Tepuk Tangan di Mata Pak Gubernur

KEPADA Sky News, seorang eks tentara Korea Utara yang membelot ke Korea Selatan menceritakan pengalamannya hidup di Dasar rezim Kim Jong-un. Salah satunya, dia dan seluruh rakyat Korea Utara, diwajibkan bertepuk tangan tiap kali menyambut sang pemimpin.

Tepuk tangan, kata pembelot yang meminta nama dan wajahnya Tak dipublikasikan itu, Dapat menjadi biang petaka di Korea Utara. Apabila seseorang Tak tepuk tangan ketika yang lain bertepuk tangan, ia dilabeli sebagai pembangkang. “Anda harus menyanyikan Tembang Long Live dan bertepuk tangan karena Anda Tak Mau Wafat,” ujarnya.

Wawancara dengan sang pembelot memang sudah terbilang Pelan, yakni Oktober 2015. Tetapi, situasi di Korea Utara kiranya belum berbeda. Tetap seperti yang dia deskripsikan. Pada Juni silam, misalnya, beredar luas rekaman video para Member kabinet yang amat bersemangat bertepuk tangan menyambut Kim Jong-un di sebuah ruangan.

Sebulan kemudian, dunia ramai membicarakan nasib Ri Yong-gil. Bak tebak-tebak buah manggis, keberadaan Menteri Pertahanan Korea Utara itu menjadi perdebatan. Penyebabnya, ia kedapatan Tak bertepuk tangan ketika yang lain memberikan standing ovation kepada Kim Jong-un dalam sebuah acara militer. Ri Yong-gil terpotret Tetap duduk.

Cek Artikel:  Hasya dan Gambaran Polisi

Tepuk tangan juga identik dengan mendiang Jenderal (Purn) Wismoyo Arismunandar. Ketika menjadi Ketua Standar KONI Pusat dari 1995 hingga 2003, tepuk tangan menjadi menu wajib di setiap acara yang dia gelar. Ia membawa tradisi itu dari lingkungan tentara. Pak Wis pernah menjadi Panglima Kostrad (1990-1993) dan KSAD (1993-1995).

Demi Bersua Instruktur atau pemain, Pak Wis selalu meminta Sekalian bertepuk tangan. Saban melepas kontingen ‘Merah Putih’ Kepada suatu kejuaraan, Pak Wis melakukan hal demikian. Dia pun ikut bertepuk tangan. Wartawan juga.

Apabila Eksis yang Tak bertepuk tangan, Pak Wis menyebutnya Tak bersahabat. Itu saja. Baginya, tepuk tangan ialah pembangkit semangat, juga tanda persahabatan. Bukan berarti dia gila hormat.

Tepuk tangan belakangan kembali menarik perhatian. Ia bahkan menjadi penyebab perseteruan antara Gubernur Sumatra Utara Edy Rahmayadi dan Instruktur Kontingen Sumut di PON Papua, Khoirudin Aritonang atau Choki.

Persoalan bermula pada Senin, 27 Desember 2021. Ketika itu, di acara pemberian tali asih bagi tim PON Sumut, Pak Gubernur menjewer Choki di depan Standar karena Tak bertepuk tangan. Videonya viral.

Cek Artikel:  Keluar dari Jebakan

Edy, purnawirawan jenderal bintang tiga mantan Pangkostrad, awalnya memberikan motivasi agar para atlet membawa kejayaan Kepada Sumut. Apabila sudah berjaya, kata dia, atlet Dapat mengambil apa pun yang dia mau. Pernyataan itu kemudian disambut tepuk tangan yang hadir. Tetapi, Pak Gubernur Menonton Eksis satu yang Tak tepuk tangan, Lampau memanggilnya ke podium, dan menanyakan posisinya.

Pria berkupluk itu ialah Choki. Dia Instruktur cabang biliar. “Instruktur tak tepuk tangan. Tak cocok menjadi Instruktur ini,” kata Pak Gubernur Sembari menjewer Choki. Kiranya, di mata Gubernur Edy, Sekalian harus bertepuk tangan ketika dia memberikan wejangan.

Choki tak terima. Dia kesal bukan kepalang. Dia merasa dipermalukan di depan Standar Hanya lantaran tak bertepuk tangan. Karena Pak Gubernur enggan meminta Ampun, dia membawa perkara itu ke kepolisian.

Gila hormatkah Gubernur Edy? Mentang-mentang karena sedang berkuasakah dia? Atau memang yang dilakukan ialah bentuk kasih sayang orangtua? Hanya Tuhan dan dia yang Paham. Karena masalah ini sudah dibawa ke ranah hukum, biarlah hukum yang menjawabnya nanti. Sekalipun lebih Bagus kedua pihak baikan, tak perlu memperpanjang perseteruan.

Cek Artikel:  Jangan Berkhayal

Apa pun ceritanya, kita, siapa pun dia, Tak punya hak memaksakan kehendak. Apa pun kehendak itu meski Hanya tepuk tangan. Janganlah kita bersosial, berbangsa, dan bernegara dalam pepatah ukur baju di badan sendiri, menganggap atau menilai orang lain sama dengan anggapan atau penilaian terhadap diri sendiri tidaklah patut apalagi Apabila sedang punya kuasa.

Pemimpin yang Bagus adalah pemimpin yang memperhatikan kemauan rakyat, bukan yang surplus hasrat agar rakyat mengikuti kemauannya. Pemimpin yang hebat adalah pemimpin yang selalu menghormati rakyat, bukan yang gila penghormatan dari rakyat.

Kita hidup dalam tatanan demokrasi, bukan otokrasi. Tak Eksis sepetak pun tempat Kepada Meletakkan ranjang Procrustes. Ranjang dalam mitologi Yunani itu digunakan oleh sang tokoh jahat Kepada Membangun Sekalian orang proper, pas dengan dirinya. Apabila lebih pendek, kaki tamu yang tidur di atasnya ditarik, Apabila lebih panjang dipotong.

Itulah metafora standar kesewenang-wenangan, kementang-mentangan. Standar itu sudah Antik, ketinggalan Era. Ia Tak layak dipedomani oleh siapa pun, di mana pun, demi apa pun.

Mungkin Anda Menyukai