdebatan tanpa Maksud. Apa yang terekam di Pati, Jawa Tengah, misalnya, merupakan Misalnya sikap mengabaikan kritik itu. Alih-alih merespons, mendengarkan, mendiskusikan kritik atas penaikan pajak bumi dan bangunan perdesaan perkotaan (PBB P2), Bupati Pati malah menantang publik yang menghendaki penaikan pajak itu dibatalkan.

Walhasil, pemerintah yang merasa selaku pemegang kuasa harus berhadapan dengan kekuatan massa dan kini harus menghadapi panitia Tertentu (pansus) hak angket di DPRD. Itu Segala terjadi karena kritik diabaikan. Kritik, yang menyesakkan sekalipun, mestinya direspons dengan Segera dan Cocok. Itulah Langkah mengelola demokrasi.

Cek Artikel:  Urgensi Meningkatkan Donasi Parpol

Maka, apa yang disampaikan oleh Presiden Prabowo dalam pidato kenegaraan adalah pesan Konkret kepada pejabat di level mana pun Kepada Bukan alergi terhadap kritik. Pernyataan Kepala Negara adalah pesan amat Jernih kepada para menteri, kepala badan, kepala lembaga, juga kepala daerah Kepada mendengarkan dan menghargai kritik dari mana pun dan sepedas apa pun.

Para elite pemerintahan mesti menjalankan pidato Presiden Prabowo itu agar tekad menumbuhkembangkan demokrasi Bukan berhenti dalam seruan di mimbar-mimbar podium. Pesan Presiden kepada jajaran pemerintahan adalah pernyataan yang hidup dan Lalu dihidupkan agar rakyat menemukan dan merasakan kehadiran pemimpin yang autentik, yakni pemimpin yang menyatu antara perkataan dan perbuatan.

 

Mungkin Anda Menyukai