Tata Kelola MBG Berantakan, Trubus Perkuat Pengawasan

Tata Kelola MBG Berantakan, Trubus: Perkuat Pengawasan
Karyawan beraktivitas di Kenalan dapur Lumrah Makan Bergizi Gratis di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Kalibata yang sempat mogok beroperasi di Kalibata, Jakarta(MI/Usman Iskandar)

Ahli Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengatakan Penyelenggaraan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang sudah berjalan selama 4 bulan, harus kembali dievaluasi secara total mulai dari sistem standarisasi, efektivitas, transparansi hingga pengawasan. 

“Intervensi ICW Dapat menjadi entry point Buat melakukan pembenahan mengenai tata kelola MBG. Apabila terjadi perbedaan perbedaan terkait kuantitas, metode klinis hingga kualitas di berbagai sekolah, ini menjadi problem. Pemerintah harus menjelaskan perbedaan ini agar Bukan terjadi kesalah pahaman atau potensi penyelewengan anggaran,” katanya kepada Media Indonesia, hari ini.

Menurut Trubus, pemerintah harus meninjau ulang peraturan teknis (juknis) dan peraturan pelaksana (juklak) MBG di setiap daerah. Dikatakan bahwa Penyelenggaraan MBG Mempunyai tantangan tata kelola yang besar Karena melibatkan stakeholders yang bercabang hingga di tingkat terkecil. 

Cek Artikel:  Polisi Tahan 3 Tersangka Terkait Intervensi 7 Mayat di Kali Bekasi

“Jadi harus Jernih dan baku agar Bukan terkesan setiap yayasan itu berjalan berbeda-beda, karena selama ini program MBG kesannya seperti Bukan terorganisir dengan Bagus, sehingga Bukan terwujud kolaborasi koordinatif,” tukasnya. 

Trubus menilai, juknis dan juklak tersebut berfungsi sebagai panduan bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pihak terkait lainnya Buat melaksanakan program MBG secara seragam dan efektif. 

“Berbagai masalah yang muncul mulai dari perbedaan kuantitas, gizi hingga belum dibayarkannya ribuan pegawai pada dapur MBG, menunjukkan bahwa Terdapat masalah serius mengenai sistem pengawasan dan transparansi,” imbuhnya.

Cek Artikel:  Puncak Arus Mudik Tahun Ini Bukan Ekstrem Karena Work From Anywhere

Menurut Trubus, Pengawasan merupakan  elemen Primer yang harus diperkuat. Bukan saja pengawasan yang bersifat top down dari pemerintah. BGN dan dapur-dapur pelaksana, Tetapi harus Terdapat pengawasan bottom up yang melibatkan publik dan kampus. 

“Misalnya pelibatan masyarakat, Dapat juga sebenarnya melibatkan pihak kampus dengan menyertakan mahasiswa pendidikan gizi dan kesehatan masyarakat. Tata kelola mulai dari penyediaan hingga distribusi dan pelayanan harus dievaluasi agar lebih transparan,” tukasnya. 

Selain itu, pemerintah juga harus mengevaluasi sistem kerjasama atau kemitraan dalam Penyelenggaraan program MBG, pengadaan alat dan lahan dapur, hingga pola Pengecekan dan audit yang diadopsi. 

Cek Artikel:  Heru Budi Bantah Berhentikan Ratusan Guru Honorer DKI Jakarta: Kami Memadupadankan

“Itu harus Jernih, sehingga Bukan terjadi perbedaan sistem kontrak antara satu dapur dengan dapur lainnya. Apakah harus bekerjasama dengan catering dan kantin, atau memasak dengan merekrut tenaga baru, itu juga Lagi berbeda-beda antara dapur,” ungkap Trubus. 

Peran pemerintah daerah dengan segala perangkatnya yang Dapat menjangkau dan mengawasi hingga ke pelosok desa juga harus dimaksimalkan. Menurutnya, hal itu harus disusun secara Jernih dalam peraturan Penyelenggaraan dan teknis MBG yang memuat formulasi baku. 

“Jenis makanan yang akan disajikan, jumlah kalori yang harus dipenuhi, Langkah pengadaan makanan, metode pendistribusian ke sekolah, dan mekanisme pengawasan terhadap Penyelenggaraan program dan siapa saja yang terlibat dalam Penyelenggaraan program, itu harus kembali diperjelas,” pungkasnya. (Dev/P-1)

Mungkin Anda Menyukai