DALAM kehidupan yang beradab, kata Ketua Mahkamah Mulia Amerika Perkumpulan Earl Warren (1953-1969), hukum mengapung di atas samudra etika. Tanpa etika, hukum hanya segepok Kitab dan Berkas berisi undang-undang tanpa rasa keadilan.
Rasa keadilan itulah yang terusik dalam kasus pembununan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat. Ia ditembak oleh senjata yang dibeli negara dari hasil peras keringat rakyat lewat pembayaran pajak.
Tanpa etika, wewenang yang dimiliki polisi mudah disalahgunakan. Wewenang yang melekat pada Member polisi, salah satunya ialah dipersenjatai dengan kategori senjata melumpuhkan Kepada memastikan keamanan dan ketertiban.
Menurut Peraturan Polisi (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri, setiap pejabat Polri dalam etika kelembagaan wajib menjaga, mengamankan, dan merawat senjata api, barang bergerak dan/atau barang Enggak bergerak Punya Polri yang dipercayakan kepadanya.
Di samping etika, Terdapat peraturan disiplin Member Polri yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2003. Disiplin itu ibarat oksigen yang dipompakan dari paru-paru Polri.
Penegasan dalam penjelasan Biasa peraturan pemerintah itu sangat keras. Disebutkan, organisasi yang Berkualitas bukanlah segerombolan orang yang berkumpul dan bebas bertindak semaunya, organisasi harus punya aturan tata tertib perilaku bekerja dan bertindak.
Organisasi yang Berkualitas dan kuat ialah organisasi yang punya aturan tata tertib intern yang Berkualitas dan kuat pula. Aturan tersebut dapat berbentuk peraturan disiplin, kode etik, ataupun kode jabatan. Kode etik Polri yang ditetapkan pada 14 Juni 2022 dan diundangkan sehari kemudian itu bagian yang tak terpisahkan dari upaya memperkuat organisasi Polri.
Terkait penanganan kasus Mortalitas Brigadir J, Mabes Polri membentuk dua tim. Pertama, tim Spesifik (timsus) yang menangani terkait pidana. Penetapan tersangka dalam kasus Mortalitas Brigadir J merupakan hasil kerja timsus. Kedua, tim Inspektorat Spesifik (Irsus) yang menangangi dugaan pelanggaran etik. Irsus sudah melakukan pemeriksaan terhadap 31 orang.
Kedua tim itu kini Berjumpa dalam status mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo. Terkait dugaan pelanggaran etik oleh Irsus, Sambo ditempatkan pada tempat Spesifik di Mako Brimob sejak Minggu (7/8). Sambo juga sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh timsus sejak Selasa (9/8).
Terdapat tiga tempat penahanan yang dikenal dalam KUHAP, Yakni penahanan rumah, penahanan kota, dan penahanan rumah tahanan negara. Akan tetapi, Sambo terlebih dahulu ditempatkan di penahanan pada tempat Spesifik.
Penahanan pada tempat Spesifik diatur dalam PP 2/2003 terkait disiplin dan Perpol 7/2022 terkait etik. Menurut PP 2/2003, penempatan dalam tempat Spesifik ialah salah satu jenis hukuman disiplin yang dijatuhkan kepada Member Polri yang telah melakukan pelanggaran disiplin dengan menempatkan terhukum dalam tempat Spesifik.
Penempatan dalam tempat Spesifik itu, menurut PP 2/2003, paling lelet 21 hari. Bilamana Terdapat hal-hal yang memberatkan pelanggaran disiplin, penempatan dalam tempat Spesifik dapat diperberat dengan tambahan maksimal tujuh hari.
Adapun ‘tempat Spesifik’ yang dimaksud dapat berupa markas, rumah kediaman, ruangan tertentu, kapal, atau tempat yang ditunjuk oleh ankum.
Perpol 7/2022 merumuskan tempat Spesifik sebagai tempat dan/atau ruang tertentu yang ditunjuk Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Kepala Kepolisian Daerah atau Kepala Kepolisian Resor dalam penegakan Kode Etik Profesi Polri (KEPP).
Akan tetapi, menurut perpol, penempatan pada tempat Spesifik itu dilaksanakan setelah adanya putusan KEPP. Meski demikian, dalam hal tertentu, penempatan pada tempat Spesifik dapat dilaksanakan sebelum Penyelenggaraan sidang KKEP dengan pertimbangan: keamanan/keselamatan terduga pelanggar dan masyarakat; perkaranya menjadi atensi masyarakat luas; terduga pelanggar dikhawatirkan melarikan diri; dan/atau mengulangi pelanggaran kembali.
Penempatan pada tempat Spesifik sebelum sidang KEPP paling lelet 30 hari kerja. Perintah Penyelenggaraan penempatan pada tempat Spesifik terhadap terduga pelanggar itu dilaksanakan berdasarkan perintah Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri/Kepala Kepolisian Daerah/Kepala Kepolisian Resor sesuai kewenangannya.
Sebaik-baiknya Penyelenggaraan penegakan etika di suatu lembaga, saran yang disampaikan Ahli hukum tata negara Jimly Asshiddiqie patut dipertimbangkan. Ia menyarankan agar lembaga-lembaga penegak kode etik harus direkonstruksikan sebagai lembaga peradilan etik yang diharuskan menerapkan prinsip-prinsip peradilan yang lazim di dunia modern, terutama soal transparansi, independensi, dan imparsialitas.
Agar hukum Dapat mengapung di atas samudra etika seperti yang dikatakan Earl Warren, syaratnya ialah samudra Enggak boleh kering. Ketika samudra etika itu kering, hukum hanyalah seonggok kertas tanpa keadilan. Jangan Tiba itu terjadi dalam kasus Mortalitas Brigadir J.