Terharu Selandia Baru

KALI ini izinkan saya terharu dengan Selandia Baru. Negeri di dataran Oseania tersebut punya Langkah khas menangani penyebaran virus covid-19. Resepnya sebetulnya sederhana. Kita pun Pandai melakukannya. Tetapi, kemauan partisipasi dan semangat rakyatnya yang luar biasalah yang membedakannya.

Eksis tiga Langkah yang dipakai Selandia Baru Buat akhirnya Pandai mengendalikan korona. Pertama, menutup perbatasan. Kedua, memberlakukan lockdown, Berkualitas lokal maupun nasional. Ketiga, ini yang istimewa, dengan Langkah partisipasi masyarakat lewat program yang diberi nama Tim 5 Juta Orang.

Melalui sebuah video pendek yang disebar di media sosial, Duta Besar Indonesia Buat Selandia Baru, Tantowi Yahya, membagi kisah inspiratif itu. Ia menekankan pada Tim 5 Juta Orang itu. Loh, bukankah penduduk Selandia Baru hanya 5 juta jiwa?

Di situlah inspirasinya. Tim 5 Juta Orang mengacu pada jumlah penduduk tetangga dekat Australia tersebut. Setiap orang di Selandia baru berpartisipasi mengambil peran masing-masing Buat memuluskan program pengendalian covid-19 yang diluncurkan pemerintah. Mereka percaya dan mengambil peran aktif atas program-program pemerintah tersebut.

Cek Artikel:  Jokowi dan Kita

Lewat, Kagak adakah rakyat yang mengkritik, bahkan menentang, kebijakan itu? Apa di Selandia Baru laiknya Tiongkok dan Vietnam yang tak mengenal oposisi? “Eksis oposisi. Mereka sangat kuat juga di parlemen. Tetapi, ketika yang sedang dihadapi persoalan bangsa, pertaruhan keselamatan bangsa, mereka Sekalian kompak. Kagak Eksis yang mendebat,” kata Tantowi dalam video berdurasi kurang dari tiga menit tersebut.

Jadi, intinya kepercayaan, saling percaya. Tak perlu terlalu berbuih-buih bicara persatuan bangsa, Selandia Baru mengerjakan langsung hakikat persatuan dan gotong royong. Masalah keselamatan bangsa akan meruntuhkan ego sektoral, menyikat segala sekat, membangkitkan kebersamaan di sekujur negeri. Defisit aturan ditutup oleh moral etis hidup berdampingan dan saling menguatkan.

Walhasil, hal itu Kagak mengherankan Apabila kasus positif covid-19 di Selandia Baru selama pandemi sangat rendah. Hanya 2.742 kasus positif korona dalam satu Separuh tahun pandemi. Itu berarti hanya 0,054% jumlah penduduk. Bandingkan dengan Indonesia yang mencapai 2,2 juta kasus, yang berarti 0,81% dari total 270 juta penduduk.

Cek Artikel:  Harimau Kertas Pertimbangan MK

Persentase kita dalam keterpaparan korona lebih besar 18 kali lipat Apabila dibandingkan dengan Selandia baru. Bilangan Mortalitas akibat covid-19 di Selandia Baru juga amat minim: ‘hanya’ 26 orang atau satu per 200 ribu penduduk. Adapun di Indonesia, hingga Kamis (1/7), Bilangan Mortalitas akibat korona mencapai Dekat 59 ribu orang atau satu per 5 ribu penduduk.

Perbedaan dosis saling percaya antara Selandia Baru dan di Indonesia kiranya menjadi pangkal soal perbedaan Bilangan statistik tersebut. Di kita, sikap oposisi dijalankan secara salah kaprah dan dengan dosis maksimum pula. Sikap oposan lebih didorong asal beda. Kalau pemerintah bilang A, Meski masuk Intelek sekalipun, oposan akan selalu bilang Z. Bila pemerintah jalan ke utara, biarpun jalan itu Betul, para oposan bakal jalan ke selatan.

Yang satu mengajak agar memakai masker, oposan bilang saatnya buka masker. Pemerintah menargetkan gerakan sejuta vaksinasi per hari, Eksis saja yang memprovokasi mengajak menjauhi vaksin karena diyakini bakal merusak otak dan saraf. Logika, empati, dan Daya bergotong royong menghalau korona kalah oleh syahwat asal beda yang kelewat menggelegak.

Cek Artikel:  Memuliakan yang (Tak) Mulia

Pertanyaan yang menggelitik saya, ke mana Slogan gotong royong itu? Ke mana rambate rata hayo atau berat sama dipikul, ringan sama dijinjing? Eksis baiknya kita merenungi apa yang pernah disampaikan oleh Proklamator kita, Bung Karno, dalam pidato tentang Kebangkitan Nasional pada 1958 dan 1963 di Alun-alun Bandung.

Bung Karno mengatakan, “Keluarga-Keluarga, bangsa Indonesia ini seperti sapu lidi yang terdiri dari beratus-ratus lidi. Apabila Kagak diikat akan tercerai-berai, Kagak Bermanfaat, dan mudah dipatahkan. Tetapi, jikalau lidi-lidi itu digabungkan, diikat, menjadi satu, mana Eksis Mahluk yang Pandai mematahkan sapu lidi yang sudah diikat. Kagak Eksis Keluarga-Keluarga. Jikalau kita bersatu, jikalau kita rukun, kita menjadi kuat kesatuan sikap dan tindakan.”

Kita hanya perlu itu, Ketika segala Langkah melawan korona sudah tersedia. Sayangnya, Kagak Sekalian Pandai berjiwa besar Buat melakukannya.

Mungkin Anda Menyukai