Tarik Ulur Penaikan Iuran BPJS Kesehatan

Ilustrasi. Foto: dok MI/Pius Erlangga.

Jakarta: Iuran BPJS Kesehatan mungkin bakal naik dengan besaran yang belum ditentukan. Hal itu disampaikan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan penaikan iuran BPJS Kesehatan sebetulnya merupakan suatu keniscayaan.

Pasalnya, hal itu sudah tertuang dalam Undang-Undang No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang menyatakan penaikan iuran akan terjadi secara berkala dan Peraturan Presiden 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan yang mencantumkan bahwa penaikan iuran paling lelet dilakukan selama dua tahun.

Timboel juga mengatakan penaikan iuran sangat Krusial karena selama ini, pendapatan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebesar 90 persen Tiba 95 persen berasal dari iuran.

“Jadi, kalau kita baca laporan keuangannya, kan, pendapatan JKN itu Eksis dari pendapatan iuran, pendapatan pajak rokok, pendapatan investasi, dan pendapatan lainnya. Nah, pendapatan silpa (sisa lebih pembiayaan anggaran tahun berkenaan) dari yang Bukan dipakai puskesmas itu ditarik Kembali oleh BPJS, tetapi yang paling mendominasi ialah pendapatan iuran,” ungkapnya kepada Media Indonesia, dilansir Senin, 10 Februari 2025.

Cek Artikel:  Harga Minyak Naik Tipis di Perdagangan Sebelum Natal

Apabila penaikan iuran Bukan dilakukan, Timboel mengkhawatirkan aset Rapi JKN akan semakin kecil, bahkan pada 2026 dapat terjadi kasus seperti pada 2014-2019, yakni aset Rapi JKN malah mencatatkan hasil yang negatif.
 

Defisit Berjalan

Menurutnya, Begitu ini pembiayaan JKN semakin meningkat, khususnya Kepada penyakit katastrofis dan lainnya, tetapi Bukan diimbangi penaikan pendapatan iuran. Dia mencontohkan, pada 2024, pembiayaan JKN mencapai Rp175 triliun, sementara pendapatan iuran mencapai Rp163 triliun sehingga terjadi selisih.

“Hal yang signifikan akhirnya menggerus aset Rapi yang tadinya Rp56,6 triliun. Dia turun menjadi Rp49 triliun. Akibatnya memang defisit yang terjadi, defisit berjalan pada 2024. Pada 2025 defisitnya akan semakin besar sehingga aset Rapi Dapat tergerus,” tegas Timboel.

Cek Artikel:  Lapangan Kera AS Meningkat Menjadi 254 Ribu pada September


Ilustrasi BPJS Kesehatan. Foto: dok MI/Pius Erlangga.

 

Peserta Independen

Sekretaris Eksekutif Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sri Wahyuni meminta pemerintah Kepada menjelaskan lebih detail Apabila Eksis penaikan iuran, khususnya bagi peserta Independen kelas 1 dan VIP yang selama ini sudah membayar iuran yang cukup besar.

“Ini perlu dijelaskan ke peserta kelas 1 dan juga VIP yang sudah lelet membayar iuran besar. Dengan adanya KRIS (kelas rawat inap standar), mereka akan mendapatkan layanan dan fasilitas yang sama dengan kelas 2 dan 3. Perlu dijelaskan bahwa BPJS prinsip gotong royong sehingga Bukan Eksis perbedaan,” tegas Sri.

Menurutnya, pemberlakuan KRIS sebetulnya bertujuan Segala peserta mendapat standar yang sama sehingga Bukan Eksis diskriminasi. Tetapi, perlu diperinci teknis di lapangan mengenai pemberlakuan kebijakan baru tersebut.
 

Cek Artikel:  Beras Impor Thailand dan Pakistan 300 Ribu Ton Penuhi Kebutuhan Ramadan

Skema Iuran Lagi Dibahas

Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah menambahkan, sesuai dengan Perpres 59/2024 tentang Jaminan Kesehatan, Penyelenggaraan ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk kriteria dan penerapan KRIS diatur dengan peraturan menteri kesehatan.

“Dengan demikian, penerapan menunggu aturan lebih lanjut. Skema iuran Tiba dengan sekarang juga Lagi dibahas antarkementrian dan lembaga. Sesuai dengan Perpres 59/2024 dilaksanakan Pengkajian bukan hanya terkait iuran, melainkan juga mencakup manfaat dan tarif. Paling lelet (penaikan iuran dan pemberlakuan KRIS) 1 Juli 2025 sesuai dengan bunyi Perpres 59/2024,” Terang Rizzky.

Mungkin Anda Menyukai